Minggu, 01 Juni 2014

MADESYA GROUP





MADESYA GROUP
“Populer Berkat Kicauan Burungnya”

Tidak berlebihan jika tahun 70-an Madesya Group sudah mendapat simpati para penggemar musik pop. Terlebih dengan lagu seri burungnya, lihat saja “Burung Dalam Sangkar, Kisah Burung Kenari, Bagaikan Burung, Burung Merpati, Kenari Yang Malang & Andaikan Aku Burung”. Kiranya cerita mengenai burung ternyata mendapat sambutan dari para penggemar Madesya Group dan berhasil dinobatkan sebagai “Lagu Populer (Burung Dalam Sangkar-1974) , Lagu Favourite ( Kisah Burung Kenari-1976) & Lagu Terlaris (Andaikan Aku Burung-1978) di ajang PUSPEN HANKAM”. Nama May Sumarna sering di bicarakan orang, sehingga wajar saja ia banyak di lirik wanita belia berkat wajah ganteng dan gape mencipta lagu. Tapi, dengan prestasinya yang luar biasa sudah dipastikan mampu mendongkrak pamor Madesya Group jadi terkenal.

SEJARAH BERDIRINYA,Ide untuk mendirikan Madesya Group pertama kali dicetuskan oleh May Sumarna pada Tanggal 24 Juli 1974 saat kepulangannya di Indonesia, setelah menuai kejenuhan berkelana mengelilingi kota-kota besar di Asia Tenggara bersama Grup The Steps-nya. Pagi hari mereka rekaman di perusahaan rekaman bernama besar ‘Philips Ponogram’ dan malam harinya bermain di night club sampai pada akhirnya di hotel-hotel berkelas di Singapore seperti Tropicana, Orched Club dan Hotel Federal di Kuala Lumpur. Di samping itu mereka show di Boat Hotel- Hongkong selama 3 tahun dan dikirim ke Jepang di Latin Quarter-Akasaka/Tokyo selama 18 bulan. Tiba-tiba saja, secara mengejutkan May Sumarna mengundurkan diri dari The Steps yang sudah dirintisnya bersama Tinton Soeprapto pada tahun 1967, dengan pertimbangan anak-anak dari istirinya Sandra Sanger (Ivy, Donna & Donny) sudah besar dan ingin menetap di Tanah Air.

Berawal saat berkunjung ke studio Remaco dan termotifasi setelah melihat pentolan Koes Plus (Tonny Koeswoyo) sudah mengendarai mobil Mercy hanya dengan mengandalkan lagu-lagu yang mudah dicerna, sementara May Sumarna setiap malam dinegara orang membuat lagu-lagu baru dan sangat sulit. Dari situ, wajar saja bila akhirnya seorang May Sumarna mengikuti jalur musik pop yang saat itu disebut musik ‘kacang goreng’ yang sudah didominasi beberapa grup band terdahulunya seperti Koes Plus, Panbers, Mercy’s, Bimbo & Favourite’s, sampai akhirnya timbul ide untuk membentuk sebuah grup band. Lahirlah MADESYA GROUP, Madesya adalah akronim dari nama personilnya May Sumarna (Bass&Vocal), Danus/Mardanus (Keyboard & Gitar), Eddy Loumantouw (Gitar & Vocal), Syahbuddin/Udin Syach (Flute & Saxophone), Yul Crizal (Drum) & Albert Sumlang (Saxophone). Keberadaan Albert Sumlang cuman nama saja, tidak ikut kegiatan saat itu. Bagi May sendiri, lebih senang mengartikan Madesya singkatan dari kalimat Maju Dengan Syarat. May Sumarna sangat tahu apa yang bisa diwujudkan bagi grup barunya “jadi kalau sekiranya Madesya Group mau maju ada syaratnya: harus punya visi dan misi yaitu latihan terus dan harus memiliki apresiasi terhadap jenis musik yang berbeda dalam menambah wawasan bermusik, seperti musik tradisi, Kroncong, Pop, Melayu, Dangdut, sehingga kesemua itu memang menuntut keseriusan dan disiplin sangat tinggi para anggotanya” ungkap May Sumarna. Meluncurlah album debutnya Burung Dalam Sangkar di tahun 1974.

Sebagai grup baru, Madesya terbilang bernasib bagus lantaran baru satu album nama mereka langsung meroket, pamornya terus meningkat dan mulai jadi idola baru. Prestasi memang sangat dibutuhkan May Sumarna untuk menjadi terkenal, pertama-Burung Dalam Sangkar (Vol.1/Remaco), kedua- Kisah Burung Kenari (Vol.3/Remaco), ketiga- Bagaikan Burung (Vol.4/Remaco), keempat- Burung Merpati (Vol.5/Remaco), kelima- Andaikan Aku Burung (Vol.1/Yukawi) dan yang terakhir namanya Kenari Yang Malang. Enam-enamnya merupakan goresan paling jempol dari imajinasi seorang May Sumarna dan sang istri Sandra Sanger dalam hal berkucica dengan sequel burungnya, karya-karya yang dibuatnya tampak lebih mewakili dari cerita yang sebenarnya terjadi di sekitar kita tentang kepeduliannya akan lestari alam & perlindungan satwa.

DITERPA BADAI,Cerita lahirnya sebuah lagu ‘Kisah Burung Kenari’ dan kemudian dinyatakan sebagai salah satu lagu yang paling digemari sehingga memperoleh Piringan Emas melalui angket siaran radio ABRI. Merupakan succes story tersendiri bagi May Sumarna dengan Madesya Groupnya, terlebih bagi sang penciptanya Sandra Sanger dan Remaco sebagai perusahaan rekaman yang merilis album ini. Keberhasilan ini bukan semata buat kemenangan bagi diri ‘May Sumarna, Sandra Sanger dan Eugene Timothy’, tapi kemenangan ini kelak adalah suatu catatan yang akan di kenang sejarah rekaman Musik Indonesia.

Menyoal sukses manis yang ditoreh pasangan ini, tidak sesukses perjalan mahligai rumah tangga mereka yang sudah dibina selama sepuluh tahun (Menikah di Sukabumi tanggal 9 November 1965) dan telah dikauniai 3 orang anak ‘Ivy dan si kembar Donna-Donny’. Kesepakatan keputusan telah diambil, mereka berpisah secara resmi medio tahun 1975, hak asuh Ivy, Donna & Donny diberikan pada May Sumarna, namun tidak ada batasan bagi Sandra untuk bertemu anak-anaknya. Ditengah kegalauan hati akibat perceraian dengan Sandra Sanger, timbul lagi masalah baru dalam kubu Madesya Group yang mendasar pada saat performa grup mereka sudah mendapat perhatian dari pencinta musik. Pemicu persoalan ini rata-rata seragam ‘Kalau bukan dalam soal pembagian honor yang tidak merata, faktor komunikasi di antara anggota yang tidak sejalan, juga ada kecendrungan masalah pribadi, lantaran salah satu personil lebih menonjol popularitasnya dari yang lain’. Mula-mula Yoel Crizal keluar dan lebih banyak membantu A Riyanto di Musica Nada, disusul Nourman kemudian terjadi ketegangan antara Mardanus dan Eddy Lumantouw di satu fihak dengan May di fihak lain. Bahkan Mardanus sempat nekad mendirikan Madesya II sebagai tandingan, walau hanya bertahan seumur jagung ‘Alasan yang terpenting kreasi saya bisa keluar fuul, tidak seperti di Madesya dimana May Sumarna selaku leader tidak punya kebijaksanaan apapun pada sesama anggota’ (pengakuan Mardanus Pada TOP/Tahun.1976). Terhadap ancaman Mardanus, disikapi sang leader Madesya ‘Kalau memang dia benar-benar ngomong begitu, ya lucu juga…bukankah orang sudah tahu Madesya itu siapa. Kenyataannya, apakah pernah dengar bahwa Madesya itu Oedin atau Danus … tidak!. Madesya ya May Sumarna’ (ungkapnya kembali kepada Top/1976). Untunglah tidak lama setelah melewati rehat yang cukup lama itu, timbul rasa sadar dalam diri May Sumarna. Buru-buru ia bangkit untuk menata stirnya kembali, hasilnya tidak sia-sia May Sumarna berhasil membawa nama Madesya untuk tegak lagi, tapi kali ini bukan di Remaco setelah menghasilkan berbagai album dari Pop, Sunda sampai Betawi, tapi sudah berpindah di Yukawi.

Walau begitu, sejumlah media, juga pengamat musik dan pencintanya yang menyangsikan kehadiran formasi baru dan kepindahannya di recording baru belum tentu akan melahirkan sesuatu yang baru. Namun tidak terbukti sama sekali, bahkan dengan dukungan pemain baru dari eks Group Halvers ‘Untung Yus’ (Gitar & Vokal) dan adik kandung Annie Rae ‘Dhyon Rae’ (Drum), sama-sama memberi inspirasi musik ‘baru’ yang tidak kalah besarnya setelah Madesya sudah mengalami perubahan fomasi untuk kesekian kali, tetap tidak membuat warna khas Madesya berubah. Lepas dari soal itu, yang terlihat menggembirakan dari Madesya adalah mereka makin bersemangat dan termotivasi memelihara hubungan dengan sesama personal. Di dalam studio Yukawi mereka telah menyelesaikan sejumlah rekaman yang antara lain: Andaikan Aku Burung (Vol.1), Andaikan Aku Tahu (Vol.2), Isadora (Vol.3), Isabella (Vol.4), Nona-nona (Vol.5) & Roman Kehidupan (Vol.6), mereka juga telah menyelesaikan beberapa Album Pop Melayu, Sunda, Dangdut, Betawi, Jaipong & Jawa. Belum lagi rekaman duet dengan beberapa penyanyi wanita, seperti Lilis Suryani, Waljinah,Tatty Saleh, Aan Barwaty, Djudju Srimulat & beberapa rekaman dari sang permata hati ‘Donna Sumarna’ ‘Batman (Vol.1), Batman VS Supermen (Vol.2) & Piring Terbang (Vol.3), di samping menerima borongan penyanyi-penyanyi lain.

KERESAHAN SEORANG 'MAY SUMARNA',Lahir di Sukabumi 24 Juli 1944, dengan nama May Sumarna dari keluarga Islam yang fanatik. Di masa Kanak-kanak, May pernah tinggal di Bogor bersama kedua orang tuanya H.Tirta Atmadja dan Hj.Suratni yang menentang anak-anaknya menjadi seniman. Bagi kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru & tokoh masyarakat, bermain musik atau menjadi penyanyi adalah sesuatu yang dianggap ‘haram’ dan menginginkan sekolah adalah prioritas utama. May dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit, menyongsong mimpi-mimpinya atau berjanji pada masa depannya. Mudah ditebak, baginya musik sudah menjadi pilihan hidupnya dan May harus pandai bermain petak umpet dengan kedua orang tuanya. Di mulailah, dari kota ini sensasi musikal May makin terjadi, bahkan sewaktu duduk di Sekolah Dasar sudah merasakan ter-aliri kekuatan luar biasa tentang Musik....Musik….Musik yang bercokol di kepalanya. Ceritanya, semasa Oslan Husein dengan Band ‘Teruna Ria’ nya melanda Jakarta, May sudah ikut Orkes Melayu dan membentuk Band Bocah. “Saya ingat, sejumlah kebandelan yang saya lakukan di masa masih duduk kelas III SMP, salah satunya, terlibat perkelahian dengan guru dan kabur ke Surabaya”, ungkapnya ke penulis mengenai.gambaran kenakalan May Sumarna.

Di kota yang baru (Surabaya) inilah, Tuhan membuka jalan baginya untuk mengenal musik lebih dalam, apalagi pertemuannya dengan pemusik-pemusik seperti Victor Nasution (The Gembell’s), Mus Mulyadi & Jerry Soisa (Arista Birawa & The Exotic) Albar, Eddy Lumantouw, & Gatot Sunyoto (pencipta lagu Gubahanku), hasrat berkesenian May mulai mendapat tempat. Bersama Mus Mulyadi, mereka sering muncul bersama atas nama Band Ria Combo bermain di Taman Ria Surabaya. May-pun sempat bikin Band Marolas bersama Victor, Albar dan Santoso , May juga diarahkan oleh kakaknya yang mempunyai Ricky Dancing Club ke dalam Band Chandra Buana dan sering mengadakan tour show ke beberapa kota di Jawa Timur. Waktu terus bergulir, May-pun menyelesaikan SMA dan pindah ke Jakarta masuk di Akademi Bank Kramat, tidak betah kemudian pindah sekolah ke Fakultas Hukum UKI. Sejak pertemuannya dengan anak-anak Band Baratha (Harry Baratha), didirikanlah “Deselina” pada tahun 1964 dengan personal Robert Silitonga (Gitar), Fuad Hasan (Drum), Imran (Lead Gitar), May Sumarna (Bass), Ismet Januar (Rhytm Gitar), kemudian belakangan bergabung pula Sandra Sanger (Vocal). Jelasnya, mereka memiliki daya tarik dengan warna musik yang berbeda dari Band-band lain, bahkan mereka merajai show band dimasanya, karena itulah produser rekaman PT.Dimita Moulding (Mesra) sepakat untuk memproduksi album Instrumental dari Deselina ‘Kelap-kelip & Kitjir-kitjir’, lagu yang dijadikan judul debut album mereka. Kemudian, pada jaman Zaenal Combo, May Sumarna sempat gabung sebagai pemain Bass dan menjadi duta misi kesenian ke Malaysia sampai ke Singapura dan melakukan rekaman dan tour dengan menyertakan penyanyi seperti: Ernie Djohan, Alfian, Tuty Subardjo, Onny Suryono.

Sejatinyalah, May Sumarna telah menjadi bagian dari Industri, yang telah menjadi bagian dari industri yang sudah dibentuknya. Perjalanan fenomenalnya di musik terjadi tahun 1974 silam, manakala debut albumnya bersama Madesya yang memuat lagu ‘Burung Dalam Sangkar’ laku keras dalam sekejap…. fantastis memang, sebuah pencapaian yang sungguh sensasional. Bersama Madesya, menuai manisnya menjadi orang popular dan sangat diakui oleh khalayak pencinta musik lokal yang sepertinya terhipnotis untuk menoleh pada album-album Madesya. Pendek kata grup Madesya setiap mengikat kontrak dengan salah satu perusahaan dapat diselesaikannya dalam waktu singkat dan Madesya tetap mencatat fenomena sebagai pelopor lagu Sunda pop dengan lagu Neng geulis, Bajing Loncat & Es Lilin. Sukses di dunia musik akhirnya merambah ke film, filmnya yang berjudul ‘Ayah Tiriku Ibu Tirimu’ tidak terlalu sukses di pasaran namun sudah membuktikan kemampuannya sebagai pelaku seni serba komplit.

Ketika tulisan ini diturunkan, May Sumarna sudah berusia 66 tahun dan kini menyendiri dirumahnya di Ciomas-Bogor, “sebetulnya saya menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, jauh dari gambaran yang ada di benak khalayak, sebagai seorang seniman besar berlimpah kemewahan… terkadang saya juga merenung dengan gelisah, hanya butiran tasbih yang selalu kuronce menghitung sisa hari tuaku dengan ke-Imananku sebagai seorang Muslim… Hidup dan matiku sudah saya serahkan semuanya sama yang di Atas agar kuraih bahagia didunia dan kelak tiba diakhirat nanti….. Saya tidak bisa berkelit dari apa yang dinamakan benang merah yang ada dalam bermusik saya dan kehidupan dalam menjalani hidup saya sekarang ini setelah menjadi Haji Mabrur (Salah satu Rukun Islam)… Kalau dirunut, bener juga omongan orang tua saya ada benernya… jangan jadi pelaku seni, karena sangat riskan dan banyak menyeret kita kehal-hal yang kurang bener”. Hal paling penting yang penulis kisahkan dari May Sumarna, dalam kesendiriannya bahwa dia tidak benar-benar mengakhiri bermusiknya, dia ingin bermain di belakang layar. Dia bercerita, banyak yang ingin disampaikannya seperti : imajinasi-nya mencari seseorang figur anak muda yang tampannya seperti dirinya dimasa lalu, dia ingin menyampaikan kekuatan masa lalunya dengan menghidupkan kembali tokoh seekor burung yang diciptakannya dalam lagu-lagunya. Ini menandakan May Sumarna dengan kicauan burungnya akan bisa bertahan sangat lama dan akan tetap melegenda… semoga Allah SWT memberkahinya, Amin

12 komentar:

  1. Terimakasih atas artikel tulisan nya sangat indah dan bagus saya terharu, semoga bp may sumarna diberi kesehatan..selalu sehat..saya termasuk yg meng idola kan nya. Suaranya yg indah bening..

    BalasHapus
  2. Lagu "Andaikan aku tau" teringat saya waktu itu di Purwokerto distelkan lagu itu oleh pacar saya di jalan Adyaksa, pacar saya menangis tersedu sedu.

    BalasHapus
  3. Saya penggemar lagu-lagu jadul terutama lagu-lagu tahun 70 an, Kisah burung dalam Sangkar merupakan lagu yang banyak dihafalm oleh anak anak SD se usia saya pada masa itu

    BalasHapus
  4. May Sumarna.. jadi ibget masa kecik, terutama lagu burung dlm sangkar dan burung kenari...

    BalasHapus
  5. Salm buat sang legenda semoga cpet sembuh dan d bri k tabahan waslm tatang sifik marzuk yg sllu mengingat mu n karya 2 nya

    BalasHapus
  6. May Sumarna semua lagunya asik bikin tenang dan nyaman jika mendengarnya

    BalasHapus
  7. Andaikan aku tau adalah lagu faforid ku sewaktu aq duduk di bangku SPG ,tiap hari aq setel tip recorder dengan kaset madesya ,dan akupun juga senang ndengerin intrumen nya lagu" madesya terutama instrumen andaikan aku tau

    BalasHapus
  8. Semoga almarhum sang maestro. Bahgia di alam sana. Mendapat tempat terindah di sisi-Nya.. Aamiin.. Al-fatihah

    BalasHapus
  9. Lagu burung dalam sangkar BUKANLAH ciptaan May Sumarna, tapi bung Lim

    BalasHapus