Selasa, 25 Desember 2012

RHOMA IRAMA

RHOMA IRAMA ..
Satria Bergitar Sang Raja Dangdut..

Dalam dunia musik melayu atau yang sekarang dikenal dengan musik Dangdut, pasti sudah pernah mendengar nama Zakaria pencipta lagu Hitam Manis (Mus Mulyadi), Luciana (Lilies Suryani) & Boleh-boleh Jangan (Titiek Sandhora) dan juga pimpinan dari OM.Pancaran Muda. Namun demikian, penulis sengaja menghadirkan beliau sebagai nara sumber dari perjalanan karier sang Raja Dangdut “Oma Irama” yang kemudian menjadi “Raden Haji Oma Irama” setelah menunaikan rukun Islam ke-lima. Lelaki yang berkarisma ini lebih dikenal dengan sebutan Bang haji, “RHOMA IRAMA” adalah salah satu penyanyi melayu binaan Zakaria. Pada tahun 2007 Atas kepeduliannya mengingatkan para seniman penerus musik Melayu/ Dangdut, untuk memperhatikan para seniman perintis sebelum mereka menutup mata yang terakhir. Zakaria, dinobatkan LIVETIME ACHIEVMENT di ajang bergengsi AMI DANGDUT AWARD - 2007. Berikut dari penuturannya ;
Rhoma, Mulai Berkarier

Sejak pertama kali menapakkan jejak di kancah musik Indonesia, Rhoma di masa remaja menunjukkan talentanya terhadap musik pop indonesia, barat dan rock n’ roll sudah mulai terlihat. Konon kabarnya sewaktu bersekolah di SMA St Yoseph-Solo, Rhoma, Benny Mucharam (kakak dari Rhoma) dan ketiga sahabatnya ‘Daeng, Umar & Haris’ menjadi pengamen di sepanjang jalanan kota Solo. Kisah ini, bukanlah membuatnya sebuah aib bagi Rhoma Irama bahkan dengan pengalaman pahit tersebut membuatnya sebagai pribadi yang sempurna hingga dapat kita mengikuti kisah perjalanan seorang ‘Super Star’ sang Raja Dangdut. Kepiawaiannya bermain gitar dan berbakat menyanyi ditunjang dengan gagasan yang cemerlang dan pribadi yang ramah, sehingga disukai oleh sahabat-sahabatnya semasih tinggal di daerah Bukit Duri-Tebet, Jakarta Selatan. Berbekal suara merdu-nya, membawa diri-ya menjadi penyanyi disejumlah band seperti, “Tornado, Varia Irama Melody & Gayhand”. Sampailah Rhoma Irama di tahun 1966 – 2008 (Sekarang). Diapun terlibat disejumlah orkes melayu baik sebagai ‘vokalis’ maupun ‘rekaman’ sebut saja, “Kenari (dbp. Husen-1966), Chandraleka (dbp.Umar Alatas-1967), Purnama (dbp.Awab Haris & Awab Abdullah-1969), Pancaran Muda (dbp.Zakaria-1971), Galaxy (dbp.Jopie Item-1971), Zaenal Combo (dbp.Zaenal Arifin-1971), Indra Prasta (dbp.Murrad Haris-1973) & Soneta Group (dbp.Rhoma Irama-1975 - Sekarang). Sebelumnya dia sudah menghasilkan hits yang melambungkan namaya seperti, “Berilah Jawaban, Renungan Budi, Ke Bina Ria & Dalam Bemo (Duet’Titin Yenny), Ke Pasar Minggu & Rindu (Duet’Elvy Sukaesih), Indan Dip, Percayalah (Duet’Elya Kadham), Nggak Sanggup, Kawin Lari (Duet’ Lily Syarif), Banyak Utang (Duet’Vivi Sumanti), Aku Saudaramu & Derita Tiada Akhir”. Melewati berbagai proses yang bertujuan untuk menghasilkan gaya baru bernyanyi Rhoma, Zakaria-lah orang yang bereksprimen menjodohkan Rhoma Irama dan Inneke Kusumawati dalam satu album pop indonesia berjudul “Anaknya Lima/Zakaria, Melati di Musim Kemarau, Dirumah Saja, Mohon Diri/Yessy Wenas & Bunga dan Kupu-kupu/Zaenal Arifin, dll (1971)”. Kemudian duet inipun menuntaskan album duet ke dua-nya mengusung lagu-lagu rock di iringi band Galaxy pimpinan Jopie Item dengan sejumlah lagunya “Mari gembira, Puncak Gunung, Hati Yang Rindu, Bayangan Wajahmu dll. Munculnya duet dua vokal ini, sangat berhasil dalam memikat hati penggemar lagu-lagu pop indonesia dijamannya sehingga dapat menggoyahkan kedudukan penyanyi duet lainnya seperti Titiek Sandhora-Muchsin, Vivi Sumanti-Frans Daromes, Ida Royani–Benyamin S & Elly Kasim-Tiar Ramon. Kemudian di tahun 1972, Zakaria kembali menyarankan Rhoma Irama berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti Festival Pop Singer Se-Asia Tenggara yang berlangsung di Singapura dan berhasil menjadi juara. Sekembali-nya ke indonesia duet vokal ini merekam suara-nya dalam sebuah album berjudul ‘Bertamu’ produksi FM records.

Rhoma, Sukses di Musik & Film
Lelaki kelahiran 11 Desember 1947 ini, mengidolakan penyanyi-penyanyi mancanegara seperti Andy Williams, Elvis Presley, Tom Jones & Paul Anka. Dia mempunyai kebiasaan menirunya sama persis dengan suara penyanyi aslinya dan obsesinya adalah ingin seperti Elvis, ‘menjadi Raja dengan gitarnya’ (seperti di film Satria Bergitar yang dibintanginya). Bahkan perjalanan fenomenalnya di musik dangdut terjadi.tahun 1975, manakala karier musiknya mulai dikenal luas pada album perdana Soneta bersama duet Elvy Sukaesih dalam lagu yang diciptakannya “Begadang, Sengaja, Sampai Pagi, Tung Keriput” mendapat respon luar biasa dari publik musik melayu (Dangdut). Semenjak itu karya-karya Rhoma Irama banyak diciptakan sangat laris manis seperti “Penasaran, Rupiah & Darah Muda (1976-1977), Hak Azazi & Sahabat (1981-1982). Tak hanya sampai disitu, baru-baru ini (Oktober’ 2008) Rhoma bersama Soneta Group-nya baru saja menggebrak publik Pittsburg, Philladelphia- Amerika yang memadati ruang konser Bellefield Auditorium menuai sukses.

Kehadiran Rhoma Irama di paman sam adalah dalam rangka memenuhi undangan Departemen Musik Universitas Pittsburg atas pakarsa profesor ‘Andrew Weintraub’ adalah terbilang sukses. Pembuktian-nya sebagai penyanyi, Rhoma-pun dikenal luas lewat film musikalnya yang melibatkan nama-nama besar diperfilman indonesia seperti, Syuman Djaya, Maman Firmansyah, Yung Indrajaya, Muchlis Raya, Nurhadie Irawan, Liliek Sudjio, Darto Djuned, Asrul Sani & Cherul Umam. Film-film Rhoma terbilang sukses dimasanya dengan dukungan nama-nama pemain yang sudah punya nama di blantika dunia hiburan tanah air seperti, Yatie Octavia, Ricca Rachim, Joyce Erna, Ida Iasha, Chitra Dewi, Rachmat Hidayat, El Manik, Deddy Mizwar, Soultan Saladin, Soekarno M Noor, Mieke Wijaya, Dicky Zulkarnaen, Ria Irawan dll. Sudah bisa ditebak, tema yang disuguhkan adalah ‘musikalitas’ Rhoma Irama dan sedikit ‘drama’ plus ‘pesan moral’ yang coba disampaikan lewat film-film-nya sbb: “Darah Muda, Gitar Tua, Begadang, Raja Dangdut, Berkelana (1977-1978), & Melody Cinta, Perjuangan & Doa, Badai di Awal Bahagia, Pengorbanan (1980-1982), Djaka Swara, Nada & Dakwah, Tabir Biru (1990-1993). Secara mengejutkan sepanjang karier-nya di perfilm-an, Rhoma Irama menunjukkan kualitas aktingnya dalam film “Nada & Dakwah” dan mendapat pujian dari pengamat maupun pencinta film. Selama berkarier 16 tahun di film, ini adalah prestasi pertama bagi Rhoma Irama sebagai nominasi ‘pemeran utama pria’ atas aktingnya. Di film ini-pun berhasil meraih dua piala citra untuk kategori ‘cerita’ (Asrul Sani) & ‘tata suara’ (S.Edi Pramono) diajang FFI (Festival Film Indonesia) 1992, terpuji untuk ‘scenario’ (Asrul Sani), ‘sutradara’ (Chaerul Umam) & ‘aktor’ Deddy Mizwar di FFB (Festival Film Bandung)1993. Tampil-nya KH Zaenuddin MZ yang berperan sebagai dirinya sendiri dalam film ini, berhasil dianugerahi ‘unggulan pemeran pembantu pria’ yang kemudian mengundurkan diri karena banyak menuai protes dari umatnya yang menyesalkan bermain film.

Rhoma & Roda Kehidupan
Pertemuannya saat show dengan Veronica Agustina Timbuleng adalah sang pentolan Beach Girls di Lampung pada tahun 1970, dan dinikahinya setahun kemudian. Telah membuahkan tiga putra-putri “Debby Vermana Sari Irama (38), Ficky Zulfikar Irama (32) dan Romy Syahrial Irama (31)”. Pernikahannya tak membuat popularitas-nya menurun, baik Rhoma Irama maupun Veronica selalu terdepan membawa Soneta Group (dbp.Rhoma Irama) maupun Soneta Girl (dbp.Hj. Veonica). Mereka digambarkan sebagai pasangan suami istri bahagia dan berhasil mengenyahkan rasa ketakutan masyarakat yang mengidolakan-nya, bahwa pernikahan bukanlah langkah yang berisiko karier senimannya akan tamat bahkan membawa band yang dibinanya menjadi yang terbaik. Kehadiran putri tercintanya-pun semasa kanak-kanak ‘Debby Rhoma Irama’, cukup membawa hawa segar di era penyanyi cilik seperti: Chicha Koeswoyo, Adi Bing Slamet, Yoan Tanamal, Debby begitu berbakat dan begitu dikenal dengan lagu-lagunya seperti : Idih Papa Genit, Cok Galigacok, Indan Dip, Tepuk Nyamuk. Siapa sangka pernikahannya dengan Veronica akhirnya kandas juga, konon faktor keretakan ini dikarenakan kehadiran Ricca Rachim ada diantara mereka. Akhirnya Veronica dan ketiga buah hatinya (Debby, Zulfikar, Rommy), menerima pinangan Maman Frmansyah & Deddy Arman untuk bermain di film “Boleh Rujuk Asal…”. Kisah film ini (1986), mungkin saja diilhami perceraian antara Veronica dan Rhoma Irama atau menggunakan kesempatan perceraian itu sendiri. Hantaman badai berturut-turut menimpa Rhoma untuk dijadikan santapan gosip para teman-teman infotaiment seperti, pertikaiannya dengan ratu ngebor Inul Daratista juga, diselimuti dendam pribadi masa lalu dengan pasutri Yatie Octavia & Pangky Suwito mencuat kembali. Maupun pernikahan siri-nya dengan artis dangdut cantik Angel Lelga terungkap dan mengejutkan banyak pihak… memang sungguh memperhatinkan. Gosip murahan ini, tak mampu mengakhiri kariernya yang terkesan mencoreng nama baik ‘Bang Haji’ malah sebaliknya Rhoma bersama Soneta-nya terlibat disejumlah event di Mancanegara yang sanggup menyoroti kehebatan-nya. Ajaib-nya, lelaki karismatik ini tetap saja menarik dan berkualitas untuk dibicarakan musikalitas-nya sebagai pembuktian eksistensi-nya dan Rhoma tetap bersinar memberikan nyawa di musik dangdut yang bersentuhan rock…. Dia, memang patut dijuluki sebagai Raja Dangdut.

Dengan segala Keberhasilan Rhoma Irama tersebut, tidak salah seperti apa yang dikatakan sang Legenda Musik Melayu “Zakaria” bahwa, “seluruh lagu yang dinyanyikan maupun lagu-lagu yang diciptakannya adalah mewakili kehebatannya yang mungkin seniman lain tak memilikinya. Sebagai seniman musik, dia berani ambil resiko mematahkan tradisi para musisi melayu/dangdut dengan memadu-padankan warna lain. Kehebatan lainnya, dia mampu menghimpun banyak orang tanpa membedakan golongan bawah, menengah dan atas untuk mendengarkan musiknya. Disamping itu ‘Rhoma Irama’ adalah, pribadi yang tetap konsisten dengan apa yang dikerjakannya menyampaikan pesan moral… salah satu lagunya yang me-monumental yang paling di gemari dari sekian albumnya adalah : Begadang jangan begadanng / Kalau tiada artinya / Begadang boleh saja / Kalau ada perlunya / Kalau Terlalu banyak begadang / Muka pucat karena darah berkurang / Bila sering kena angin malam / Segala penyakit akan mudah datang / Darilah itu sayangi badan / Jangan begadang setiap malam”.

EKA SAPTA


EKA SAPTA
A Musical Journey of 3 Generations

Cerita sukses PT.Musica Studio’s yang awalnya bernama Bali Recording, tidak lepas dari nama sebuah band yang kini telah bertahan selama tiga generasi, “EKA SAPTA”. Kolaborasi awal keduanya menghasilkan suatu simbiosis mutualisme yang patut diacungi jempol, karena di satu sisi mengangkat nama band tersebut keperingkat lebih tinggi sementara di sisi lain mengukuhkan keberadaan Musica dalam peta industri musik tanah air.

Boleh jadi, ini berkat perjuangan besar dari sang pencetus jenius sosok dari Yamin (Ceng Li) Widjaya. Sepak terjang sang legenda Yamin Widjaya membuat terobosan baru dengan ide-ide yang luar biasa, diapun melobi sejumlah pelawak dan bintang film kenamaan dijamannya, semisal Rima Melati, Suzanna, Nanny Wijaya, Chitra Dewi, Dicky Soeprapto, Alwi, Udel, Cepot, Us Us, Alice Iskak, Kwartet Jaya (Ateng, Iskak & Eddy Sud)& Oslan Husein cukup membawa harapan baru bagi penikmat musik indonesia. Kebersamaan mereka di kubu Eka Sapta adalah sebuah kombinasi terhebat yang pernah dimiliki group ini, mereka dilibatkan di sejumlah rekaman Long Play / Piringan Hitam dan serangkaian pentas kolosal yang dinamai “Malam Gerak & Lagu”. Yang menariknya pada masa itu, pagelaran ini menawarkan konsep Orkestra, Fashion Show, Operet, Dance Group, Drama, Komedi, Tari & Lagu. Untuk pementasan yang berdurasi 1,5jam s/d 2,5jam ini, bahkan menjadi acara favorit penggemarnya dan sangat dirindukan banyak orang dijamannya. Dengan mengusung konsep paket seperti ini, Eka Sapta tidak hanya mengeksploitasi kemampuan seni bintangnya tapi ia juga mempengaruhi begitu banyak seniman musik lainnya. Sekedar mengingatkan, pada tampilan Swara Mahardhika-GSP & PAPIKO pada era 70-an atau variaty show yang dikenal sekarang ini.

Sejarah Eka Sapta- 1960,
 Kelahiran Eka Sapta bercikal bakal dari Leading Star, kelompok band beraliran Rock & Roll yang terbentuk tahun 1957. Dengan dikomandani Soewardjo seorang karyawan kantor imigrasi Jakarta, band ini beranggotakan delapan orang yang terdiri dari Benny Mustafa, Julies Fiolle, Nicko Fiolle, Ireng Maulana, Kiboud Maulana, Darmono, Mulyono & Eddy Tulis. Pada 1960, Leading Star merilis album yang mencetak beberapa lagu hits, seperti “Surat Undangan, Buana Sera dan Cangkurileung”. Namun agaknya, sukses lagu-lagu mereka tersebut malah menghentikan langkah group ini untuk terus berkiprah. Grup band ini vakum (sampai saat sekarang) di usianya yang masih belia karena sang vokalis (Julies Fiolle) lebih fokus mengorbitkan penyanyi baru yang tak lain istrinya sendiri, Joke Simatupang. Akhirnya, personil eks Leading Star masing-masing mencari jalan sendiri-sendiri dan selebihnya membentuk group band seperti Quinta Nada (Jazz) & Young Boys (Rock). Suatu hari, datanglah sang Yamin (Ceng Li) Widjaya bersama Bing Slamet lalu merekrut Idris Sardi, Itje Kumaunang & Kamid. Mereka disandingkan dengan beberapa nama musisi eks Lading Star yang terpilih, antara lain Benny Mustafa, Ireng Maulana, Mulyono, Kiboud Maulana, Darmono & kemudian Eddy Tulis menyusul bergabung menjadi kelompok Eka Sapta yunior, mereka bertekad membangun band ‘Eka Sapta generasi pertama (Senior)’. Kehadiran Bing Slamet sebagai otak utama di Eka Sapta adalah benar-benar tokoh dalam berbagai hal, bahkan menjadi aktor musikal hebat yang dikenal sebagai ‘Host, Musisi, Penyanyi, Pelawak & Film’ yang tak tergantikan hingga akhir hayatnya. Pada awal karier group ini, adalah sebuah band Instrumental yang sering memainkan lagu-lagu The Ventures & The Shawdos versi lagu-lagu indonesia di sejumlah pertunjukan lokal. Setahun kemudian group inipun menghasilkan debut album Long Play (LP) berukuran kecil pada lagu ‘Pengembara, Gambang Suling & Tirtonadi’ sangat populer dan laku keras dan disukai dijamannya.

Walaupun demikian, Eka Sapta terlanjur banyak orang menganggap sebagai Group Band The Ventures & The Shawdos-nya Indonesia. Kemudian, group inipun menunjukkan kekuatannya memampaatkan kesuksesan album pertamanya untuk promosi dan menggelar tour keliling yang melelahkan disejumlah provinsi di indonesia. Eka Sapta membuktikan bahwa, segala kekurangannya telah menjadikan sempurna dimata penggemarnya dan semakin disegani kehadirannya dalam industri musik di indonesia. Bisa dibilang, lagu-lagu hit Eka Sapta di tahun ‘60-an sangat menakjubkan dan memberi pencerahan bagi pencintanya seperti persembahannya pada lagu ‘Burung kucica, Tanda Tanya, Kasih Remaja, Sampai Akhir Hayat, Pohon Beringin, Rintihan Kalbu, Giman & Bing Bernyanyi & Dewi Amor’. Group inipun membuat terobosan dengan serangkaian kolaborasinya dengan sejumlah penyanyi papan atas dan penyanyi pemula sebut saja Ernie Djohan, Lilies Suryani, Aida Mustafa, Liesda Djohan, Rita & Nita, Tom & Dick, Maya Sopha, Tuty Ahem, Alice & Ireng, Yantie Bersaudara, Tiga Dara Sitompul, Dudy Iskandar, Rosa Lesmana, Diah Iskandar, Vivi Sumanti & Frans Daromes dilibatkan dalam serangkaian show maupun Rekaman LP/PH. Kesohoran nama group ini tidak hanya terkenal di seluruh nusantara, keharuman namanya tercium oleh pemerintah indonesia rezim Orde Lama sehingga Benny Mustafa & Ireng Maulana ditunjuk menjadi duta indonesia di “Indonesian New York World’s Fair - 1962” sebagai pekerja membantu membangun faviliun Indonesia sedangkan Bing Slamet & Idris Sardi sebagai duta kesenian di tempat yang sama selama dua tahun. Tetapi hal tersebut tentunya tidak membuat Yamin Widjaya kehilangan akal mengisi kekosongan Eka Sapta, maka ia menggandeng musisi-musisi hebat lainnya seperti Enteng Tanamal, Rully Djohan, Papo Parera, Dicky Prawoto, Ronny Makasutji & Hengky Makasutji. Sedangkan, Jopie Item bergabung dengan ‘Eka Sapta generasi kedua (Yunior)’ baru terwujud di tahun 1969 menggantikan posisi Itje Kumaunang yang bertolak ke Belanda. Sejak itu, keberadaan Eka Sapta yunior mendapat dukungan penuh dari seniornya sehingga mampu mempertahankan ciri khas group ini menjadi sebuah kekuatan dalam lingkungannya. Formasi kedua inipun merekam sejumlah album di Singapura diantaranya ‘Seorang Diri (Cipt.Jessy Wenas), Menanti Kasih (Cipt.Jasir Syam).
Pada awal Tahun’70-an, sebuah momen yang menakjubkan dimana personil Eka Sapta seperti Idris Sardi, Benny Mustafa, Kiboud Maulana & Jopie Item mendapat kehormatan terlibat disebuah film nasional berjudul ‘Tiada Waktu Bicara (No Time For Talk)’ di sutradarai Sandy Suwardi Hasan. Namun yang paling menarik, sepanjang pemutaran film ini tak satupun melibatkan dialog para pemainnya, hanya narasi yang mengiringi gambar - gambarnya saja. Tak kalah menariknya adalah mengomentari keunikan group ini, para personilnya mempunyai hak suara (voting) dalam memilih lagu maupun mengaransemen musiknya yang tidak dilakukan dengan group-group lain dimasanya seperti Arulan (Pimp.Syahrul Bayumi), Kus (Koes) Bersaudara (Pimp.Tonny Koeswoyo), Panca Nada (Pimp.Enteng Tanamal) & Aneka Nada (Pimp. Guntur (Mas Tok) Soekarno Putra). Terlepas semua itu, ternyata pengertian Eka Sapta dibawah pimpinan Sapta Tunggal adalah group ini dipimpin oleh para personilnya dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai pemimpin.

 Reuni Eka Sapta- 2008,
 Pertengahan 2007, menjadi saat bersejarah bagi Eka Sapta. Karena ditahun itu Benny Mustafa mengadakan pembicaraan khusus dengan pemilik Musica Studio yaitu Indrawati (Acin) Widjaya untuk mengumpulkan kembali anggota-anggota group ini. Oleh sebab itu, karena visi dan misinya adalah penghormatan kepada sang penghibur sejati Yamin Widjaya yang tak lain adalah ayah dari ibu Acin dan pendiri PT. Musica Studio’s, begitu juga sebagai produser dari Eka Sapta di jaman lalu. Menurut Benny Mustafa, “Kepedulian ceng li (Yamin Widjaya) kepada kami-kami dahulu tidak akan terlupakan, atas dasar inilah om kembali hidupkan group ini agar supaya masyarakat sekarang perlu mengetahui sekiranya para personil Eka Sapta hingga saat ini masih hidup?”. Sejak pertemuan itulah, personil Eka sapta dikumpulin lagi diantaranya terdiri dari Idris Sardi (Biola), Benny Mustafa (Drum, Perkusi), Kiboud Maulana (Guitar, Synthesizer Guitar), Ireng Maulana (Guitar) & Jopie Item (Lead, Bass, Acoustic & Synthesizer). Sesuatu yang unik dilakukan Musica bersama team A&R (Artis & Repertoire) dalam memproduksi album Reuninya Eka Sapta bertajuk, “A Musical Journey of 3 Generations” adalah sebuah proses yang panjang baik dalam pemilihan lagu maupun penyanyinya. 

Yang menarik di album ini adalah melibatkan peran anak-anak dan cucu para personil Eka Sapta diantaranya, Lukman Sardi (lagu Kunanti Jawabanmu & Kau Harapanu) anak dari Idris Sardi, Ali Coboy (lagu Seorang Diri & Kau Harapanku) anak dari Benny Mustafa, Audy (lagu Janji Kasih & Kau Harapanku) anak dari Jopie Item, Andrea Maulana (lagu Menanti Kasih & Kau Harapanku) anak dari Ireng Maulana, & Karis Bing Slamet (lagu Permata Bunda & Kau Harapanku) cucu dari Bing Slamet. “Kami mencoba konsep lain yang lebih berkarakter yaitu, mengangkat turun temurun para personil group ini. Tujuannya, supaya kolaborasi persembahan Eka Sapta kali ini dapat dinikmati juga anak-anak jaman sekarang”, tutur sang A&R, Anasthasia di markasnya Pancoran- Jakarta. Walaupun, didalam album ini semuanya adalah rentetan lagu yang didaur ulang namun semakin enak didengar dan mudah dicerna dari berbagai kalangan. Sementara itu, proyek idealisme ini adalah mendedikasikan dua-duanya yaitu Studio Musicanya sendiri dan Yamin Wijaya untuk industri musik indonesianya. Kehadiran album ini, adalah memampaatkan momen AMI Awards 11 th 2008 (Jakarta 15 April 2008) yang dianugerahkan Legend Award kepada Yamin Widjaya.

Yang pasti di ajang ini, Eka Sapta merasa punya kesempatan promo album terbarunya sekaligus melepas kangen kepada para penggemarnya yang tetap menyambutnya dengan suka cita. Terbukti lewat pertunjukan sang legendaris ini, mengusung lagu instrumental berjudul Putih-Putih Si Melati bersanding dengan band-band generasi muda semisal Nidji, Letto & Samsons, group ini masih memukau dengan persembahan nuansa masa lalu. Begitulah perjuangan ekstra dari PT. Musica Studio’s, sudah mengenalkan bahwa di tahun 60an ada sebuah kelompok yang terdiri orang-orang hebat di musik, sepatutnya diabadikan namanya sebagai supergroup yang pernah dimiliki indonesia dahulu….HINGGA KINI dan SELAMANYA!.

JASJIR SJAM



JASJIR SJAM lahir di Sawah lunto-Sumatera Barat, 22 Maret 1943, masa kecilnya hanya sebentar menikmati panorama Rumah gadang yang bertebaran dimana2 karena usia 7thn harus rela melepaskan semua kenangan tentang ‘gunung,sawah,sungai,pohon dan handai tolan’ untuk mengikuti ayahnya H.Sjamsuddin Sutan Mangkuto Sati & ibu Hj.Jaunah Binti Thaher ke Tanah Jawa. Ayahnya yang seorang pegawai pemerintahan menjabat sebagai dirut dimasa thn.1969 itu sudah pensiun dan hijrah ke ibu kota Jakarta dan Jasir Sjam kecil disekolahkan ke Bandung bertepatan saat terjadi sejarah keganasan Westerling dibeberapa daerah dan keluarga ini tinggal di hotel Prianger- jl.Afrika Selatan sebelum menempati rumahnya di jl.Aceh- Bandung Selatan (bertetangga ayah Elfas Secoria).

Dalam usia 13tahun sudah menulis lagu ‘Menanti’, sayangnya lagu ini belum terekam hingga hari ini, namun saat SMA sdh menjadi ajang keluar masuk sebagai personil dibeberapa Band yang tersohor di Bandung dimasa itu, seperti: ‘Tole Ale, Bhineka Ria dan sering mengikuti show2 dibebearapa daerah Jawa. Suatu hari saat show di suatu hotel di bandung mendampingi artis ibukota dan para seniman jazz ‘Jack Lesmana,Kiboud Maulana, Salanti Bersaudara, Mus Mualim dan Jasir Sjam sbergabung di grup Eddy Karamoy (freelance) sebagai Home Band mendampingi penyanyi Ibu kota Jakarta dan secara diam2 artis2 ibu kota ini merekam lagu ‘Nita Sayang/ ciptaan Jasir Sjam’ lewat speaker yang dinyanyikannya bersama ‘Oce Sapulette’, konon ceritra duet mereka ini disebut2 sebagai Everly Brothers made in Prahyangan.
Suatu hari Jasir Sjam dibuat berang saat mendengar lagu ciptaannya dinyanyikan ‘Salanti Bersaudara -Nita Sayang/cipt.Jasir Sjam’ dan direkam dalam bentuk piringan hitam (Plat) diperdengarkan dimana2 dan menjadi popular diradio2 dimasa itu. Akhirnya diputuskannya untuk bertolak ke Jakarta dan menuntut di Irama Records milik mas Yos dan terkejut juga berjumpa kembali Jack Lesmana lalu jasir sjam diajak berbahasa Belanda ‘menawarkan kerja sama’ sehingga niat untuk menuntut malah lupa segalanya. Jasir sjam akhirnya ditawari bekerja di irama records dengan royalti pembayaran Rp.2,500,- (dua ribu lima ratus rupiah) per-tahun untuk setiap lagu ciptaan. Tahun.1965 Jasjir Sjam ditawari bergabung di orkes Bayu/pimp.Papo Parera dan menelorkan penyanyi Ida Royani album Dinamika/cipt. Jasir Sjam saat itu Ida Royani usianya baru menginjak 11thn dan lagu ‘Bintangku/cipt.Jasir Sjam menjadi hits’. Keberhasilan Album Ida Royani tak membuat nama Jasir Sjam terangkat naik bahkan kesepakatn royaltipun tertahan dengan seribu janji palsu dan melihat gelagat kurang sehat dari Irama records membuat jasir sjam memilih hengkang mencari studio baru untuk sambut hari depannya.

Thn.1966, Jasir Sjam sudah bergabung di Remaco studio sebagai pencipta lagu untuk dibawakan Ernie Djohan lewat persembahannya ‘Merpati’ iringan Zaenal Combo dan oleh Zaenal Arifin memintanya bergabung sebagai gitaris. Selama di Remaco dia menangani banyak hal dari mencarik artis penyanyi baru, melatih vokal dan serabutan diterimanya dengan ikhlas, sejumlah penyanyi papan atas saat itu seperti Anna Mathovani, Bob Tutupoli,Tety Kadi, Ernie Djohan, Ida Royani, Titiek Sandhora dll adalah anak didiknya yang sudah ditangani untuk penata vokalnya. Keuletannya sebagai pekerja distudio cukup keras dan disegani sama anak2 band seperti Buana Suara, The Disc, Electrik dan Band 4 Nada (sebelum era A Riyanto) sering dikumpulkannya untuk sesi rekaman bersama penyanyi solo. Memasuki tahun 1971, Jasjir Sjam merasa hatinya tercabik2 saat tervonis dan difitnah salah seorang operatornya bahwa jasir sjam menggelapkan uang solar dan menerima iklan ‘Zip Top, Susu SNM’ diluar sepengetahuan bos dan tercetus omongan dari Eugine Timoty ‘ Bila si Jasir Sjam keluar, maka 1000 Jasir Sjam lain akan datang sebagai penggantinya’, yang mana merasa selama ini kesabarannya tidak ditolerir lagi dan tidak mempertanyakan lagi keloyalitasannya masuk kerja dari jam.10,00 pagi dan baru pulang jam 05,00 dinihari dan berlanjut setiap harinya. Jasir Sjam sering melupakan waktu untuk berleha2 kumpul bersama keluarga, tapi malah sebaliknya diperlakukan tidak adil dan ingin memberi pelajaran dan pembuktian omongan tersebut apa iya setelah Jasjir Sjam keluar apakah akan datang 1000 Jasjir Sjam-Jasjir sjam lainnya yang bisa tangani Musisi, Penyanyi, Aransemen Lagu dan Pelatih vokal?, ‘kita lihat saja nanti’ gumam Jasir Sjam.

Setelah menerima penghargaan atas lagu ‘Merantau’ yang dinyanyikan Titiek Sandhora sebagai lagu favorit Puspen Hankam ABRI-thn.1971, beberapa hari kemudian setelah ajang ini maka Jasir Sjam memutuskan hengkang untuk tidak lagi berkutat di studio recording dan memilih hijrah ke Bangka Belitung sebagai pekerja di ‘PN Timah’ dan sebagai langkung (sejenis training) dipulau Belitung. Baru beberapa bulan di pulau ini datang artis top ibu kota show dan bertemu Bing Slamet marah ‘ngapain loe dipulau ini disaat namamu sedang jaya-jayanya, mending elo kembali ke jakarta’ dan Jasir Sjam harus kembali lagi ke jakarta karena menerima surat panggilan dari radio RRI untuk menerima penghargaan atas lagunya ‘Putus Cinta Dibatas Kota penyanyi Titiek Sandhora menjadi juara I dan menjadi juara harapan untuk Lagu yang terinspirasi kisah cinta antara Yul Chaidir dari radio RRI pusat dengan gadis penyiar radio RRI Padang berjudul ‘Tiada Putus Tiada Akhir’ masih dengan penyanyi Titiek Sandhora dalam ajang Puspen Hankam ABRI 1972. Jasir Sjam bertolak lagi ke Bangka Belitung meneruskan pekerjaannya dan mendengar kabar bahwa penyanyi solo dan home band mati suri berimbas dengan kehadiran grup band-band seperti ‘Koes Plus, Panber’s, Bimbo, D’lloyd, The Mercy’s, Madesya Group’,dll.

Sekembali di jakarta, Jasir Sjam mendirikan studio yang diberi nama ‘Sanggar Janur’ yang diambil dari potongan namanya dan istrinya dari ‘Jasir Sjam & Nurwaty’ di kediamannya ‘Pemulang Bukit Indah Blok C.I/No.17 mengajarkan vokal dari anak-anak sampai dewasa. Yang unik dari Jasir Sjam calon murid2 harus ditest terlebih dahulu dengan syarat sbb: tentang, apakah ‘sumbang/fals, ketinggian nada, bakat,kemauan keras’ dan bila sdh memenuhi syarat tersebut maka murid tadi akan diajarkan sama seperti rumah sekolah2 atau akademi yang mengajarkan ‘vokal,menerima teori, praktek dan ulangan’. Terbukti anak2 didiknya sudah banyak yang berhasil semacam Dina Mariana,Iis Sugianto, Sundari Sukotjo,Hetty Koes Endang,Titiek sandhora, Tanty Josepha, Harvey Malaihollo,Melky Goeslow, Aria Junior,Vivi Sumanti, Arie Koesmiran, Melky Goeslow, Usman Bersaudara yang dijumpainya sedang mengamen di Blok S dll. Jasjir Sjam sebagai putra bangsa yang hidup dari senimannya sudah hasilkan lebih dari 400 judul lagu, lagu yang masih bertebaran direkam ulang oleh banyak penyanyi masih terdengar, seperti: ‘Manis & Sayang, Merantau,Kupergi jauh, Nona Tanpa Nama,Kerinduan,Hilang Tak Berkesan, Apa Salahku,Jangan Kau Rayu, Rato Denai,Panggilan Desa, Selamat Tinggal kampung Halaman, Mencari,Dia Kukenang, dll’. Jasir sjam sudah banyak memberi ilmu dan sudah menghantarkan muridnya ke gerbang sukses, sebagai guru tentunya merasa bangga melihat para muridnya sukses dan berharap kelak akan mengingat dimana mereka dulu pernah mendapatkan ilmu tersebut dan akan kembali mengucapkan ‘terimakasih’ untuk ilmunya sebelum sang guru Menutup Mata terakhirnya..

Bila kita kembali dimasa keEmasan karya2 seorang sang jenius seperti JASIR SJAM, maka kita akan selalu mengenang seniman ini yang syarat dengan prestasi dan pengabdiannya mengangkat beberapa nama sejawatnya menjadi lebih populer melebihi namanya sendiri, sebut saja 'Titiek sandhora, Tanti Josepha, Harvey Malaihollo,Iis Sugianto, Vivi Sumanti, Usman Bersaudara, Dina Mariana, Melky Goeslow,dll. Namanyapun terpatri sebagai seniman yang memberi peluang beberapa musisi mendapatkan tempat dihati masyarakat, lihatlah Duo Kribo, duet Titiek Sandhora & Muchsin dan masih banyak lagi nama2 yang mengisi lembaran sejarah peta musik indonesia ini. Sudah sering kita hadir diundangan para Musisi dan penyanyi solo menggelar Konser di tempat2 besar dan megah tanpa sedikitpun menoleh kebelakang para pencipta era Jasir Sjam,Yessy Wenas, dll, seyogyanya mereka masih punya hits2 yang melegenda dengan para penyanyi yang masih hidup sebagai saksi hidupnya saat masih merasakan kejayaannya. Wahai para EO apakah karya2 seniman semacam Jasir Sjam tak layak diangkat kembali untuk diberi kelayakan ditempat teratas dengan lagu2 dan penyanyi Asli untuk sebuah konser sebelum 'Menutup Mata Terakhirnya' ingin kembali mengenang lagu2nya dimasa dahulu untuk terakhir hidupnya agar 'tidur panjangnya dengan senyum kemenangan bahwa Bangsa dan Negaranya masih pedulikannya'.. semoga niat ini terketuk hati para dermawan yang menggilai konser2 tunggal penyanyi/Musisi papan atas Lokal dan Mancanegara agar mengenyampingkan egonya dan melirik para komposer masa lalu dan saya pastikan bukan saja pundi2 Amal yang kalian dapatkan tapi pundi2 keuntungan dan pujian pasti bersambutan, Semoga...Amin YRA

TITIEK SANDHORA & MUCHSIN ALATAS







TITIEK SANDHORA & MUCHSIN ALATAS..

TITIEK SANDHORA...Lahir di bentar, Bumi Ayu-Jawa tengah, 20 january 1954 adalah seorang artis berbakat temuan Jasir Sjam saat mendapat mandat dari pak 'Eugine Timoty' bos Remaco mencari penyanyi2 baru, insting om Jasir Sjam benar2 luar biasa saat menemukannya di Kota SOLO saat sdg bernyanyi dipanggung pertunjukan pinggir jalan salah satu hajatan pernikahan dan meminta untuk menemui Jasir Sjam di hotel Merdeka-SOLO. Singkat ceritera Titiek Sandhora bersama ibunya mendampinginya ke jakarta dan dengan kesabaran hati Jasjir Sjam menggembleng menjadi penyanyi sehingga saat audisi di Remaco studio dinyatakan 'Lulus' bertepatan sebagai kado hadiah Ulang Tahun usia ke 'lima belas'nya.

Mulai melempar album perdananya tahun 1969 'Si Boncel/cipt.Jessy Wenas & Ku Pergi/cipt.Jasjir Sjam. Debut albumnya sungguh luar biasa, penyanyi anak asuhan Jasjir Sjam sangat menghipnotis pecinta musik pop dijamannya selain berambut panjang mana cantik lagi orangnya 'begitu pujian sll datang padanya. Berlanjut album keduanya Merantau/cipt.Jasir Sjam, kembali membuktikan kemampuannya untuk bisa menjadi penyanyi populer dan bukan hanya sebagai biduan berwajah cantik tapi juga bersuara merdu. Namun tak semua penggemar atau Media mengetahui, bahwa ayahnya pak 'Sutjipto' adalah seorang tentara yang pernah bertugas di negara Afrika di Konggo dalam tugas membela Negara disuatu daerah bernama 'Sandhora' tepat saat Titiek Sandhora dilahirkan kedunia dan menyematkan nama 'Sandhora' didepan namanya UMIATI SANDHORA. Kemudian oleh Jasjir Sjam menambahkan TITIEK untuk mengganti Umiati menjadi TITIEK SANDHORA untuk tujuan komersial karena melihat diwajahnya banyak bertebaran Tahilalat yang jumlahnya ada 13biji.  Titiek sandhora sudah meraih sukses dengan sejumlah album solonya, seperti:  'Si Jago Mogok, Micoma, Fujiyama,Tante Cerewet, Boleh-boleh Jangan, Si Cantik Jelita, Sayonara,Di Tepi Danau Toba, Potong Padi, Putus Cinta Di Batas Kota, Mencari,  Lotto Harian,dll.  

MUCHSIN ALATAS.. adalah penyanyi dari kota Makassar di Sriwijaya Group milik keluarga besar Bajumi Wahab, sehingga suatu hari diajak seorang kapten kapal Angkutan Penumpang ‘Sriwijaya Raya Line  milik ayah Sjahrul G Bajumi yang kepincut suaranya dan membawanya ke Jakarta untuk bergabung di Band ARULAN/Pimp.Jarzuk Arifin (Sjahrul G Bajumi sudah ke Amerika) pada tahun 1968 dan tidak lama kemudian merekam Album ‘Merana’ yang mengangkat naik nama Muchsin Alatas di peta Musik Indonesia.  Serangkaian show spektakuler bersama Band ARULAN menjadikan kolaborasi tiada sanding tiada banding dan sudah merambah keberbagai Nusantara dan Nama Muchsin Alatas saat itu selalu disandingkan dengan Broery Pesolima satu panggung sehingga memberi nilai tambah untuk Band Arulan tentunya. Begitu pula ada kisah yang sangat luar biasa untuk dikenangkan saat pertunjukan show Muchsin dan Elya Kadham lewat lagu India ‘Sawan Ka Mahina, konon duet panggung ini mampu menghipnotis  masyarakat India di Indonesia tumplek memenuhi show mereka dan kabarnya Toko-toko Pasar Baru semua Tutup  dan ramai-ramai hanya untuk menyaksikan duet ini. 


Berkat tangan dingin Trio pencipta lagu Jessy Wenas, Jasir Sjam dan A Riyanto, penyanyi  Titiek Sandhora kemudian melaju menjadi penyanyi solo yang mampu menembus gawang penyanyi-penyanyi solo terdahulunya, seperti Ernie Djohan, Neneng Salmiah,Tuty Subardjo, Aida Mustafa, Lilis Suryani, dll.   Tidak begitu lama, perusahaan Remaco mencoba mengawinkan si Raja Pop Indonesia  dari Makassar bernama Muchsin Alatas yang mengawali karir musiknya di Band ARULAN dan sudah populer lewat Merana, Hainun, Terseduh-Terseduh  disandingkan bersama si Ratu Pop Indonesia Titiek Sandhora  dengan sejumlah lagu-lagu yang luar biasa populer dan disukai Masyarakat  Indonesia dan Negara Tetangga. Lagu seperti: Pertemuan Adam dan Hawa, Dunia Belum Kiamat, Hatiku Hatimu, Percaya Harapan & Cinta, Hati Pengembara, Saling Percaya, Tanggung Bulan, Burung Murai, Bon, Pegang-Pegang Tali, dll.

Mengawali tahun 2014, kehadiran pasagan ini memberikan inspirasi kepada insan Televisi, bahwa: ‘Hanya kekuatan cintalah yang mampu membuatnya bertahan, karena mereka saling menghargai dan saling memberikan yang terbaik bagi kekurangan dari masing-masing pasangannya’.  Stasiun-stasiun Televisi yang biasanya alergi memunculkan para artis senior karena sudah jadul, tapi pengecualian pasangan ini muncul berturut-turut diAcara berGengsi di Televisi Swasta seperti: ‘Overa Van Java-TRANS,  Bintang Tamu di acara konser Wali di SCTV, Campur-campur- ANTV, Famili 100-NET, D’Terong Show-INDOSIAR,dll.

Baru saja (tahun 2014), pasangan ini kembali berakting di Sinetron FTV diTelevisi  adalah bukan sesuatu yang baru  bagi Titiek sandhora maupun Muchsin, Jauh sebelumnya di masa nama mereka Populer di Tahun 70’an sebagai penyanyi, dunia akting telah menyeretnya ke Layar Lebar dengan serangkaian Film-film yang ditunggu pencintanya, seperti:  Dunia Belum Kiamat, Bundaku Sayang, Lagu Untukmu, Kasih Sayang, Permata Bunda, Ali Topan Anak Jalanan. Bahkan Titiek Sandhora pernah berAkting bersama Christine Hakim sebagai Pemeran Utama di Film ‘Surat Undangan ditangani sutradara Ishaq Iskandar pada Tahun.1975.

Kini Titiek Sandora bersama suaminya 'Muchsin Alatas' hidup bahagia bersamaPutra-Putri tercintanya ‘Bobby, Beby, Bella’ dan ditemani keceriaan cucu-cucunya dan tetap menjadi sebuah 'ikon' untuk percontohan keutuhan Rumah Tangga yang sehat dan tentram tak pernah tergoyahkan. Kehadiran duet Titiek sandhora dan Muchsin alatas dimasa dulu dan sekarang tetap menjadi sebuah ikatan kekuatan cinta dari awal pertemuan 'Adam dan Hawa' hingga hari ini masih tetap mengikrarkan jalinan kasihnya hingga maut terpisahkan sampai 'Dunia Belum Kiamat...Amin

THE GEMBELL’S



THE GEMBELL’S

Grup lawas ini sudah terbentuk sejak tahun 1969 atas prakarsa seorang pemuda kelahiran Tarutung,Sumatera Utara, 4 oktober 1944 yang bernama ‘Dohar Victor Maruli Nasution Gelar Mangaraja Sri Daulat’ atau dikenal nama Victor Nasution. Bakat seni yang mengalir ditubuhnya ternyata dari orang tuanya ‘Emanuel Nasution Gelar Sutan Sri Alam & Ibu Deokkur Siregar’ yang menguasai musik Biola dan seni suara, keluarga bangsawan dari Tapanuli Selatan ini sudah meninggalkan tanah Batak dan merantau ke tanah Jawa sejak tahun 1950an dan menetap di kota Bogor. Victor Nasution melanjutkan sekolah SMAnya di kota Surabaya mengikuti abangnya ‘Donar Effendy Nasution’ yang juga seorang Tokoh Gereja HKBP, disinilah kekuatan seninya terhimpun bagi jiwa seorang Victor Nasution untuk mengawalinya dan membentuk THE GEMBELL’S akronim dari ‘Gemar Belajar‘ tapi sayangnya para personilnya tdk pernah solid hingga akhirnya baru Thn 1970 ‘The Gembell’s’ benar-benar menemukan arti nama keSETIAan para personilnya ‘berIkrar’ sampai benar-benar The Gembell’s dinyatakan Bubar secara tidak resmi. Akhirnya tahun 1987 adalah tahun dimana The Gembell’s benar-benar ‘non aktip’ tapi belum dinyatakan bubar secara resmi, karena para personilnya masih ‘solid’ sering diundang dan tetap masih mengusung nama The Gembell’s bila sang pentolan Victor Nasution terlibat kembali atau sebaliknya bila hanya peronilnya saja yang show disuatu tempat mereka tidak memakai nama The Gembell’s. Kali ini penulis mengulik kisah sejarah perjalanan dari salah satu Grup Band bersal dari kota Surabaya untuk dicatatkan sebagai Legendaris di musik indonesia.

THE GEMBELL’S, sudah menemukan personil yang sudah sehati, mereka terdiri al : MINTO/Drum, RUDY/Gitar, ABUBAKAR/Bass, ANAS ZAMAN/Keyboard dan VICTOR/Gitar,Vokal. Hebatnya grup ini langsung hijrah ke Negara Singapura dan bila malam hari show disejumlah Nigt Club seperti ‘People, Western Point Garden, Malaysia Hotel, dll dan bila siang hari mengisi acara2 Pesta Pernikahan dan pesta-pesta anak-anak muda, hingga merambah ke negara Malaysia,Kuala Lumpur selama ‘dua’ tahun dengan masa kontrak masing-masing ‘tiga’ bulan. Sekembali ke tanah Air, The Gembell’s langsung memasuki dunia rekaman di studio Indra Records dengan album perdananya ‘Pahlawan Yang Di Lupakan/ cipt.Victor N& Anas Zaman’ cukup memberi dampak di musik indonesia dimana dimasanya diakuinya grup ini sebagai band pertama yang rekaman dari kota Surabaya. Ide awal dari lagu ini, menurut sang pentolannya karena ingin membuat sesuatu yang lain dari yang pernah ada di grup band-band saat itu mengusung tema cinta –cintaan maka lahirlah tema baru mengangkat realita kejadian sesungguhnya saat show di kota Jogyakarta. Victor Nasution berceritra bahwa lagu perdananya terinspirasi seorang pengamen tua yang sedang main kecapi memakai seragam veteran lalu ditanyakan ‘kenapa bapak berpakaian hijau-hijau layaknya seorang pejuang? dan pengamen tua menjawab ‘saya adalah dahulunya seorang pejuang tahun 45 nak, untuk menyambung hidup terpaksa saya mengamen’- ”Mereka buta terlalu buta, Dan kau tak sempat nikmati semarak negaramu, Mereka buta terlalu buta, Dan kau seorang pahlawan yang di lupakan”. Album ke ‘dua’ menyusul ‘Balada Kalimas/cipt.Anas Zaman&Victor , lagi2 tema yang diusungnya adalah kisah sejarah asal- usul kota ‘Surabaya’ yang menceritrakan tentang perseteruan ikan SURA (sejenis ikan Hiu) & Buaya di sungai Kalimas. Kemudian The Gembell’s lagi2 membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dibuat berang oleh tema yang diusung anak-anak dari grup ini lewat album ke ‘tiga’ lagu ‘Hey Dokter/cipt.Anas Zaman – “Kau menampakkan dirimu, Namun acuh berlalu, Hambar Wajahmu menghianati, Kau alpakan akan sumpahmu”, tapi Victor naution menjawabnya dengan apa adanya bhw yang dirangkai dalam lagu ini adalah kisah nyata perlakuan dokter yang menyimpang dari tugas yang sebenarnya terhadap pasien yang tidak mampu.

The Gembell’s muncul persembahan ke ‘empat’nya – Surapati Wiranegara/cipt.Victor Nasution adalah masih tema kepahlawan kota Surabaya yang dikenal sebagai kota Pahlawan tokoh ‘Untung Surapati’ adalah pahlawan dari kota Malang-Jawa Timur, kemudian muncul di album ke’lima’- Si Munafik/ cipt.Victor Nasution, mengambil tema Narkotika diambil dari kisah terjadi seputar teman2nya pada tahun.1977. Ada kisah menarik yang penulis ceritrakan bahwa album volume.5/produksi Indra record dari The Gembell’s berjudul ‘Peristiwa Kaki Lima/cipt.Victor Nasution, gara-gara lagu ini mereka dipanggil oleh Walikota-Surabaya karena mereka dengan gamblang mengkritik penggusuran pedagang Kaki Lima di jalan.Sono Kembang-Surabaya dan ber-akibat lagu tersebut dilarang mengudara di Radio RRI-Surabaya. Kemudian The Gembell’s selalu menghadirkan ragam tema seperti lagu2nya ‘Singosari/cipt.Victor (Vol.6/Remaco), Pemuda Sasat/cipt.Victor Nasution (Vol.7/Nirwana), Gusti Ayu/Victor Nasution (vol.8/Nirwana), Jangger Bali (Vol.9/Nirwana) dan menyelesaikan album Pop Melayu ‘dua’ volume di Remaco maupun album The Best Of The Gembell’s’ produksi Sangsaka Records. Victor Nasution menambahkan bahwa sampai dengan hari ini para personil dari The Gembell’s masih diBerkati umur panjang dan masih beraktivitas dimusik hanya saja berdomisili dikota Surabaya dan sesekali sang pentolan ini memenuhi undangan Walikota & Gubernur menyambut hari Pahlawan 10 November kota Surabaya, karena Grup ini sangat dikenal sebagai pelopor lagu-lagu tema ‘Pahlawan dan Protes’ , hingga jejaknya diikuti para seniman lainnya. Victor Nasution sendiri berceritra bahwa thn.1987, The Gembell’s sudah tidak aktif sehingga sang pentolan memilih pindah ke Jakarta dan mengelolah studio rekamannya yang di Jln.Asem-Cipete, Jakarta Selatan ‘Sangsaka Records’ dan sudah menangani banyak artis penyanyi yang merekam suaranya seperti ‘Atiek CB,Johan Untung, Micky Jaguar dll, hingga akhirnya benar-benar studio Sangsaka Records 'tutup' pada tahun 2000.

Sekarang ini, Victor Nasution sedang menghabiskan masa tuanya di kota Bogor yang sejuk dan mengurusi ‘dua’ cucu2nya ‘Alejo dan Nis Anjeli’ dan mengurus Tanaman Hias peliharaanya, sesekali mengundang beberapa karibnya sesama musisi dan pengamat musik bertandang dikediamannya hanya sekedar bincang2 mengenang masa-masa indah kejayan tempo dulu yang tetap membekas tak terlupakan. Sebenarnya, Victor Nasution sudah merekam kembali album-album hitsnya sebanyak ‘dua belas’ lagu dengan vokal sekarang dan aransement mengikuti pasar tapi tidak membelok kemusik awal The Gembell’s , sebenarnya sudah selesai hanya benturannya di produksi . Rencananya album ini dirangkum dalam ‘special edition’ dan untuk dipasarkan secara Eksklusif, namun karena terbentur dana yang mahal maka ide ‘dua’ tahun lalu tertunda sambil menunggu seorang produser yang benar2 sehati dan seirama untuk mewujudkan impian yang tertunda ini untuk terealisasi supaya gaung The Gembell’s masih membahana seperti sedia kala, Amiiiin.

THE RHYTHM KINGS




THE RHYTHM KINGS

Tiga tahun yang lalu (thn.2009), penulis temui THE RHYTHM KINGS sedang berlatih diStudio & Sekolah Musik FARABI dikawasan Cempaka Mas, JakartaPpusat. Mereka mempersembahkan serangkaian lagu2 The Beatles,Bee Gees, Deep Purple & Santana yang diaransemen ulang menghasilkan ‘Rock & Blus & Sweet Pop’ seperti: Evyl Ways, Wit a Litlle Help For My Friend, How Can You Mend Broken Heart, World Let There Be Love, Down By The River,I’ve Good Dream, Mustang Sally, Put Your Head On My Shoulder & Sweet Heart dan beberapa lagu hit mereka yang diambil dari albumnya seperti: Maafkanlah Beta, & Kau Yang Kusayang(SOLO ‘Mawi Purba). Penampilan shownya di Shubmarine Cafe – The Bezz, Permata Hijau (Sabtu, 10 Mei 2008) membuat audience menikmati persembahannya versi Joe Cocker yang kental dengan blues rocknya. Inilah pemunculan perdananya setelah bebarapa tahun lalu menghilang. Mereka belum kehilangan sentuhan dalam bermusiknya bahkan Rhythm Kings masih menyimpan beberapa permainan pamungkasnya, nama2 persdonilnya The Rhythm Kings formasi sekarang adalah ‘Mawi Purba/Bass&Vocal, Darma Purba/Keyboard II& Vocal, Radja/Keyboard I, Masri/Gitar & Gunari/Drum. Bisa jadi The Rhythm Kings tetap merupakan band ‘Live’ terhebat sepanjang masa.

Awal terbentuk,
Perrtama kali band lokal ini ‘The Rhythm Kings’ terbentuk di kota Medan tahun.1967, mereka sebelumnya beranggotakan ‘Mawi Purba/Bass&Vokal, Mawan Purba/Lead Gitar& Vocal, Reynold Panggabean/Drum & Muchsin/Rhythm’. Awalnya merupakan band pesta-pesta ‘dansa’ diacara2 sekolahan dimasanya. Saat mereka sedang sibuk2nya berlatih, Reynold Panggabean mengundurkan diri dengan alasan karena sulitnya membagi waktunya dengan sederet jadwal aktivitasnya diluar Rhythm Kings. Sesungguhnya pengunduran Reynold di Rhythm Kings jauh2 hari sudah tersiar kabar akan membentuk band bersama keluarga ‘Harahap’ yang kemudian dikenal bernama ‘The mercy’s. Selanjutnya formasi terpenting Rhythm King’s adalah kehadiran Darma Purba/Rhythm,Saxophone&Vokal dan Ayun/Drum menggantikan posisi Reynold Panggabean. Mereka langsung menjemput segudang jadwal show keliling diseputar Sumatera Utara dan Banda Aceh, mereka membuat terobosan bermain dipanggung2 terbuka dan tetap mengandalkan lagu2 ‘Rock’ semisal Deep Purple, Lead Zepplin, Black Sabbat & Santana. Merekapun tak segan2 menempatkan diri sebagai band manis dan berpenampilan rapih bila mengadakan pertunjukan formal diacara2 kampus maupun sekolahan, musik mereka yang diusung adalah ‘Sweet Pop’ sangat diilhami nuansa The Bee Gees didalamnya. Rhythm Kings muncul dengan cirinya tersendiri, mereka menyerap musik dari berbagai jenis selera personilnya ‘Deep Purple, Ray Charles, The Beatles,Joe Cocker, Jimmy Hendrix, Richi Black Moore, Santana & Bee Gees, dll.

Restu Keluarga,
Berbicara mengenai personil ke tiga kakak beradik dari marga ‘Purba, mereka ‘Darma, Mawi & Mawan’ adalah putra dari Wali Kota Medan ‘Madja Purba’ sangat mendukung aktivitas anak2nya dalam berkesenian ‘ beliau melihat musik itu positif dan merespon anak2nya berkesenian’ aku Mawi. Berbeda dengan sorotan keluarga besar dan kolega orang tuanya sangat menyesalkan jalan yang diambil kakak beradik ini, karena menurutnya ‘hidup seniman tidak menjanjikan masa depan’. Namun, justru ketiga kak beradik ini punya ‘trik’ tersendiri pembuktiannya menggunakan rumus ‘Tiga M’ yaitu : (1).Menjaga nama baik keluarga, (2).Menjauhi narkotik, (3).Mengutamakan Sekolah. Mereka menunjukan keseriusannya bermusik hanya sebagai pelampiasan’ hoby’ semata dan mereka hanya mewujudkan impian musiknya, bukan mementingkan materi & ketenaran. Karena itulah The Rhythm Kings berani untuk menjadi diri sendiri.

Go International,
Masuknya formasi baru Ucok Purba/Keyboard dan Zulkarnaen/Drum (kini menjadi anggota DPRD Nangro Aceh) menggantikan posisi Ayun/Drum dan Muchsin/Rythm yang mengundurkan diri. Mereka tetap menggelinding tiada tanding dikota kelahirannya, mengungguli nama besar The Mercy’s, Great Season, The Minstrel’s, Free Man, Quintana, The Finger & Destroyer. Walau pergantian personilnya yang terus menerus merecoki perjalanan bermusik mereka, Rhythm King’s tetap memiliki daya pikat membangun dirinya menjadi group vokal yang terbaik dikotanya. Kesuksesan musisi Indonesia menembus Singapora seperti nama ‘ AKA,The Rollies, The Steeps, Rhapsodia, Yeah Yeah Boys & The Peels’ yang lebih dulu menjajal pentas di negara tetangga. Demikian juga nama Rhythm Kings tidak hanya dikenal dikota Medan, mereka bahkan berhembus sampai ke negara Singa. Kejadiannya disuatu hari, menarik perhatian panitia Singapore yang bertandang ke indonesia dan dikontrak langsung selama ‘tiga’ bulan untuk bermain di Night club Flamingo, mereka juga memperoleh kesempatan menghasilkan LP (Long Play) album kroncong ‘Sitara Tillo (Lagu daerah Tanah Batak) di label Polidor Record. Sekembali mereka di Indonesia , Rhythm Kings melesat pesat tak terbendung ‘tour’ menjelajahi hampir semua daerah Tingkat II di Sumatera Utara seperti Binjai & Pematang Siantar. Sukses pertunjukan ‘Live’ yang diselenggarakan majalah ‘AKTUIL’ di Bandung, mereka kembali menggemparkan lapangan Merdeka & GOR- Medan. Pasalnya, antusias fans panatik mereka rela berdesak2an sehingga terjadi aksi saling dorong yang memicu perkelahian massal dan aksi bakar-bakaran sehingga banyak berjatuhan korban. Demikian pula gaung ketenarannya menembus sampai ke jakarta, sehingga mempengaruhi banyak artis Ibu kota berlomba2 me-request diiringi Rhythm Kings bila show di kota Medan. Tepatnya, musik mereka mengiringi banyak penyanyi Nasional seperti ‘Titiek Puspa,Nasution Sister, Sitompul Sister dan tak luput duet Benyamin S & Ida Royani, dll.

Menghasilkan Album,
Urusan bongkar pasang pemain memang menjadi bagian dari kehidupan sebuah group musisi, Rhythm Kings kembali mengalami pergantian personil di formasi ‘drum’ dengan bergabungnya ‘Yahya/Drum’ menggantikan posisi Zulkarnaen yang mengundurkan diri. Kemudian mereka kembali menerima formasi baru Radja/Keyboard menggantikan posisi Ucok Purba, sekaligus menembus dominasi band Nasional di dunia rekaman. Akhirnya Rhythm kings berhasil melesat dengan album debutnya ‘maafkanlah beta (1970), dilanjutkan Pujaanku(1972) & Aiga(1973/Pop Melayu). Dalam perjalanannya yang singkat mereka mampu membuktikan kalau The Rhythm Kings bukan sekedar band ‘Lokal’ yang hanya bertahta di kota kelahirannya namun mampu mensejajarkan diri dengan group band ‘Nasional’ yang berjaya dimasanya. Sederet jadwal manggung keseluruh pelosok nusantara sambung menyambung dengan jadwal tour dan promo membuat kelompok asal Sumatera Utara ini harus bolak balik Medan-Jakarta. Namun sangat disesalkan, Darma Purba mengundurkan diri karena kesibukannya sebagai dokter gigi sehingga sulit menyelaraskan jadwal show Rhythm Kings yang sangat padat. Pada akhirnya mereka menyelesaikan kontrak album ke empatnya ‘Tidurlah Adikku (1975/Pop melayu), tanpa didampingi sang abang Drg. Darma Purba dan tercatat sebagai album ‘perpisahan’ The Rhythm Kings.

Solo Album,
Nama besar The Rhythm Kings sama sekali sudah tidak terdengar rimbanya, mereka memilih istrihat panjang atau bisa jadi mereka sudah membubarkan diri. Hingga suatu hari, Mawi Purba yang sudah bekerja sebagai PNS Pemda DKI merindukan berkumpul dengan para sahabat2nya sesama anak Medan. Pilihannya ke Studio Lolypop tempat mangkalnya para pemusik Medan seperti Rinto, Erwin & Philips yang membawanya rekaman solo “Wi (Mawi), mau nyanyi nggak?..aku punya lagu untuk kau?, Rinto menawarkan. Rinto Harahap & Romy Katinding sangat optimis pada kemampuan warna suaranya yang sunguh2 baru, jadilah pertama kali muncul pada album ‘Kau Yang Kusayang (1981)’ dan mendapat sambutan hangat pecinta musik mellow dimasanya. Selanjutnya mudah ditebak ketika Mawi kembali membuktikan album solo keduanya ‘Kau Yang Pertama (1982)’, lagi2 mengulang sukses melampaui sukses yang pernah diraihnya. Namun album selanjutnya ‘Cintaku & Cintanya (1983) & Setulus Hatiku (1984), kurang berhasil dipasaran yang konon selain kurang promosi Mawi-pun sdh tidak bisa meninggalkan pekerjaannya yang sangat menyita ke Artisannya. Terlepas dari keArtisannya, Ir Mawi Purba semakin di kenal para relasinya sebagai seorang pejabat Pemda PU (Pekerjaan Umum) yang jauh dari tepuk tangan, tapi baginya sama saja dengan riuh bunyi Martil dan Sekop seperti menimbulkan irama nyanyian.

Bangkit kembali,
Setelah akhirnya lelah berdiam diri, Rhythm Kings yang ‘susah bangun’ dari tidur panjangnya selama 25thn sejak tahun.1975, mencoba kembali kekuatannya setelah mereka sempat didera ‘duka’ yang berkepanjangan atas kematian ‘Mawan Purba sang Dr. Special THT yang ‘multi talenta’ pada tahun 1993 di jakrta. Atas prakarsa para penggemar & sahabat2nya yang sering berkumpul dirumah Darma didaerah Pattiunus 12-Kebayoran Baru, mereka kembali menemukan formasi terbaru yang diperkuat lima personel sesama anak Medan ‘Mawi/Bass&Vokal, Darma/Keyboard&Vokal, Radja/keyboard I, Masri/Lead Gitar & Gunari/Drum’. Sejak pemunculannya diacara sosial Gereja GKPS di sahid Jaya Hotel-Jakarta, kenyataannya mereka menerima tawaran berturut-turut bermain diacara2 pesta perkawinan, Pembukaan Club dan berlanjut mendapat tawaran show yang di sponsor radio KISS FM-Medan. Tidak tanggung-tanggung Rhythm Kings menggaet ‘Jelly Tobing (Ex The Minstrel’s & C’ Blues) untuk tampil bersama dalam acara ‘Yesterday Once more’ di Hotel Tiara- Medan, pada tahun 2000 silam. Tak heran kalo kemudian tahun 2012 mereka tetap membuktikan eksistensinya bermusik walau tidak sesering dahulu dan banyak tampil dilingkup keluarga saja, agar tetap dikenang sebagai band panggung dan tidak menyesali kalau The Rhythm Kings tidak terkenal sebagai band rekaman.

CHICHA KOESWOYO

CHICHA KOESWOYO.... Terlahir dengan nama lengkap Mirza Riadiani Kesuma Koeswoyo dari orang Tua Koesnomo Koeswoyo dan Francisca di jakarta 1 mei 1968, Chicha adalah penyanyi Pionir anak2 dimasa tahun 1970an dengan senandungkah 'HELLY' nama seekor anjing kesayangan pribadinya. Dimasanya kepopuleran namanya berada diatas tingkat penyanyi anak2 seangkatannya, namun chicha adalah pribadi yang tidak sombong dan sangat periang dimata para sahabat2 penyanyi maupun dimata para pecinta kanak2nya dimasa itu. Sejumlah albumnya semasa kanak2 termasuk sangat produktif hasilkan album al: Berbaris/vol.2, Senam pagi/vol.3,Matahari bersinar/vol.4, Shala La/vol.5, Tu Pa Tu/vol.6, Bam bam/vol.7,Anak Manis, Dam Dida Didum, dll, dia tidak hanya bernyanyi lagu Pop anak2 namun mengahsilkan sejumlah lagu pop jawa al: Ojo lali/vol.1, Ji ro Lu/vol.2, Opo Kabare/vol.3, Nin Nong dan album duet bersama Adi Bing Slamet al: mau Kemana/vol.1, mama tersayang/vol.2, Chicha dan Adi bernyanyi/vol.3, Neng Chicha Bang Adi/vol.4 dan sejumlah album Pop Natal, Qasidahan dan Operet telah disembahkannya untuk menyenangkan hati para pencintanya.

Tahun 1985 adalah tahun2 perjalanan keRohaniannya untuk memilih Islam sebagai pegangan hidupnya, menurutnya dia suatu hari tertegun mendengar Azan maghrib yang dikumandangkan siaran TVRI didalam kamarnya dan kebiasaannya dia selalu mematikan acara Azan Maghrib tersebut namun entah beberapa hari dibiarkannya Azan Maghrib tersebut dan membuatnya merinding menyentuh kalbunya setelah dia membaca teks artinya bahwa untuk menyelasaikan masalh bukan berarti harus berkurung diri tapi harus menyembah sang penguasa alam yaitu Allah SWT. Kini chicha sangat bahagia dengan pernikahannya bersama 3 orang anak2nya dari suaminya dari kota makassar dan tersiar kabar dari teman2 sejawatnya kalau suaminya selalu membatasi ruang garaknya untuk berkesenian namun untuk siar Agama kelonggaran diberikan kepada chicha untuk jalan Allah. Chicha Koeswoyo sekalipun disaat Remaja sdh merekam album Pop Indonesia, Dangdut dan Qasidahan bahkan namanya juga mengukir sebagai salah satu penyanyi yang hijrah mengecup manisnya bermain Film dan cukup disukai para pecintanya seperti film. Chicha-1976, Gejolak Kaula Muda-1985 dan Idola Remaja-1985, namun baginya tak menjadi soal meninggalkan karirnya yang menjulang untuk mencari pengalaman kemandiriannya terhadap apa yang dikejarnya di negara Australia untuk sebuah masa depan.

Kini Chicha Koeswoyo adalah seorang wanita pengusaha yang sudah menjadi ibu dari ke tiga anaknya sangat merindukan untuk kembali berkumpul bernyanyi setelah tergugah melihat sang ayah Nomo Koeswoyo (74tahun), sedang syuting di TVRI acara untuk album terbaru yang sedianya akan hadir menyapa penikmat musik nostalgia tahun.2012 ini. Akankah Chicha Koeswoyo wujudkan rasa rindunya untuk bernyanyi seperti kala masih kanak2nya yang senandungkan 'Helly ..Guk Guk, kemari..guk Guk, ayo lari-lari', semoga kabar burung tentang keretakan Rumah Tangganya hanya issu belaka dan pencintanya sangat tidak ingin kebahagiaan yang sedang dibinanya akan terhenti dan Allah sangat membenci kata 'perceraian'. Dukungan jutaan penggemar akan senantiasa menDo'akan dan Insya Allah pernikahan chicha akan menjadi suri tauladan bagi pasangan selebriti lainnya dan berikrar hanya maut yang memisahkannya. Semoga Allah SWT mengabulkannya, Amin YRA.

CHRISTINE HAKIM




CHRISTINE HAKIM.....

Aktris yang bernama lengkap Herlina Christine Natalia, kelahiran Jambi tepat saat Agama Kristiani merayakan Natal tgl.25 Desember 1956. Karir keArtisannya diperoleh saat ditemukan oleh teguh karya saat dilihatnya pose Christine Hakim disebuah majalah terbitan Ibu Kota sebagai Model dan Pragwati, Teguh Karya terpesona wajah cantik dengan tahi lalat disekitar bibirnya dan bertubuh Kutilang alias Kurus Tinggi dan Langsing mengimbangi sang tokoh ‘Bastian’ Slamet Rahardjo sehingga jadilah Christine Hakim sebagai ‘Ade’ tokoh rekayasa Teguh Karya & Usman Effendy.

Christine Hakim sipenyuka bermain ‘Piano’ ini, sangat pas berlakon dan aktingnya memikat dewan juri Festival Film Indonesia sehingga pemunculan pertamanya di Film langsung meraih Piala Citra pada tahun 1974. Christine Hakim, kemudian sering ditangani oleh Teguh Karya dan baginya adalah Teater Populer adalah rumah keduanya dan menjadi bagian keluarga dari para anggota teater yang bercokol di kebon pala-Tanah Abang-Jakarta Pusat, sejumlah film kolaborasi bersama Teguh Karya seperti ‘ Kawin Lari,Ranjang Pengantin, Badai Pasti Berlalu,Dibalik Kelambu dan rela honornya dipotong separuh untuk ‘kas’ Teater popular. Anak didik Teater Popular ini menunjukan aktingnya tidak saja kepada film-film sang guru Teguh Karya tapi juga dibuktikan kehebatannya diluar produksi sang guru, sejumlah film garapan sutradara bertangan dingin dan sangat dihormati di perfilman ‘Wim Umboh, Sjuman Djaya, Ami Prijono dan sejawatnya di Teater Popular Slamet Rahardjo, Eros Djarot menguji kemampuan Aktingnya dan lagi2 Piala Citra berhasil diraihnya lewat film ‘Sesuatu yang Indah-1977,Pengemis Dan Tukang Becak-1979,Dibalik Kelambu-1983, Kerikil Kerikil Tajam-1985, Tjoet Nyak Dien-1988.

Kehadirannya di Blantika Musik Indonesia semata2 hanya terseret, karena perkenalannya dengan sang penyanyi ‘Flamboyan’ Broery Pesolima yang pernah dipasangkan dalam sebuah film ‘Impian Perawan garapan sutradara Christ Pattikawa’ pada tahun.1976. Terbitlah Album Duetnya yang di produksi Musica, Flower Sound dan Remaco/ Sky Record seperti pada lagu ‘Kidung/cipt.Chris Manusama, Dinda-Kanda/cipt. Broery Pesolima dan sebuah album theme song ASLI dari Film Badai Pasti Berlalu disuarakan berdua bersama Broery Pesolima ‘bukan’ BPB versi Chrisye dan Berlian Hutauruk. Christine Hakimi meyakini bahwa hidup matinya hanya Akting dan film yang membesarkannya bukan aji mumpung sebagai penyanyi yang mungkin saja bisa dia lakukan kenapa tidak toh sudah dibuktikannya saat masih berteman dengan penyanyi berkelas Broery Pesolima saat masih sejalan. Christine hakim tak pernah tergoda oleh rayuan Produser rekaman walau iming-iming berlipat2 honor diterimanya dari bermain film, namun dunia seni suara tidak terlalu cocok karena dia merasa kurang sreg dan menyadari kekurangan olah vokalnya sekalipun sedari kecil dia paham betul permainan piano tapi tak mesti harus menjadi penyanyi rekaman.

Aktris yang juga sebagai Bintang Iklan sabun LUX ini, pernah meraih sebagai Best Actres Asia Pacific International dalam film Daun Diatas Bantal maupun menjadi juri Festival Film Canes dan disebut2 sebagai orang pertama di indonesia menjadi juri diacara bergengsi ini. Bila dirunut jumlah penghargaan baik di negaranya maupun di Mancanegara sudah tak terhitung jari-jari, Christine Hakim adalah aktris yang banyak hasilkan prestasi dibidang berkesenian juga pernah ditunjuk sebagai Duta Unicef dari Indonesia. Kini diusianya yang setengah abad lebih tepatnya 55tahun, sedang menikmati hari2 bahagianya bersama suami EE Jeroen Lazer dan tersiar kabar saat ini ingin menjajal kemampuannya sebagai sutradara. Christine Hakim seakan tak usai menorehkan namanya ‘pernah’ berlakon di Sinetron dan disebut2 sebbagai honor termahal ‘ Bukan Perempuan Biasa & Tiga Orang Perempuan dan sejumlah film terbitan tahun 2000an dari saat2 film indonesia mati suri Christine hakim sudah muncul dimulai dari film ‘Pasir Berbisik’ berlanjut ‘Anak-anak Borobudur, In The Name Of Love, Jamila Dan Presiden, Merantau, Fana The Forbidden Love dan Eat Pray Love’. Christine Hakim adalah srikandi pejuang film Indonesia yang selalu menyuarakan keprihatinan dan pernah tidak dibayar untuk sebuah film karena nilai kepeduliannya terhadap hubungannya dengan seni yang sudah mendarah daging anak dari ayah Sjarif Hakim ini yang tidak ingin meninggalkan Film hingga ajal menjemputnya.

JOHAN UNTUNG



Namanya JOHAN UNTUNG... Adalah salah satu penyanyi pria anak asuhan dari Almarhum A Riyanto, oleh mas Kelik (nama kesayangan A Riyanto) keberadaannya di Jakarta setelah hijrah dari kota Surabaya sebagai penyanyi yang lebih banyak malang melintang dari cafe ke cafe ataupun dari hotel ke hotel berharap bisa kembali meraih kepopuleran setelah Jamal Mirdad adalah pengharapan sang mentor.

Keberadannya diRumah mas kelik bersama banyak artis-artis pemula seperti 'Jamal Mirdad, Atiek CB, Maharani Kahar,  Ade Putra, Okie Joe' yang ngendon untuk lebih dekat sama sang Guru atau tepatnya menghemat biaya karena rata2 penyanyi pemula dari daerah kecuali Ade Putra di Roxy dan Endang S Taurina di Jatiwaringin- Pondok Gede Jakarta Timur memilih bolak balik kekediaman A Riyanto di H.Nawi- Jakarta Selatan.

Anak ke 'dua' dari 'sembilan' bersaudara ini, lahir di Surabaya 29 September 1955  dan mengisahkan bahwa 'kami hanya berDua dengan adik perempuan bernama Elizabrth (Elly) yang mengaliri darah seni  Papa di bidang musik' akunya.  Kembali menambahkan bahwa sejak usia  'sembilan tahun' pada Tahun 1964 sudah unjuk kebolehan bernyanyi dihadapan para pekerja Pabrik Gula dan Masyarakat Kota Kediri- Jawa Timur saat merayakan pesta 'Panen Tebu' bertajuk 'Buka Giling', dari mulut kecilnya meluncurlah nyanyian "Potret Kekasih yang dipopulerkan Diah Iskandar dan Oh Dewi dari Rachmat Kartolo".  Karena menetap didaerah, dia merasa bakatnya tidak berkembang apalagi bersamaan dengan pecah GESTAPU maka Johan kecil benar-benar tidak melanjutkan bakat menyanyi yang diturunkan oleh sang Papa seorang pemain Hawaian JOHN ALEX NANLOHY (Ambon-Aceh) & Mama 'YC SCHIDGAAL (Jerman- Indian).

Bahkan tahun 1974 mengaku pernah berbelok arah mencoba  merasakan menjadi seorang karyawan kantoran di Pabrik Gula Krandon di Kudus sebagai tenaga mengecek  alat transportasi Traktor, Lokomotif, Tronton dll, karena naluri berMusik lebih mendarah daging ditunjang dengan upah mingguan yang diterimanya saat itu sangat minim hanya mendapat Rp.5 Ribu/Minggu, sementara bila bernyanyi di Hotel bisa mendapat penghasilan Rp.5 Ribu/Hari, itulah yang membuatnya hengkang dari pekerjaannya dan kembali memasuki dunia musiknya yang pernah tertunda dengan pengharapan sebagai pelabuhan terakhirnya dan melanjutkan bermusiknya di Hotel Garden- Surabaya sebagai penabuh 'Drum', hingga akhirnya banyak menyarankan kepada Johan untuk sudahi sebagai penabuh drum dan alih profesi sebagai seorang vokalis saja dan saran itu dijalaninya sampai hari ini menjadi vokalis.

Pukulan yang terdahsyat yang tak kuasa diterimanya ketika sang mama meninggal pada tahun 1974, dia alami depresi yang berkepanjangan sehingga aktifitas sekolah terbengkalai dan tidak berniat untuk melanjutkan ke tingkat perguruan dan melampiaskan berkesenian sebagai pelarian untuk penghibur hati.  masih ditahun yang sama sampai dengan 1976, Johan remaja bersama rekan-rekannya 'Yanto, Yadi, Oye, Lasman  dan kemudian berganti formasi antara lain: Yanto, Yadi, Agus, Budi& tentunya Johan Untung sebagai penggebuk drum bersama  Group Band yang diprakarsai olehnya bernama 'ARGA dari Arek-arek Gatot Subroto' dan sempat merekam suaranya di Golden Hand lewat album Mama & Asyik yang digubahnya dan menjadi Album SIDE B diAlbum Mus Mulyadi.  Hingga akhirnya tahun 1979 'Johan tampil bernyanyi di televisi Surabaya menyanyikan Lagu-lagu Ebie G Ade  dan meniru sama persisnya seningga memperdaya seorang Produser bernama Dr.Saleh Al'Djufri yang dibuatnya terkesima dan tanpa kalimat ba-bi-bu-be-bo langsung merekam suara Johan Untung bersama kelompok vokal TrioNya yang diberi nama "ARDIG atau akronim dari Arek-arek Diponegoro dengan personil Karyanto, Iman & Johan Untung sendiri" persembahan album 'Balada Narapidana/cipt. Dr.Saleh Al'Djufri & Johan Nanlohy dan wara-wiri muncul di Televisi lokal.

Setahun setelah kemunculannya di Televisi Surabaya tepatnya tahun.1980, kembali diLirik oleh Produser Recording YULIA LL bernama Mr Sancho 'johan di bawa ke Jakarta dan dititipkan dikediaman A Riyanto selama  'satu tahun' tidak ngapa-ngapain hanya ikut mengawali kemana A Riyanto pergi maka Johan Untung ada bersamanya. Selama satu tahun ngendon di rumah A Riyanto, kemudian Oleh A Riyanto nama JOHAN YAQUES ALEX NANLOHY disulapnya menjadi JOHAN OENTUNG (baca Untung) dengan pengharapan menggapai Impian sebagai Penyanyi Populer dan keberuntungan selalu ada padanya, lewat tangan A Riyanto, Johan memulai membuka debut album pop Indonesia tahun 1981 yakni 'Nusantara 3/Cipt.A Riyanto' dan sayangnya albumnya biasa-biasa saja. 

Untuk namanya cukuplah dikenal dan wara-wiri di Televisi Nasional, namun tak semegah dan selaris album persembahan Jamal Mirdad 'Hati Selembut Salju', kemudian album ke Dua 'Johan muncul ‘Nusantara 5 Bersatu/Cipt.A Riyanto dengan single hits ABRI Masuk Desa/A Riyanto’ tetap sambutan publik biasa2 saja. Kemudian A Riyanto mencoba berbagai cara agar anak asuhnya ini naik peringkat, kalau ditilik dari segi Tampan 'tidak diragukan, apalagi suara 'menguasai jenis suara penyanyi lokal maupun mancanegara', pokoknya persyaratan keduanya telah lolos sensor tapi apa yang kurang darinya?. Mungkin faktor LUX saja tidak menggandulinya seperti penyanyi dibawahnya Ade Putra melejit dengan lagu ‘Tanda Mata/ cipt.Harry Toos’, seperti biasa Johan tidak pernah memusingkan dan selalu dia berusaha memberi yang terbaiknya dan bersabar menunggu saatnya akan tiba juga sebuah keberuntungan seperti NAMAnya.

Kemudian Johan selalu tak pernah merasa putus asa dan album rekamannya selalu berhasil dipersembahkan seperti: Indonesia Merdeka/Cipt.Chandra Irmano (feat Swari Arizona), Hallo Darling/Cipt.Gaguk W (feat.Rita Monica),Beta Kawan Setia/cipt.A Riyanto,Engkau & Aku/Cipt.A Riyanto(feat Fauzia), Sejuta kerinduan/Cipt.Johan Oentung,Desember Kelabu/ Cipt.A Riyanto(feat Atiek CB/Hits Remaja) album kesemua ini masih menjadi sambil lalu saja alias tidak laku.  Akhirnya  dia memilih ikut bergabung dengan Ireng Maulana dan secara reguler bernyanyi di Night Club 'Taurus- Hilton Hotel' dan melanglang buana dari Club-club seperti LCC, Green Pub dan sempat lama bergabung di kelompok 'FLASH BACK sejak tahun 1993 s/d 2007 dan bergabung kembali pada tahun 1993.   Johan Untung, kemudian sdh muncul di sejumlah suaranya mengisi vokal pria untuk label Musica Studios untuk penyanyi Wanita semisal: Andi Meriam Matalatta (Bimbang), Hetty Koes Endang (Aduh Mak), Rafika Duri (Kekasih) dan anehnya justru album-album featuring bersama penyanyi solo wanita tersebut sangat disukai pencinta musik indonesia dan laris dipasaran.

Di masa tahun 80an akhir adalah masa2 kejayaan Johan Oentung yang kemudian namanya berubah menjadi ‘JOHAN UNTUNG’ mungkin agar lebih memudahkan membacanya saja dan namanya menjadi sangat populer tidak saja di Indonesia tapi merambah diNegara Malaysia, Brunai, Singapura sebagai penyanyi pria ‘Cover Version’ yang sudah hasilkan album rekaman sebanyak 3000 (tiga ribu) volume.  Pantas saja, prestasi disebutkan diatas adalah benar-benar mengembalikan ingatan kita untuk berhitung bahwa 'Johan Untung' sudah malang melintang bermusik sampai ke Amerika dan pernah bekerja sama dengan orang-orang hebat di Negeri ini semacam 'Ireng Maulana, Bubby Chen, Idang Rasjidi, Arthur Kaunang, Atauw, Udin Syach, Januar Ishak, dll.  Sebagai penyanyi pengisi dihampir album-album Karaoke Barat dan Indonesia disejumlah Album rekaman maupun di rumah-rumah karaoke adalah disuarakan olehnya, ini semua  berawal dari Album kompilasi berjudul 'Ranjau-Ranjau Cinta' yang diProduksi tahun 1986 menghasilkan sesuatu bagi diri seorang Johan Untung. 

Selain terkenal sebagai penyanyi Cover Version, dia juga sangat piawai meniru 'suara' penyanyi aslinya seperti The Bee Gees, Al –Jarreu, Tom Jones, Elvys Presley, Tom Jones, Ebiet G Ade, Acil, Bob Tutupoli, dll,  dia bisa di ibaratkan 'Bunglon' yang bisa menyesuaikan diri untuk memudahkan menangkap lawannya atau menghindar dari musuh seperti dialah kehebatannya mempunyai karakter suara yang tidak banyak dipunyai penyanyi Indonesia sehingga dia bisa bertahan hingga saat sekarang ini.  Johan juga pernah merekam sejumlah album dari  'Surat Cinta/Cipt.I.S.S, Kusadari/Cipt.Anto(feat Ermy Kullit),Cinta Monyet/cipt.BIMBO, Jawaban Kau Bukan Dirimu/Cipt.Amin Ivos, Widuri/cipt.Adriyadie, Mengapa Tiada Maaf/Cipt.Yessy Wenas,Kini Baru Kusadari/Cipt.Amin Ivos,Seuntai Bunga Tanda Cinta/Cipt.A Riyanto, walau album-albumnya tidak meledak, cukuplah telah memberi arti di Peta Musik Indonesia.

Johan Untung tak pernah merasakan bahwa nama tambahan ‘Untung’ dari sang guru adalah sebuah keSIALan seperti banyak pengamat musik atau media liputan yang menyebutnya sebagai ‘penyanyi yang tidak PERNAH untung’, namun mereka hanya melihat dari satu sisi dan belum menyelami bahwa Johan Untung yang tidak beruntung di album komersial namun bisa mendatangkan pundi2 yang terus mengalir dengan album cover versionnya sejumlah lagu2 barat yang dikusainya ribuan lagu dan ratusan lagu dihafal diluar kepala adalah suatu talenta bahwa hanya dia yang memiliki daya ingat dan daya peniru suara penyanyi aslinya dan hebatnya lagi dia serba bisa melagukan lagu apa saja yang berirama Pop,Dangdut, Melayu,Disco,Reggae, Campursi dan bahkan Johan Untung pernah menguji kemampuan vokalnya pada ajang Asean Pop Song Festival 1991 lewat lagu 'Senyumannya/Cipt.Alfred Matulapelwa, walaupun bukan sebagai pemenang seperti lagu Penjor/Cipt. Dharma Oratmangun, perlu dicatat  bahwa Johan Untung adalah jagonya soal olah vokal.

Walaupun Johan Untung hanya sebagai anak 'adopsi' sejak bayi dari Paman dan tantenya 'Yaques Alex Hendrik Nanlohy & Fatma Djawas, merasa tak pernah kehilangan kasih sayang dari orang-orang yang mengasihinya dari orang tuanya. Dia kisahkan bahwa sejak kecil dia adalah pengikut Katolik yang taat dan dia  diajarkan oleh kedua orang Tua Asuhnya mengenal 'dua'  keyakinan 'Kristen Protestan & Islam dan dia sendiri menerima ajaran Katolik yang didapat dari sekolahnya tak membuat mereka ada perbedaan saling mempersoalkan.  Katanya, sejak duduk SD (Sekolah Dasar) dan SMA (kecuali SMP adalah sekolah Negeri) pilihannya adalah sekolah Katolik, seiring berjalannya waktu baru  pada tahun 1983 'Johan mengucapkan 'Syahadat dan menjadi Mualaf'.  Dua tahun sejak menjadi pengikut ajaran Nabi Muhammad SAW baru kemudian menikahi perempuan bernama FAUZIAH  pada tahun 1985 yang sudah memberinya 'dua' pasang Buah Hati sepasang Putra-Putri 'Liza (27Tahun), Elleni (25Tahun),  Andrew (23Tahun) & James (21tahun). Kebahagiannya terpancar bila menceriterakan anak-anaknya yang sudah memilih takdirnya menjadi anak seorang seniman yang tidak jauh dari pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya', anak terTuanya Liza selain pandai menyanyi juga menguasai  4 bahasa Asing 'Inggeris, China, Mandarin & Jepang & Andrew putra keTiganya menyenangi 'Drum' dan tercatat sebagai Alumni SMA Al Azhar- Blok M menunjukan Prestasi dengan IP 3,8, kini keDua adik kakak ini sudah merekam suaranya bersama kelompok Komunitas musik Jepang yang sasarannya album ini dipasarkan di Negara tersebut.. 

Kini sepak terjang Johan Untung tak pernah sepi dari undangan show off air maupun undangan perjamuan dan namanya masih tetap stabil tak pernah tenggelam seperti penyanyi seangkatannya yang sudah meredup kepopulerannya, membuktikan bahwa Johan Untung adalah Johan yang selalu diberi keberUntungan di dunia Musik agar selalu tampil memberi keharmonisan pada hidup manusia dengan suaranya seperti impian sang guru 'A Riyanto' yang selalu tersenyum untuknya dialam sana bahwa nama ini adalah nama yang memberi UNTUNG yang selalu diUNTUNGkan dikelak hari agar Tuhan memberkaHinya, Amin Ya Robbal Alamin.