Di tengah maraknya gempuran penyanyi wanita di era tahun 80-an, terselip pemuda tampan kelahiran kota Medan, 2 April 1961 bernama Dian Pramana Poetra. Dian yang menghabiskan masa kecilnya di Jakarta, terlahir dari pasangan yang mewariskan darah seni keroncong dari ibunya, Sumiati Sutiko, dan jazz dari ayahnya. Seperti anak sebayanya, sejak sekolah dasar bakat berkeseniannya sudah terlihat, terutama dalam bidangseni suara.
Menginjak SMP, dia tekun belajar musik yang dibimbing kedua orang tuanya. Dan tahun 1978 aktif sebagai pemusik dan sering tampil bernyanyi di layar TV di acara Wisata Nada, Lagu Untuk Anak, dan Chandra Kirana. Dian punya kemampuan memainkan berbagai jenis alat musik, bahkan lewat lagu Pengabdian yang di ciptakannya dia meraih juara ketiga LCLR-Prambors 1980.
Album Solo,
Berawal tahun 1983, Dian PP muncul pertama kali dan langsung memikat penikmatmusik pop Indonesia di masanya. Albumnya yang bertajuk Indonesian Jazz Vocal mengusung hit Kusabar Menanti, Satu Birasa, Melati di Atas Bukit dan lainnya. Pria ini, di samping sebagai penyanyi, pemusik dan penulis lagu yang kreatif, dia juga merancang albumnya sedemikian rupa, seperti sebuah persembahan tentang curahan isi hatinya. Dia menciptakan gayanya sendiri tanpa harus mengadopsi penyanyi dan komponis pujaannya, seperti, Al Jerrau, Gino Vannelly, Michael Frank, David Foster, dan Joe Vannelly.
Dian juga seorang penyanyi yang dapat memainkan beberapa instrumen musik. Dalam pembuatan albumnya, dia selalu memberikan sentuhan jazz, latin pada arransemen musik & rhythm guitarnya. Kehadirannya dalam merangngkai irama dan nada di peta musik Indonesia memang langsung disukai. Lihat saja dengan sentuhan album keduanya yang tetap memakai sebutan Indonesian Jazz Vocal (1984) dan ditambah dengan judul Intermezzo ini mencoba menawarkan ciri khas lewat vokalnya yang jernih, walaupun disadarinya persembahan pada album keduanya tak sepenuhnya membuahkan gaya musik jazzy. Kali ini dia ingin membagi suka duka tentang kehidupannya lewat kumpulan nada-nada yang riang menghentak dan kadang berlirik jenaka.
Dian PP mencoba memikat pendengarnya dengan gagasan-gagasan baru untuk kalangan umum, seperti pada lagu Gelisah, Kubawa Kau Serta, dan Intermezzo(instrumental). Ini adalah ide-ide yang dinamainya sebagai tema progresive, ada warna rock & roll dengan balutan improvisasi. Ada materi swing jazz, tapi ada pula lagu dengan sentuhan pop manis yang enak untuk dinikmati.
Keberhasilan kedua albumnya di atas tidak lepas dari dukungan para sahabat-sahabatnya, seperti Dodo Zakaria, Erwin Gutawa, Uce Hudioro, Tito Sumarsono dan Raidy Noor. Begitu juga penggarapan musiknya dikerjakan oleh dua arranger yang sudah punya nama di masanya yaitu, Billy B Budiarjo dan Bagoes AA.
Album Solo,
Berawal tahun 1983, Dian PP muncul pertama kali dan langsung memikat penikmatmusik pop Indonesia di masanya. Albumnya yang bertajuk Indonesian Jazz Vocal mengusung hit Kusabar Menanti, Satu Birasa, Melati di Atas Bukit dan lainnya. Pria ini, di samping sebagai penyanyi, pemusik dan penulis lagu yang kreatif, dia juga merancang albumnya sedemikian rupa, seperti sebuah persembahan tentang curahan isi hatinya. Dia menciptakan gayanya sendiri tanpa harus mengadopsi penyanyi dan komponis pujaannya, seperti, Al Jerrau, Gino Vannelly, Michael Frank, David Foster, dan Joe Vannelly.
Dian juga seorang penyanyi yang dapat memainkan beberapa instrumen musik. Dalam pembuatan albumnya, dia selalu memberikan sentuhan jazz, latin pada arransemen musik & rhythm guitarnya. Kehadirannya dalam merangngkai irama dan nada di peta musik Indonesia memang langsung disukai. Lihat saja dengan sentuhan album keduanya yang tetap memakai sebutan Indonesian Jazz Vocal (1984) dan ditambah dengan judul Intermezzo ini mencoba menawarkan ciri khas lewat vokalnya yang jernih, walaupun disadarinya persembahan pada album keduanya tak sepenuhnya membuahkan gaya musik jazzy. Kali ini dia ingin membagi suka duka tentang kehidupannya lewat kumpulan nada-nada yang riang menghentak dan kadang berlirik jenaka.
Dian PP mencoba memikat pendengarnya dengan gagasan-gagasan baru untuk kalangan umum, seperti pada lagu Gelisah, Kubawa Kau Serta, dan Intermezzo(instrumental). Ini adalah ide-ide yang dinamainya sebagai tema progresive, ada warna rock & roll dengan balutan improvisasi. Ada materi swing jazz, tapi ada pula lagu dengan sentuhan pop manis yang enak untuk dinikmati.
Keberhasilan kedua albumnya di atas tidak lepas dari dukungan para sahabat-sahabatnya, seperti Dodo Zakaria, Erwin Gutawa, Uce Hudioro, Tito Sumarsono dan Raidy Noor. Begitu juga penggarapan musiknya dikerjakan oleh dua arranger yang sudah punya nama di masanya yaitu, Billy B Budiarjo dan Bagoes AA.
Kemudian, Dian kembali menunjukkan eksistensinya lewat dukungan seorang pemusik yang berpengalaman, yaitu Jockie Suryoprayogo untuk mengiringi di album ketiganya yang berjuluk Dian-Jockie S (1986). Kolaborasi ini berhasil menghadirkan elemen lagu pop yang mempunyai aura romantisme yang memukau, seperti pada lagu Kau Seputih Melati.
Setelah merilis tiga album, Dian melirik label Grammy Record mengusung Lagu Lima Menit Lagi (1988), Seakan Tiada Akhir (duet Andi Meriem M/single-1990), dan Gadis di Cafetaria (1989). Namun menurutnya, kepindahan Dian ke label lain tidak akan mengendurkan musikalitasnya.
Album K3S,
Kelompok Tiga Suara adalah sekelompok tiga pria yang terdiri dari Bagoes AA, Dian Pramana Poetra, dan Deddy Dhukun bersatu dalam karya. Tiga orang sahabat ini memiliki gabungan vokal yang sangat indah. Mereka membuat cerita pada lagu-lagunya tentang Wanita, Kebohongan, Narkoba (Pou Tao), Cinta & Waktu, bahkan kelompok ini-pun menulis lirik nakal, tapi tidak porno pada lagu 17 Tahun ke Atas (1985).
Kemunculannya mendapat respons yang baik dari para penikmat musik di Indonesia. Seperti harapan mereka bahwa album ini disajikan untuk menjadi milik bersama. Mereka melanjutkan album berikutnya yang berjudul O'Ya (1987), merupakan album yang paling banyak dapat perhatian oleh insan musik dan para kritikus. Mereka pun tak segan-segan melibatkan seniornya, Iwan Fals untuk memberikan andil dalam proses pembuatan lagu Ratu dan Raja di album tersebut.
Setiap kali mereka menelurkan album seakan menemukan sesuatu yang indah yang mereka tuangkan ke dalam lirik-liriknya. Simak saja pada lagu Bohong (1988), liriknya sangat sederhana dan kalau diperhatikan dengan jeli, mereka mempunyai ciri khas yang menonjol dari kekompakan suara untuk lagu tersebut. Di sinalah daya tarik dari album-album K3S ini. Mereka pun tak segan-segan menggandeng banyak musisi dan penyanyi yang terlibat mendukung albumnya, seperti, Jockie S, Rady Noor, Uce Hardiono, Malyda, Vina Panduwinata, Tito S, Younky S, Addie MS, danChandra Darusman.
Album 2 D,
Awal 87, adalah di mana kelompok 2 D ini berhasil menyuguhkan musik yang sangat berbeda dengan apa yang ada saat itu. Kehadiran Dian PP dan Deddy Dhukun, membawa napas baru ke musik Indonesia dengan mengusung persembahannya pada lagu Keraguan (1987), yang sepertinya semua orang sangat menyukainya. Kesuksesan album Keraguan, karena mereka sepertinya memberi sesuai janji, yaitu 'saling memiliki'. Mereka juga menggandeng musisi-musisi besar di album ini, mulai dari Jopie Item, Aminoto Kosin, Karim Suweileh, Dullah Suweileh, dan Malyda sebagai bintang tamu.
Setelah merilis tiga album, Dian melirik label Grammy Record mengusung Lagu Lima Menit Lagi (1988), Seakan Tiada Akhir (duet Andi Meriem M/single-1990), dan Gadis di Cafetaria (1989). Namun menurutnya, kepindahan Dian ke label lain tidak akan mengendurkan musikalitasnya.
Album K3S,
Kelompok Tiga Suara adalah sekelompok tiga pria yang terdiri dari Bagoes AA, Dian Pramana Poetra, dan Deddy Dhukun bersatu dalam karya. Tiga orang sahabat ini memiliki gabungan vokal yang sangat indah. Mereka membuat cerita pada lagu-lagunya tentang Wanita, Kebohongan, Narkoba (Pou Tao), Cinta & Waktu, bahkan kelompok ini-pun menulis lirik nakal, tapi tidak porno pada lagu 17 Tahun ke Atas (1985).
Kemunculannya mendapat respons yang baik dari para penikmat musik di Indonesia. Seperti harapan mereka bahwa album ini disajikan untuk menjadi milik bersama. Mereka melanjutkan album berikutnya yang berjudul O'Ya (1987), merupakan album yang paling banyak dapat perhatian oleh insan musik dan para kritikus. Mereka pun tak segan-segan melibatkan seniornya, Iwan Fals untuk memberikan andil dalam proses pembuatan lagu Ratu dan Raja di album tersebut.
Setiap kali mereka menelurkan album seakan menemukan sesuatu yang indah yang mereka tuangkan ke dalam lirik-liriknya. Simak saja pada lagu Bohong (1988), liriknya sangat sederhana dan kalau diperhatikan dengan jeli, mereka mempunyai ciri khas yang menonjol dari kekompakan suara untuk lagu tersebut. Di sinalah daya tarik dari album-album K3S ini. Mereka pun tak segan-segan menggandeng banyak musisi dan penyanyi yang terlibat mendukung albumnya, seperti, Jockie S, Rady Noor, Uce Hardiono, Malyda, Vina Panduwinata, Tito S, Younky S, Addie MS, danChandra Darusman.
Album 2 D,
Awal 87, adalah di mana kelompok 2 D ini berhasil menyuguhkan musik yang sangat berbeda dengan apa yang ada saat itu. Kehadiran Dian PP dan Deddy Dhukun, membawa napas baru ke musik Indonesia dengan mengusung persembahannya pada lagu Keraguan (1987), yang sepertinya semua orang sangat menyukainya. Kesuksesan album Keraguan, karena mereka sepertinya memberi sesuai janji, yaitu 'saling memiliki'. Mereka juga menggandeng musisi-musisi besar di album ini, mulai dari Jopie Item, Aminoto Kosin, Karim Suweileh, Dullah Suweileh, dan Malyda sebagai bintang tamu.
Kemudian mereka merilis kembali album keduanya yang berjudul Masih Ada (1989). Beberapa tahun lamanya mereka absen, karena disibukkan mencipta lagu bagi penyanyi besar, sebut saja Fariz RM, Atiek CB, Chrisye, January Christy, dan Dewi Yull. Akhirnya, setelah sekian lama dalam penantian, mereka hadir dengan musik dan lagu romantis bertajuk Sebelum Aku Pergi (1997).
Saat ini (2008), Dian Pramana Poetra sedang berkutat menyelesaikan proyek album solonya terbaru di Zzi Music Studio. Dia kembali eksis untuk tetap berkarya di jagad musik Indonesia, karena Dian adalah merupakan rangkaian dari sejarah yang di persembahkan selama kurun berkarier musiknya, baik sebagai vokalis, komposer, maupun arranjer patut untuk dikenang.
Sejumlah penyanyi papan atas Indonesia semakin bersinar setelah membawakan lagunya, seperti Vina Panduwinata, Dian Piesesha, Dewi Gita, Chintami Atmanegara, Itang Yunaz, Kiki Maria, Lydia dan Imaniar, Trie Utami, Malyda, Harvey Malaihollo, Henry Restoe Poetra, Memes, Rossa, Neno Warisman, Elfas Singers, dan Trio Libels. Hal membuktikan betapa kuatnya lagu-lagu Dian di masa lalu dan akan terus gemilang di masa mendatang.
Saat ini (2008), Dian Pramana Poetra sedang berkutat menyelesaikan proyek album solonya terbaru di Zzi Music Studio. Dia kembali eksis untuk tetap berkarya di jagad musik Indonesia, karena Dian adalah merupakan rangkaian dari sejarah yang di persembahkan selama kurun berkarier musiknya, baik sebagai vokalis, komposer, maupun arranjer patut untuk dikenang.
Sejumlah penyanyi papan atas Indonesia semakin bersinar setelah membawakan lagunya, seperti Vina Panduwinata, Dian Piesesha, Dewi Gita, Chintami Atmanegara, Itang Yunaz, Kiki Maria, Lydia dan Imaniar, Trie Utami, Malyda, Harvey Malaihollo, Henry Restoe Poetra, Memes, Rossa, Neno Warisman, Elfas Singers, dan Trio Libels. Hal membuktikan betapa kuatnya lagu-lagu Dian di masa lalu dan akan terus gemilang di masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar