Minggu, 26 Juni 2016

KENDEDES








TITIEK NUR julukan si SETAN GENDANG dari Group KENDEDES...
Penulis: Jose Choa Linge,

Sikecil ‘Titik Nurniaty’ atau kelak hari kita kenal sebagai TITIK NUR sudah unjuk kebolehan bernyanyi diiringi band dimasa usianya masih BaLiTa, terbayangkan usia 5 tahun sudah melatunkan lagu Mencari/Cipt.Jasir Sjam yang dipopulerkan dimasa itu oleh ‘Titiek Sandhora’... Tanpa sungkan atau merasa takut  Titik Nur kecil  naik panggung dan sudah beraksi layaknya bagai artis besar dan meluncurlah lagu ‘Sayang..dimana kau berada,  lama sudah kumencari...  Kini hatiku gelisah padamu, Apa salahku dan kau tinggalkan....

Ayahnya ‘Emok Sahari’ yang khatam betul suara anaknya terdengar sayup2 dari speaker menembus dicelah pintu rumahnya membuatnya gelisah dan mengajak isterinya ‘Siti Hafsah’ untuk melihat panggung seni hajatan tidak jauh dari rumahnya,  siapa sebenarnya suara anak kecil yang bernyanyi  itu kata katinya untuk melawan rasa penasarannya... rasa-rasanya seperti suara Titik Nur dan ingin memastikan, rasa seorang bapak lebih pekah dari rasa seorang ibu yang mencoba menahan ‘mana mungkin Titik Nur pah dia kan masih kecil dan pemalu” dan ternyata si kecil Titik Nur tak menyadari kedua orang tuanya sudah bergabung  dibarisan penonton, dengan cueknya Titik Nur tetap menghabiskan bait demi bait lagu Mencari  ‘Sayang oh sayang kau kembali,  Jangan  kau biarkan ku sendiri, Cintaku ini tetap suci abadi, kini kasihmu  menanti... Aku harapkan mengerti diriku, Kini nasibku menanti..  Bergemuruhlah sorak sarai dan tepuk tangan penonton serasa berada di arena pertunjukan konser, kedua orang tuanya menyadari bahwa bakat anaknya dimulai dari ‘tempat ini’ walau di kemudian hari orang tua memberikan reaksi penolakan yang ingin Titik Nur hanya berurusan dengan sekolah saja.

Pamekasan- Madura di Jawa Timur, 18 Agustus 1958 adalah dimana ‘Titik Nurniaty atau Titik Nur’ terlahir di dunia dan hanya merasakan sedikit saja memory keIndahan kota kelahirannya dimasa kecilnya bermain dan berkejaran di pantai yang indah bersama teman2nya. Titik Nur harus hijrah dan berpindah tugas dari satu kota ke kota lainnya  mengikuti Ayahnya  yang seorang ABRI berdinas di kota Gorontalo – Sulawesi Tengah.  Siapa nyana si cabe rawit Titik Nur, kembali berprestasi 3X berturut-turut menjuarai ajang Festival Lomba Nyanyi pada tahun 1967 – 1968 dan 1969,  bahkan diusianya yang masih anak-anak 8 Tahun mencoba ikut Festival Kejuaraan Lomba Keroncong tingkat Dewasa dan lagi-lagi Titik Nur kecil meraih juara ke III.

Tahun 1970... Keluarga besar Titik Nur berpindah tugas di kota Manado-Sulawesi Utara, dari selama keberadaan Titik Nur di kota ini tak membuatnya mati langka  atau melempem masa berkeseniannya. Bahkan keradaannya dikota ini  masa selama  4 tahun di kota Manado,  untuk menyebut nama Titik Nur saja sudah dikenal seperti layaknya menyebut  seorang Super Star. Tidak berlebihan memang, sejak pertemuannya dengan ‘B Efendy’ seorang anggota ABRI berpangkat Kolonel yang kemudian membimbingnya  dan mengarahkan untuk  bergabung di Group yang dipimpinnya seperti: ‘The Logist dan The Ins’.  Selama menimbah ilmu di dua Grop ini, Titik Nur kemudian sudah mengenal penyanyi ‘Ermy Kullit & Anggoman CS kemudian hari menjadi ‘Anggoman Bersaudara’ sesama anggota sebagai biduan dari group ini dan seringkali show di kota Manado dan sekitarnya.

Tahun 1974... Atas saran Bapak B Efendy dan tentunya atas restu kedua orang Tuanya ‘Emok Sahari & Siti Hafsah’, berangkatlah ke Ibu Kota Jakarta tempat dimana semua asa-asa yang tertunda akan di dapatkan disini dengan catatan bila sudah menemukan nasib baik tentu. Titik Nur ditampung oleh keluarga ‘B Efendy’ yang sudah menganggapnya sebagai anak sendiri, pagi hari Titik Nur menyempatkan sekolah di SMP Neg.46- Pasar Minggu  dan SMKK (setingkat SMA) – Slipi,  bila jelang malam hari Titiek Nur sudah berkeliling ‘Night Club’ mengisi acara sebagai penyanyi SOLO.  Satu persatu Night Club disebutnya antara lain: ‘Copa  Cabana, Tropicana, Blue Ocean, Blue Moon, Star Dust, LCC, COCO, Sky Room, dll, dari satu club malam ke club malam berikutnya sering dipertemukan sahabat-sahabat seni dimasa perjuangan seperti; ‘Eus Darliah, Annie Rae, dll. Bahkan Titiek Nur mencatat prestasi merekam suaranya lewat lagu ciptaan. ‘Gatot Sunyoto’ bersama Raja Jazz di jamannya  ‘Jack Lesmana’ bersama nama-nama besar lainnya ‘Yopie Item, Grace Simon, Rien Jamain’ dari perusahaan Celebrity.

Titiek Nur... Kemudian melebarkan sayapnya dengan meluncurkan album Pop Solo yang diidam-idamkannya bersama  ‘Agustus Group/pimp.B Efendy’, menerbitkan lagu ‘Curi-Curi/Cipt.D’lloyd dan beberapa album Pop lainnya.  Titiek Nur kemudian masih berpetualang sampai di kota Lampung dan tentunya menerima tawaran di Night Club di ‘Marcopolo’ sebagai karyawan bila pagi hari dan jelang malam hari sudah disulapnya menjadi seorang biduan dan menghabiskan masa kontrak selama 1 tahun, kemudian pulang ke Ibu Kota ‘Jakarta’ yang sudah menunggunya untuk kembali merebut  apa yang sudah ditinggalkannya.

Tahun 1975.... Kepulangannya ke Jakarta, TitieK  Nur sempatkan menonton Festival Group Band Wanita se Indonesia tahun 1975 di Senayan, dimana Group Band Wanita dari Surabaya ‘Fretty Sister’ keluar sebagai Pemenang pertama dan berturut-turut  juara ke II dan Favourite  ‘Aria Yunior & Antique Clique’.  Dari hasil menonton pagelaran group band wanita yang baru saja dia saksikan bersama sederatan bangku dengan ‘Camelia Malik & Idris Sardi’,
difikirannya sudah berkecamuk ‘sejuta’ ide yang tiba-tiba tak bisa memicingkan mata hingga fajar menguak dan di kepalanya ada sesuatu bisikan yang harus dia lakukan untuk perkembangan musik indonesia. Dimasa itu... siapa
yang tak mengenal dengan Group Musik Rock DangDut OM SONETA/Pimp.Oma (H.Rhoma) Irama,  tak banyak langkah  yang harus dia fikirkan dan  harus dia wujudkan keinginannya membentuk Group Musik DangDut Rock Wanita. Diutarakannya niatnya kepada sahabatnya ‘Reza Anggoman’ yang sudah di kenalnya saat semasa dan seperjuangan di kota Manado, Titiek Nur membuka percakapan ‘Riiiz...kita bentuk grup yok’, ‘grup apa...? disambung oleh Reza Anggoman, grup Melayu (DangDut) seperti Oma (Rhoma) Irama itu... Gila loh!!, siapa yang megang gendang.. kembali Reza Anggoman agak terkejut dan pesimis... Gua daaah, kata Titiek Nur sorongkan diri dan memberi keyakinan kepada Reza Anggoman untuk mari bahu membahu ujudkan keinginan kerasnya ini. KeEsokan hari mereka sudah terlihat berdua mensambangi ‘Ucok Suryodipuro  dari OM. BANGLADESH untuk mencari ‘Gendang’, keinginan kerasnya dari Titiek Nur inilah lambat laun terlihat berkat kekuatan hatinya dan tekad yang yang selalu dijunjungnya agar apa yang sudah diinginkan dapat tercapai.  Yang selalu dia ingat saat awali bersahabat dengan gendang, kemana-mana selalu dibawanya dan disetiap jedah di ‘tabuh’nya  untuk hasilkan ‘ketipak-ketipung’ yang bersuara ‘DUT’.  Problem yang dihadapi dari Titiek Nur adalah memiliki kekurangan di tangan ‘Kidal’, dimana menurutnya untuk hasilkan tabuhan ‘Dut’ itu harus menggunakan tangan ‘Kanan’ dan tidak begitu lama harus beradaptasi dengan segala bentuk kekurangan dirinya dan segala gendang sampai dihitungnya 6 biji yang  harus sekali dimainkan sehingga masing-masing memiliki suara lain terdengar ‘ketipung’ dan di variasikan dengan gendang bersuara ‘Ketipang’ sampai kepada suara-suara Gendang ‘Sunda’ hingga memunculkan ornamen2 indah dari perjuangannya hasil mengintip pemain gendang  di show ‘Jakarta Fair’, kenang titik Nur kepada penulis.

Tahun 1976... Lahirlah KENDEDES dengan semua anggotanya dari kaum ‘HAWA’, mereka antara lain: Titiek Nur/Pimp, Gendang, Vokal+ Reza Anggoman/Keyboard,Vokal+  Evy Martha/Bass, Vokal + Diah Setiawati/Bass, Vokal + Ken Zuraeda/Mandolin,Vokal + Tuty Wijaya/Rhytm,Vokal + Neneng Susanti/Tamborin, Fenty Nur (usianya 4 Tahun)/Marakas, Keyboard, kemudian ada masa pergantian pemain  dan masuk Herlina Effendy/Vokal, Budiah Putih/Tamborin + Luh Patrat/Mandolin, Senny Angelina/Melody, Chaerani/Suling, Ayuk Maria/Drum, dll.  Hebatnya dari Group musik DangDut Wanita ini adalah boleh dikatakan menerapkan semboyang ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang diartikan ‘Berbeda-beda tetapi tetap satu’, kenapa... karena para anggotanya berasal dari berbagai Daerah di Jagad Nusantara ini atau ‘beraneka ragam’ suku, dari mulai  ‘Madura, Manado, Aceh, Makassar, Padang, Timor, Sunda, Sangir Talaud, Nias, Medan’, dll.  Group inipun awali serangkaian show keliling kota ‘Surabaya, Semarang, Makassar, Medan’ dan hampir semua ‘Taman-taman Ria’ di kota-kota besar lainnya pernah disinggahinya,  masa itu lagu-lagu hits dari Bang Haji Rhoma Irama,  Elvy Sukaesih  Rita Sugiarto seperti: Begadang, Joged, Musik, Santai, dll yang dipersembahkannya dan yang sering menerima tepukan tangan sangat gemuruh adalah atraksi ‘Ketipak-Ketipung’ dari jemari sang pemimpinnya Titiek Nur sedang menabuh gendang yang sambil berdiri ataupun setengah berlari bahkan berjoget  tetap menghentakan suara Dang dan Dut’ bertalu-talu dari tabuhan gendangnya yang 6 biji itu.

Tahun 1977... OM Kendedes melempar album Rekaman sebagai pembuka di dunia recording,  Judul ‘CLEOPATRA/Cipt.Awab B, mendapat sambutan selamat datang dan menjadi  pendobrak group DangDut Wanita dimasanya dan lagi-lagi panggilan show di luar kota menjadi  agenda rutinitas dari OM Kendedes dan tentunya penggemarnya semakin menggila.  Seringnya berjumpa dikesempatan show sepanggung dengan penyanyi ‘Herlina Effendy’ yang saat itu belum Populer,  sejak namanya tercatat sebagai personel dari OM Kendedes  lambat laun dikenal dan memilih hengkang dari OM Kendedes karena persyaratan anggota dari group ini harus bisa memainkan  peralatan Musik dan bukan hanya mengandalkan di vokal saja.  Herlina Effendy sedikit keberatan dan merasa malas untuk belajar seperti anggota lainnya,  pilihannya ingin lebih bebas seperti sedia kala dan walaupun demikian Herlina Effendy sempat membawa nama OM Kendedes semakin Populer dengan rekaman ke 2 nya ‘Wajah Menggoda/Cipt.Ilin Sumantri dan album ke 3 ‘KeCe (Keren tapi Cekak)/Cipt. Titiek Nur dan album Syirik/Cipt.Titiek Nur.

Titiek Nur sebagai pemimpin, menerapkan  gaya ABRI disiplin militer kepada anggotanya untuk berlatih musik, tujuannya pasti untuk bekal di diri para anggotanya yang memang sudah menjadi kesepakatan bersama dan tanpa pandang bulu apakah ‘Anak’ (Fenti Nur) dan anggota lainnya. Latihan di mulai dari jam 6 pagi sudah harus berkumpul di kediaman Jati Asih, Tanah Abang atau di lapangan studio Flower sound, Titiek Nur selalu menggenggam ‘penggarisan’ dan sasarannya bila mendengar salah satu anggotanya tidak becus memainkan alat musik maka akan kena sabetan penggaris ditangannya atau bila ada anggotanya setengah-setengah memetik Gitar, Rhytm dan Bass dan alami proses luka ‘melepuh’ di tangannya atau bahasa jepangnya ‘melinting’ maka siap-siap saja Titiek Nur akan memencetnya sampai mengeluarkan ‘nanah dan  berdarah’.  Pengajarannya yang keras kepada anggotanya, Titiek Nur mendapat gelar sebagai Guru ‘Galak’ dari para anggotanya dan walaupun demikian Titiek Nur selalu meminta maaf setelah usai mengajar.

Diantara anggotanya yang nota bene dewasa, tersempil sosok anak kecil berusia 4 tahun bernama FENTY dan belakang hari disematkan NUR dibelakang nama Fenty menjadi ‘FENTY NUR’. Si bocah kecil berambut panjang ini sering ngerecokin para anggota OM Kendedes berlatih, ibunya Titiek Nur akhirnya mengarahkan untuk Fenty memegang Marakas atau Tamborin dan kemudian diarahkan untuk menguasai Keyboard. Si kecil Fenty sering sekali dilibatan show keliling di luar kota, bahkan tingkahnya menggemaskan saat Fenty menyanyi tiba-tiba dengan cueknya ‘pipis di celana’ saat ribuan mata menontonnya sedang berlenggak lenggok bernyanyi  lagu ‘Aduh-aduh Mana Tahan’. Tentu saja suguhan spontanitas dari Fenty ini membuat senyam-senyum yang menyaksikan Fenti kecil barusan sudah membasahi bumi persada.  Fenty kecilpun saat sudah naik peringkat  sudah piawai memainkan alat musik keyboard, terpaksa tubuh kecilnya sering di ganjal peti kayu untuk mencapai tust piano di setiap kehadirannya saat masih kecilnya.

Fenty Nur lahir di Jakarta, 9 September 1975 dari kedua orang tuanya Alm. ‘B Efendy / Manager & Titiek Nur/Pimpinan, sejak usia BaLiTa 4tahun sudah menjadi anggota yang paling muda di Kendedes.  Sepak terjan dan kepiawaiannya memainkan alat musik keyboard dan bernyanyi  mempermudah langkahnya  bersolo karir lewat abum anak-anak, seperti: Ratapan Anak Tiri, Merana, Kuda Gendong, Penjual Koran dan masuk ke album dewasa ‘Jeritan Isteri Pertama, Bagagai Makan diDaun,  Jantannya Pacarku, Sinar, Pertemuan, Bukan Menggoda  dan beberapa album Duet bersama ‘Irfan Mansyur dan Ray Hanafi’ begitu pula 23 album volume bersama Kendedes.

Berbicara soal suka duka menghadapi massa penonton yang beringas di Indonesia, alhamdulillah tidak pernah alami hal-hal yang menyimpan trauma kepada anggota OM Kendedes, walaupun ada perkelahian malah bukan dari kalangan penonton tapi justru dari aparat negara Polisi vs Tentara yang menewaskan 6 orang saat show di kendari- Sulawesi Tenggara.  Ada peristiwa yang diluar dugaan kami, ini semuanya sesuatu yang mustahil terjadi bila bukan campur tangan dengan sang kuasa... betapa mengerikan sekali bila ingat peristiwa dimana rombongan Bus yang membawa kami ke tujuan show di GOR  di Padang Sidempuan- Sumatera Utara pada tahun 1982, Bus Turis yang kami tumpangi ‘Terjungkal dan Terbalik’.  Penonton yang menunggu rombongan Kendedes  sempat membuat keributan dan bersikap anarkis  berteriak-teriak ‘PEMBOHONG..PEMBOHONG’  ada dengan cara melempari kaca dan pengrusakan sehingga membuat panitia kalang kabut, beruntungnya rombongan Kendedes tidak satupun mengalami luka parah dan hanya  beberapa yang lecet atau kena pecahan ‘beling’ dr kaca jendela bus. Rombongan langsung kelokasi GOR dan meredam kemarahan penonton yang sudah anarkis karena ketidak tahuan bahwa Kendedes terlambat karena alami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawa para personilnya karena ketidak hati-hatian sang sopir dalam berkendara. Kendedes dalam keadaan berdarah-darah hanya menggunakan kostum yang melekat dibadan dan sudah compang camping berlumur darah langsung beraksi seakan-akan tidak pernah terjadi, penonton yang anarkis semua terdiam dan penuh empati menyesali yang barusan terjadi. 

Adalah ‘DIAH SETIAWATI’  kelahiran 9 September 1959 salah satu pemain Bass dan Vokal dan sudah bergabung di Kendedes sejak tahun 1979 ini menuturkan peristiwa demi peristiwa ‘suka-duka’ selama show di dalam wilayah Indonesia maupun melawat di Negeri Tetangga Malaysia, Singapura, Brunai bahkan sampai ke Negeri Jepang sudah disinggahinya.   Diah Setiawati menceriterakan berawal bergabungnya di kelompok Kendedes berawal sebagai salah satu penggemar  yang sering menyaksikan kelompok Kendedes show disuatu tempat dan sosoknya ‘Diah Setiawati’ yang juga seorang penyanyi dan bergabung di Group Ken Arok hanya FreeLance,  selalu ada ditengah-tengah penonton menyambut uluran tangan dari Titiek Nur saat menawarkan untuk bergabung dan gayungpun bersambut sehingga tak berasa hingga hari ini (Selasa,12 April 2016) sudah terbilang usia 37 tahun lamanya.

Dia Setiawati kembali megisahkan peristiwa HOROR yang pernah sama alami anggota Kendedes saat menerima tawaran show di SEMPORNA  kota yang letaknya di Tawau pesisir Timur Sabah, konon menurut ceritera ‘tempat pembuangan orang-orang Filipina’ ungkap Diah Setiawati. Yang dia tidak bisa lupakan bahwa sebelum tampil semua anggota yang terdiri kaum hawa ini dibaluri minyak oleh tetua kampung  untuk menangkal segala bentuk ilmu Hitam atau kiriman MAGIC, segala colekan atau pegang-pengang tidak mempan menembus benteng penangkal ‘ilmu putih’ yang sudah di tanamkan di setiap anggota Kendedes lewat baluran Minyak, penonton yang kebanyakan pria mencoba cara lain dengan menjepretkan karet ke para anggota Kendedes yang sedang menghibur diatas panggung, keanehan terjadi  karet-karet tersebut bila menyentuh panggung atau tanah berubah ujud menjadi  binatang ‘Kaki Seribu’.  Akhirnya keadaan tidak terkendali karena para penggemar sudah melampau batas menyerbu ruang istirahat,  panitia sudah kehilangan akal dan mengambil jalan menghentikan acara dan menyelamatkan para anggota Kendedes kembali keHotel. Dan pengejaran mereka tidak sampai disitu saja, mereka tidak hanya puas menggoyang-goyang Bus ingin membalikkan bus dimana semua anggota Kendedes semua menjerit ketakutan padahal 3 truk kemanan tak mampu menangani keBringasan penduduk Semporna dan Kendedes baru selamat setelah dilarikan masuk keruang rahasia yang langsung menuju keluar dan kembali selamat tiba di Indonesia.

Nama kelompok ini semakin memberi makna kehadirannya di Ranah musik DangDut Indonesia, betapa tidak  selain album-albumnya digemari seperti: ‘ Gepeng (Gelandangan Pengemis),  Dag-Dig-Dug, Trompet Setan, Jakarta, Gagal Tiga Kali,  Generasi Tinggal Landas, RESESI, Titah Kehidupan, Perahu Retak, Penyesalan, Penyesalan II, Gara-gara Salome, Dimana Saja Aku Mau, Impian Perawan, Karena Putus Cinta/Cipt. Leo Waldy yang kemudian kembali hits dengan judul lain ‘Sebotol Minuman’, dll, Kendedes juga mencatat pemunculannya di peta Film Indonesia, judulnya: ‘Aduh-aduh Mana Tahan/Sutrd.Susilo SWD produksi tahun 1980 di mainkan  selain Kendedes juga diperkuat oleh penyanyi  DangDut & Aktris/ Aktor Senior TOP dimasanya : Diana Yusuf, Itje Trisnawati, Netty Herawati, Latief M, Darussalam, dll.  Kendedes hingga kini sudah hasilkan sekitar 30 volume  album  selama masa karirnya di tahun pertengahan 1970’an hingga tahun 1990’an, kehadirannya di Televisi satu-satunya hanya TVRI dalam program acara Aneka Ria Safari, Kamera Ria, Album Minggu Ini, dll juga memberi peluang untuk mendongkrak album-albumnya.  Lagu ‘ Problem Malam Minggu’ yang disuarakan sendiri oleh Titiek Nur memberi kesan tersendiri baginya dimana sejak lagu itu beredar di masyarakat,  maka namanyapun berubah menjadi ‘Titik Nur Oe Oe’ dan kemana-mana para penggemarnya memaikan nama embel-embel ‘Oe oe’ di belakang namanya.

B. Effendy  suami dari Titiek Nur sangat berperan penting dalam kubu Kendedes, dia bertanggung jawab mengurus atau menandatangani perjanjian kontrak dengan penyelenggara show On Air maupun Of Air. Titiek Nur juga memberi kepercayaan penuh dalam membagi setiap pendapatan honor anggota maupun crew Kendedes secara merata,  tanpa membedakan apakah dia seorang penyanyi, bermusik  atau hanya pemegang kabel setruman semua berhak sama rata mendapatkan honorarium karena memegang pedoman bahwa sama merasakan  capek. B Effendy yang seorang anggota ABRI terakhir berpangkat Kolonel akhirnya menanggalkan pekerjaan yang selama ini ditekuninya sambil menjalankan hoby bermusiknya, sejak sepak terjang Kendedes semakin padat akhirnya B Effendy serius tangani anak-anak Kendedes sebagai manager dan merangkap keseluruhannya yang dapat dihandle pekerjaan seorang pria.

Kebanggaan dari  para anggota Kendedes yang masih membekas adalah, bila mengadakan show di daerah sering diarak keliling kota berpawai mengitari sepanjang jalan perotokol atau jalan-jalan besar yang dilalui sebelum jeda pertunjukan.   Terbayangkan... group  ini dikawal dengan iring-iringan Motor Gede Brigader Motor (BM) atau di sebut ‘Voorjder’ melibatkan 4 sampai 6 sepeda motor berserine ‘nguing – nguing’ dan tak ketinggalan para anggota   group ini berada dibelakang iring-iringan MOGE  berkendaraan  mobil  ‘Jeep terbuka’ keliling  kota sambil melambai-lambai tangan ‘menebar senyum’ menyapa masyarakat yang sedang berjejer disepanjang jalan yang dilalui group ini hingga sampai di pertunjukan show.  Kesemuanya ini adalah kenangan indah bersama orang-orang tercinta yakni B Effendy yang telah di panggil oleh sang Khalik di Jakarta pada,  tanggal, 25 Mei 2006 menjadi  kenangan masa-masa dan suka-duka dalam kebersamaan bahu membahu memajukan group kaum Hawa ini kejenjang popularitas.

Tahun 2007.... adalah terakhir Kendedes  manggung  di tempat terbuka ‘Open Stage’ saat merayakan Ulang Tahun Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Titiek Nur mengatakan bahwa sampai hari ini Kendedes masih ADA dan masih EKSIS dan tidak pernah ada kalimat yang terUcap untuk membubakarkannya.  Para anggotanya masih sering berkumpul dan masih mengisi kegiatan di tempat-tempat hiburan atau di Luar Kota menghibur pencintanya, memang tak dipungkiri bahwa rutinitas agenda show tidak sepadat diera tahun tahun 1970 s/d 1980 an, panggung show dan dunia recording tak pernah sepi menghampiri mereka. Setidaknya mereka membuktikan bahwa  KENDEDES tak pernah mati dan sampai kapanpun, kami tak pernah berhenti bermusik karena kami sadari bahwa separuh jiwa kami ada  di musik DangDut walau tak dipungkiri bila di rumah kami-kami bertugas menimang ‘cucu’ dan bila diatas panggung berganti kami menimang ‘alat musik’ masing-masing, heheheheheh... ungkap Titiek Nur mengakhiri jumpa dengan penulis JCL.

SEKIAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar