MADESYA GROUP
“Populer Berkat Kicauan Burungnya”
Tidak berlebihan jika tahun 70-an Madesya Group sudah
mendapat simpati para penggemar musik pop. Terlebih dengan lagu seri burungnya,
lihat saja “Burung Dalam Sangkar, Kisah Burung Kenari, Bagaikan Burung, Burung
Merpati, Kenari Yang Malang & Andaikan Aku Burung”. Kiranya cerita mengenai
burung ternyata mendapat sambutan dari para penggemar Madesya Group dan
berhasil dinobatkan sebagai “Lagu Populer (Burung Dalam Sangkar-1974) , Lagu
Favourite ( Kisah Burung Kenari-1976) & Lagu Terlaris (Andaikan Aku
Burung-1978) di ajang PUSPEN HANKAM”. Nama May Sumarna sering di bicarakan
orang, sehingga wajar saja ia banyak di lirik wanita belia berkat wajah
ganteng dan gape mencipta lagu. Tapi, dengan prestasinya yang luar biasa sudah
dipastikan mampu mendongkrak pamor Madesya Group jadi terkenal.
SEJARAH BERDIRINYA,Ide untuk mendirikan Madesya Group pertama kali
dicetuskan oleh May Sumarna pada Tanggal 24 Juli 1974 saat kepulangannya di
Indonesia, setelah menuai kejenuhan berkelana mengelilingi kota-kota besar di
Asia Tenggara bersama Grup The Steps-nya. Pagi hari mereka rekaman di
perusahaan rekaman bernama besar ‘Philips Ponogram’ dan malam harinya bermain
di night club sampai pada akhirnya di hotel-hotel berkelas di Singapore seperti
Tropicana, Orched Club dan Hotel Federal di Kuala Lumpur. Di samping itu mereka
show di Boat Hotel- Hongkong selama 3 tahun dan dikirim ke Jepang di Latin
Quarter-Akasaka/Tokyo selama 18 bulan. Tiba-tiba saja, secara mengejutkan May
Sumarna mengundurkan diri dari The Steps yang sudah dirintisnya bersama Tinton
Soeprapto pada tahun 1967, dengan pertimbangan anak-anak dari istirinya Sandra
Sanger (Ivy, Donna & Donny) sudah besar dan ingin menetap di Tanah Air.
Berawal saat berkunjung ke studio Remaco dan
termotifasi setelah melihat pentolan Koes Plus (Tonny Koeswoyo) sudah
mengendarai mobil Mercy hanya dengan mengandalkan lagu-lagu yang mudah dicerna,
sementara May Sumarna setiap malam dinegara orang membuat lagu-lagu baru dan
sangat sulit. Dari situ, wajar saja bila akhirnya seorang May Sumarna mengikuti
jalur musik pop yang saat itu disebut musik ‘kacang goreng’ yang sudah
didominasi beberapa grup band terdahulunya seperti Koes Plus, Panbers, Mercy’s,
Bimbo & Favourite’s, sampai akhirnya timbul ide untuk membentuk sebuah grup
band. Lahirlah MADESYA GROUP, Madesya adalah akronim dari nama personilnya May
Sumarna (Bass&Vocal), Danus/Mardanus (Keyboard & Gitar), Eddy
Loumantouw (Gitar & Vocal), Syahbuddin/Udin Syach (Flute & Saxophone),
Yul Crizal (Drum) & Albert Sumlang (Saxophone). Keberadaan Albert Sumlang
cuman nama saja, tidak ikut kegiatan saat itu. Bagi May sendiri, lebih senang
mengartikan Madesya singkatan dari kalimat Maju Dengan Syarat. May Sumarna
sangat tahu apa yang bisa diwujudkan bagi grup barunya “jadi kalau sekiranya
Madesya Group mau maju ada syaratnya: harus punya visi dan misi yaitu latihan
terus dan harus memiliki apresiasi terhadap jenis musik yang berbeda dalam
menambah wawasan bermusik, seperti musik tradisi, Kroncong, Pop, Melayu,
Dangdut, sehingga kesemua itu memang menuntut keseriusan dan disiplin sangat
tinggi para anggotanya” ungkap May Sumarna. Meluncurlah album debutnya Burung
Dalam Sangkar di tahun 1974.
Sebagai grup baru, Madesya terbilang bernasib bagus
lantaran baru satu album nama mereka langsung meroket, pamornya terus meningkat
dan mulai jadi idola baru. Prestasi memang sangat dibutuhkan May Sumarna untuk
menjadi terkenal, pertama-Burung Dalam Sangkar (Vol.1/Remaco), kedua- Kisah
Burung Kenari (Vol.3/Remaco), ketiga- Bagaikan Burung (Vol.4/Remaco), keempat-
Burung Merpati (Vol.5/Remaco), kelima- Andaikan Aku Burung (Vol.1/Yukawi) dan
yang terakhir namanya Kenari Yang Malang. Enam-enamnya merupakan goresan paling
jempol dari imajinasi seorang May Sumarna dan sang istri Sandra Sanger dalam
hal berkucica dengan sequel burungnya, karya-karya yang dibuatnya tampak lebih
mewakili dari cerita yang sebenarnya terjadi di sekitar kita tentang
kepeduliannya akan lestari alam & perlindungan satwa.
DITERPA BADAI,Cerita lahirnya sebuah lagu ‘Kisah Burung Kenari’ dan
kemudian dinyatakan sebagai salah satu lagu yang paling digemari sehingga
memperoleh Piringan Emas melalui angket siaran radio ABRI. Merupakan succes
story tersendiri bagi May Sumarna dengan Madesya Groupnya, terlebih bagi sang
penciptanya Sandra Sanger dan Remaco sebagai perusahaan rekaman yang merilis
album ini. Keberhasilan ini bukan semata buat kemenangan bagi diri ‘May
Sumarna, Sandra Sanger dan Eugene Timothy’, tapi kemenangan ini kelak adalah
suatu catatan yang akan di kenang sejarah rekaman Musik Indonesia.
Menyoal sukses manis yang ditoreh pasangan ini, tidak
sesukses perjalan mahligai rumah tangga mereka yang sudah dibina selama sepuluh
tahun (Menikah di Sukabumi tanggal 9 November 1965) dan telah dikauniai 3 orang
anak ‘Ivy dan si kembar Donna-Donny’. Kesepakatan keputusan telah diambil,
mereka berpisah secara resmi medio tahun 1975, hak asuh Ivy, Donna & Donny
diberikan pada May Sumarna, namun tidak ada batasan bagi Sandra untuk bertemu
anak-anaknya. Ditengah kegalauan hati akibat perceraian dengan Sandra Sanger,
timbul lagi masalah baru dalam kubu Madesya Group yang mendasar pada saat
performa grup mereka sudah mendapat perhatian dari pencinta musik. Pemicu
persoalan ini rata-rata seragam ‘Kalau bukan dalam soal pembagian honor yang
tidak merata, faktor komunikasi di antara anggota yang tidak sejalan, juga ada
kecendrungan masalah pribadi, lantaran salah satu personil lebih menonjol
popularitasnya dari yang lain’. Mula-mula Yoel Crizal keluar dan lebih banyak
membantu A Riyanto di Musica Nada, disusul Nourman kemudian terjadi ketegangan
antara Mardanus dan Eddy Lumantouw di satu fihak dengan May di fihak lain.
Bahkan Mardanus sempat nekad mendirikan Madesya II sebagai tandingan, walau
hanya bertahan seumur jagung ‘Alasan yang terpenting kreasi saya bisa keluar
fuul, tidak seperti di Madesya dimana May Sumarna selaku leader tidak punya
kebijaksanaan apapun pada sesama anggota’ (pengakuan Mardanus Pada
TOP/Tahun.1976). Terhadap ancaman Mardanus, disikapi sang leader Madesya ‘Kalau
memang dia benar-benar ngomong begitu, ya lucu juga…bukankah orang sudah tahu
Madesya itu siapa. Kenyataannya, apakah pernah dengar bahwa Madesya itu Oedin
atau Danus … tidak!. Madesya ya May Sumarna’ (ungkapnya kembali kepada
Top/1976). Untunglah tidak lama setelah melewati rehat yang cukup lama itu,
timbul rasa sadar dalam diri May Sumarna. Buru-buru ia bangkit untuk menata
stirnya kembali, hasilnya tidak sia-sia May Sumarna berhasil membawa nama
Madesya untuk tegak lagi, tapi kali ini bukan di Remaco setelah menghasilkan
berbagai album dari Pop, Sunda sampai Betawi, tapi sudah berpindah di Yukawi.
Walau begitu, sejumlah media, juga pengamat musik dan
pencintanya yang menyangsikan kehadiran formasi baru dan kepindahannya di
recording baru belum tentu akan melahirkan sesuatu yang baru. Namun tidak
terbukti sama sekali, bahkan dengan dukungan pemain baru dari eks Group Halvers
‘Untung Yus’ (Gitar & Vokal) dan adik kandung Annie Rae ‘Dhyon Rae’ (Drum),
sama-sama memberi inspirasi musik ‘baru’ yang tidak kalah besarnya setelah
Madesya sudah mengalami perubahan fomasi untuk kesekian kali, tetap tidak
membuat warna khas Madesya berubah. Lepas dari soal itu, yang terlihat
menggembirakan dari Madesya adalah mereka makin bersemangat dan termotivasi
memelihara hubungan dengan sesama personal. Di dalam studio Yukawi mereka telah
menyelesaikan sejumlah rekaman yang antara lain: Andaikan Aku Burung (Vol.1),
Andaikan Aku Tahu (Vol.2), Isadora (Vol.3), Isabella (Vol.4), Nona-nona (Vol.5)
& Roman Kehidupan (Vol.6), mereka juga telah menyelesaikan beberapa Album
Pop Melayu, Sunda, Dangdut, Betawi, Jaipong & Jawa. Belum lagi rekaman duet
dengan beberapa penyanyi wanita, seperti Lilis Suryani, Waljinah,Tatty Saleh,
Aan Barwaty, Djudju Srimulat & beberapa rekaman dari sang permata hati
‘Donna Sumarna’ ‘Batman (Vol.1), Batman VS Supermen (Vol.2) & Piring
Terbang (Vol.3), di samping menerima borongan penyanyi-penyanyi lain.
KERESAHAN SEORANG 'MAY SUMARNA',Lahir di Sukabumi 24 Juli 1944, dengan nama May Sumarna
dari keluarga Islam yang fanatik. Di masa Kanak-kanak, May pernah tinggal di Bogor
bersama kedua orang tuanya H.Tirta Atmadja dan Hj.Suratni yang menentang
anak-anaknya menjadi seniman. Bagi kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai
guru & tokoh masyarakat, bermain musik atau menjadi penyanyi adalah sesuatu
yang dianggap ‘haram’ dan menginginkan sekolah adalah prioritas utama. May
dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit, menyongsong mimpi-mimpinya atau
berjanji pada masa depannya. Mudah ditebak, baginya musik sudah menjadi pilihan
hidupnya dan May harus pandai bermain petak umpet dengan kedua orang tuanya. Di
mulailah, dari kota ini sensasi musikal May makin terjadi, bahkan sewaktu duduk
di Sekolah Dasar sudah merasakan ter-aliri kekuatan luar biasa tentang
Musik....Musik….Musik yang bercokol di kepalanya. Ceritanya, semasa Oslan Husein
dengan Band ‘Teruna Ria’ nya melanda Jakarta, May sudah ikut Orkes Melayu dan
membentuk Band Bocah. “Saya ingat, sejumlah kebandelan yang saya lakukan di
masa masih duduk kelas III SMP, salah satunya, terlibat perkelahian dengan guru
dan kabur ke Surabaya”, ungkapnya ke penulis mengenai.gambaran kenakalan May
Sumarna.
Di kota yang baru (Surabaya) inilah, Tuhan membuka
jalan baginya untuk mengenal musik lebih dalam, apalagi pertemuannya dengan
pemusik-pemusik seperti Victor Nasution (The Gembell’s), Mus Mulyadi &
Jerry Soisa (Arista Birawa & The Exotic) Albar, Eddy Lumantouw, & Gatot
Sunyoto (pencipta lagu Gubahanku), hasrat berkesenian May mulai mendapat
tempat. Bersama Mus Mulyadi, mereka sering muncul bersama atas nama Band Ria
Combo bermain di Taman Ria Surabaya. May-pun sempat bikin Band Marolas bersama
Victor, Albar dan Santoso , May juga diarahkan oleh kakaknya yang mempunyai
Ricky Dancing Club ke dalam Band Chandra Buana dan sering mengadakan tour show
ke beberapa kota di Jawa Timur. Waktu terus bergulir, May-pun menyelesaikan SMA
dan pindah ke Jakarta masuk di Akademi Bank Kramat, tidak betah kemudian pindah
sekolah ke Fakultas Hukum UKI. Sejak pertemuannya dengan anak-anak Band Baratha
(Harry Baratha), didirikanlah “Deselina” pada tahun 1964 dengan personal Robert
Silitonga (Gitar), Fuad Hasan (Drum), Imran (Lead Gitar), May Sumarna (Bass),
Ismet Januar (Rhytm Gitar), kemudian belakangan bergabung pula Sandra Sanger
(Vocal). Jelasnya, mereka memiliki daya tarik dengan warna musik yang berbeda dari
Band-band lain, bahkan mereka merajai show band dimasanya, karena itulah
produser rekaman PT.Dimita Moulding (Mesra) sepakat untuk memproduksi album
Instrumental dari Deselina ‘Kelap-kelip & Kitjir-kitjir’, lagu yang
dijadikan judul debut album mereka. Kemudian, pada jaman Zaenal Combo, May
Sumarna sempat gabung sebagai pemain Bass dan menjadi duta misi kesenian ke
Malaysia sampai ke Singapura dan melakukan rekaman dan tour dengan menyertakan
penyanyi seperti: Ernie Djohan, Alfian, Tuty Subardjo, Onny Suryono.
Sejatinyalah, May Sumarna telah menjadi bagian dari
Industri, yang telah menjadi bagian dari industri yang sudah dibentuknya.
Perjalanan fenomenalnya di musik terjadi tahun 1974 silam, manakala debut
albumnya bersama Madesya yang memuat lagu ‘Burung Dalam Sangkar’ laku keras
dalam sekejap…. fantastis memang, sebuah pencapaian yang sungguh sensasional.
Bersama Madesya, menuai manisnya menjadi orang popular dan sangat diakui oleh
khalayak pencinta musik lokal yang sepertinya terhipnotis untuk menoleh pada
album-album Madesya. Pendek kata grup Madesya setiap mengikat kontrak dengan
salah satu perusahaan dapat diselesaikannya dalam waktu singkat dan Madesya
tetap mencatat fenomena sebagai pelopor lagu Sunda pop dengan lagu Neng geulis,
Bajing Loncat & Es Lilin. Sukses di dunia musik akhirnya merambah ke film,
filmnya yang berjudul ‘Ayah Tiriku Ibu Tirimu’ tidak terlalu sukses di pasaran
namun sudah membuktikan kemampuannya sebagai pelaku seni serba komplit.
Ketika tulisan ini diturunkan, May Sumarna sudah
berusia 66 tahun dan kini menyendiri dirumahnya di Ciomas-Bogor, “sebetulnya
saya menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, jauh dari gambaran yang ada di
benak khalayak, sebagai seorang seniman besar berlimpah kemewahan… terkadang
saya juga merenung dengan gelisah, hanya butiran tasbih yang selalu kuronce
menghitung sisa hari tuaku dengan ke-Imananku sebagai seorang Muslim… Hidup dan
matiku sudah saya serahkan semuanya sama yang di Atas agar kuraih bahagia
didunia dan kelak tiba diakhirat nanti….. Saya tidak bisa berkelit dari apa
yang dinamakan benang merah yang ada dalam bermusik saya dan kehidupan dalam
menjalani hidup saya sekarang ini setelah menjadi Haji Mabrur (Salah satu Rukun
Islam)… Kalau dirunut, bener juga omongan orang tua saya ada benernya… jangan
jadi pelaku seni, karena sangat riskan dan banyak menyeret kita kehal-hal yang
kurang bener”. Hal paling penting yang penulis kisahkan dari May Sumarna, dalam
kesendiriannya bahwa dia tidak benar-benar mengakhiri bermusiknya, dia ingin
bermain di belakang layar. Dia bercerita, banyak yang ingin disampaikannya
seperti : imajinasi-nya mencari seseorang figur anak muda yang tampannya
seperti dirinya dimasa lalu, dia ingin menyampaikan kekuatan masa lalunya
dengan menghidupkan kembali tokoh seekor burung yang diciptakannya dalam
lagu-lagunya. Ini menandakan May Sumarna dengan kicauan burungnya akan bisa
bertahan sangat lama dan akan tetap melegenda… semoga Allah SWT memberkahinya,
Amin
SEJARAH BERDIRINYA,Ide untuk mendirikan Madesya Group pertama kali dicetuskan oleh May Sumarna pada Tanggal 24 Juli 1974 saat kepulangannya di Indonesia, setelah menuai kejenuhan berkelana mengelilingi kota-kota besar di Asia Tenggara bersama Grup The Steps-nya. Pagi hari mereka rekaman di perusahaan rekaman bernama besar ‘Philips Ponogram’ dan malam harinya bermain di night club sampai pada akhirnya di hotel-hotel berkelas di Singapore seperti Tropicana, Orched Club dan Hotel Federal di Kuala Lumpur. Di samping itu mereka show di Boat Hotel- Hongkong selama 3 tahun dan dikirim ke Jepang di Latin Quarter-Akasaka/Tokyo selama 18 bulan. Tiba-tiba saja, secara mengejutkan May Sumarna mengundurkan diri dari The Steps yang sudah dirintisnya bersama Tinton Soeprapto pada tahun 1967, dengan pertimbangan anak-anak dari istirinya Sandra Sanger (Ivy, Donna & Donny) sudah besar dan ingin menetap di Tanah Air.
Berawal saat berkunjung ke studio Remaco dan termotifasi setelah melihat pentolan Koes Plus (Tonny Koeswoyo) sudah mengendarai mobil Mercy hanya dengan mengandalkan lagu-lagu yang mudah dicerna, sementara May Sumarna setiap malam dinegara orang membuat lagu-lagu baru dan sangat sulit. Dari situ, wajar saja bila akhirnya seorang May Sumarna mengikuti jalur musik pop yang saat itu disebut musik ‘kacang goreng’ yang sudah didominasi beberapa grup band terdahulunya seperti Koes Plus, Panbers, Mercy’s, Bimbo & Favourite’s, sampai akhirnya timbul ide untuk membentuk sebuah grup band. Lahirlah MADESYA GROUP, Madesya adalah akronim dari nama personilnya May Sumarna (Bass&Vocal), Danus/Mardanus (Keyboard & Gitar), Eddy Loumantouw (Gitar & Vocal), Syahbuddin/Udin Syach (Flute & Saxophone), Yul Crizal (Drum) & Albert Sumlang (Saxophone). Keberadaan Albert Sumlang cuman nama saja, tidak ikut kegiatan saat itu. Bagi May sendiri, lebih senang mengartikan Madesya singkatan dari kalimat Maju Dengan Syarat. May Sumarna sangat tahu apa yang bisa diwujudkan bagi grup barunya “jadi kalau sekiranya Madesya Group mau maju ada syaratnya: harus punya visi dan misi yaitu latihan terus dan harus memiliki apresiasi terhadap jenis musik yang berbeda dalam menambah wawasan bermusik, seperti musik tradisi, Kroncong, Pop, Melayu, Dangdut, sehingga kesemua itu memang menuntut keseriusan dan disiplin sangat tinggi para anggotanya” ungkap May Sumarna. Meluncurlah album debutnya Burung Dalam Sangkar di tahun 1974.
Sebagai grup baru, Madesya terbilang bernasib bagus lantaran baru satu album nama mereka langsung meroket, pamornya terus meningkat dan mulai jadi idola baru. Prestasi memang sangat dibutuhkan May Sumarna untuk menjadi terkenal, pertama-Burung Dalam Sangkar (Vol.1/Remaco), kedua- Kisah Burung Kenari (Vol.3/Remaco), ketiga- Bagaikan Burung (Vol.4/Remaco), keempat- Burung Merpati (Vol.5/Remaco), kelima- Andaikan Aku Burung (Vol.1/Yukawi) dan yang terakhir namanya Kenari Yang Malang. Enam-enamnya merupakan goresan paling jempol dari imajinasi seorang May Sumarna dan sang istri Sandra Sanger dalam hal berkucica dengan sequel burungnya, karya-karya yang dibuatnya tampak lebih mewakili dari cerita yang sebenarnya terjadi di sekitar kita tentang kepeduliannya akan lestari alam & perlindungan satwa.
DITERPA BADAI,Cerita lahirnya sebuah lagu ‘Kisah Burung Kenari’ dan kemudian dinyatakan sebagai salah satu lagu yang paling digemari sehingga memperoleh Piringan Emas melalui angket siaran radio ABRI. Merupakan succes story tersendiri bagi May Sumarna dengan Madesya Groupnya, terlebih bagi sang penciptanya Sandra Sanger dan Remaco sebagai perusahaan rekaman yang merilis album ini. Keberhasilan ini bukan semata buat kemenangan bagi diri ‘May Sumarna, Sandra Sanger dan Eugene Timothy’, tapi kemenangan ini kelak adalah suatu catatan yang akan di kenang sejarah rekaman Musik Indonesia.
Menyoal sukses manis yang ditoreh pasangan ini, tidak sesukses perjalan mahligai rumah tangga mereka yang sudah dibina selama sepuluh tahun (Menikah di Sukabumi tanggal 9 November 1965) dan telah dikauniai 3 orang anak ‘Ivy dan si kembar Donna-Donny’. Kesepakatan keputusan telah diambil, mereka berpisah secara resmi medio tahun 1975, hak asuh Ivy, Donna & Donny diberikan pada May Sumarna, namun tidak ada batasan bagi Sandra untuk bertemu anak-anaknya. Ditengah kegalauan hati akibat perceraian dengan Sandra Sanger, timbul lagi masalah baru dalam kubu Madesya Group yang mendasar pada saat performa grup mereka sudah mendapat perhatian dari pencinta musik. Pemicu persoalan ini rata-rata seragam ‘Kalau bukan dalam soal pembagian honor yang tidak merata, faktor komunikasi di antara anggota yang tidak sejalan, juga ada kecendrungan masalah pribadi, lantaran salah satu personil lebih menonjol popularitasnya dari yang lain’. Mula-mula Yoel Crizal keluar dan lebih banyak membantu A Riyanto di Musica Nada, disusul Nourman kemudian terjadi ketegangan antara Mardanus dan Eddy Lumantouw di satu fihak dengan May di fihak lain. Bahkan Mardanus sempat nekad mendirikan Madesya II sebagai tandingan, walau hanya bertahan seumur jagung ‘Alasan yang terpenting kreasi saya bisa keluar fuul, tidak seperti di Madesya dimana May Sumarna selaku leader tidak punya kebijaksanaan apapun pada sesama anggota’ (pengakuan Mardanus Pada TOP/Tahun.1976). Terhadap ancaman Mardanus, disikapi sang leader Madesya ‘Kalau memang dia benar-benar ngomong begitu, ya lucu juga…bukankah orang sudah tahu Madesya itu siapa. Kenyataannya, apakah pernah dengar bahwa Madesya itu Oedin atau Danus … tidak!. Madesya ya May Sumarna’ (ungkapnya kembali kepada Top/1976). Untunglah tidak lama setelah melewati rehat yang cukup lama itu, timbul rasa sadar dalam diri May Sumarna. Buru-buru ia bangkit untuk menata stirnya kembali, hasilnya tidak sia-sia May Sumarna berhasil membawa nama Madesya untuk tegak lagi, tapi kali ini bukan di Remaco setelah menghasilkan berbagai album dari Pop, Sunda sampai Betawi, tapi sudah berpindah di Yukawi.
Walau begitu, sejumlah media, juga pengamat musik dan pencintanya yang menyangsikan kehadiran formasi baru dan kepindahannya di recording baru belum tentu akan melahirkan sesuatu yang baru. Namun tidak terbukti sama sekali, bahkan dengan dukungan pemain baru dari eks Group Halvers ‘Untung Yus’ (Gitar & Vokal) dan adik kandung Annie Rae ‘Dhyon Rae’ (Drum), sama-sama memberi inspirasi musik ‘baru’ yang tidak kalah besarnya setelah Madesya sudah mengalami perubahan fomasi untuk kesekian kali, tetap tidak membuat warna khas Madesya berubah. Lepas dari soal itu, yang terlihat menggembirakan dari Madesya adalah mereka makin bersemangat dan termotivasi memelihara hubungan dengan sesama personal. Di dalam studio Yukawi mereka telah menyelesaikan sejumlah rekaman yang antara lain: Andaikan Aku Burung (Vol.1), Andaikan Aku Tahu (Vol.2), Isadora (Vol.3), Isabella (Vol.4), Nona-nona (Vol.5) & Roman Kehidupan (Vol.6), mereka juga telah menyelesaikan beberapa Album Pop Melayu, Sunda, Dangdut, Betawi, Jaipong & Jawa. Belum lagi rekaman duet dengan beberapa penyanyi wanita, seperti Lilis Suryani, Waljinah,Tatty Saleh, Aan Barwaty, Djudju Srimulat & beberapa rekaman dari sang permata hati ‘Donna Sumarna’ ‘Batman (Vol.1), Batman VS Supermen (Vol.2) & Piring Terbang (Vol.3), di samping menerima borongan penyanyi-penyanyi lain.
KERESAHAN SEORANG 'MAY SUMARNA',Lahir di Sukabumi 24 Juli 1944, dengan nama May Sumarna dari keluarga Islam yang fanatik. Di masa Kanak-kanak, May pernah tinggal di Bogor bersama kedua orang tuanya H.Tirta Atmadja dan Hj.Suratni yang menentang anak-anaknya menjadi seniman. Bagi kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru & tokoh masyarakat, bermain musik atau menjadi penyanyi adalah sesuatu yang dianggap ‘haram’ dan menginginkan sekolah adalah prioritas utama. May dihadapkan pada pilihan yang teramat sulit, menyongsong mimpi-mimpinya atau berjanji pada masa depannya. Mudah ditebak, baginya musik sudah menjadi pilihan hidupnya dan May harus pandai bermain petak umpet dengan kedua orang tuanya. Di mulailah, dari kota ini sensasi musikal May makin terjadi, bahkan sewaktu duduk di Sekolah Dasar sudah merasakan ter-aliri kekuatan luar biasa tentang Musik....Musik….Musik yang bercokol di kepalanya. Ceritanya, semasa Oslan Husein dengan Band ‘Teruna Ria’ nya melanda Jakarta, May sudah ikut Orkes Melayu dan membentuk Band Bocah. “Saya ingat, sejumlah kebandelan yang saya lakukan di masa masih duduk kelas III SMP, salah satunya, terlibat perkelahian dengan guru dan kabur ke Surabaya”, ungkapnya ke penulis mengenai.gambaran kenakalan May Sumarna.
Di kota yang baru (Surabaya) inilah, Tuhan membuka jalan baginya untuk mengenal musik lebih dalam, apalagi pertemuannya dengan pemusik-pemusik seperti Victor Nasution (The Gembell’s), Mus Mulyadi & Jerry Soisa (Arista Birawa & The Exotic) Albar, Eddy Lumantouw, & Gatot Sunyoto (pencipta lagu Gubahanku), hasrat berkesenian May mulai mendapat tempat. Bersama Mus Mulyadi, mereka sering muncul bersama atas nama Band Ria Combo bermain di Taman Ria Surabaya. May-pun sempat bikin Band Marolas bersama Victor, Albar dan Santoso , May juga diarahkan oleh kakaknya yang mempunyai Ricky Dancing Club ke dalam Band Chandra Buana dan sering mengadakan tour show ke beberapa kota di Jawa Timur. Waktu terus bergulir, May-pun menyelesaikan SMA dan pindah ke Jakarta masuk di Akademi Bank Kramat, tidak betah kemudian pindah sekolah ke Fakultas Hukum UKI. Sejak pertemuannya dengan anak-anak Band Baratha (Harry Baratha), didirikanlah “Deselina” pada tahun 1964 dengan personal Robert Silitonga (Gitar), Fuad Hasan (Drum), Imran (Lead Gitar), May Sumarna (Bass), Ismet Januar (Rhytm Gitar), kemudian belakangan bergabung pula Sandra Sanger (Vocal). Jelasnya, mereka memiliki daya tarik dengan warna musik yang berbeda dari Band-band lain, bahkan mereka merajai show band dimasanya, karena itulah produser rekaman PT.Dimita Moulding (Mesra) sepakat untuk memproduksi album Instrumental dari Deselina ‘Kelap-kelip & Kitjir-kitjir’, lagu yang dijadikan judul debut album mereka. Kemudian, pada jaman Zaenal Combo, May Sumarna sempat gabung sebagai pemain Bass dan menjadi duta misi kesenian ke Malaysia sampai ke Singapura dan melakukan rekaman dan tour dengan menyertakan penyanyi seperti: Ernie Djohan, Alfian, Tuty Subardjo, Onny Suryono.
Sejatinyalah, May Sumarna telah menjadi bagian dari Industri, yang telah menjadi bagian dari industri yang sudah dibentuknya. Perjalanan fenomenalnya di musik terjadi tahun 1974 silam, manakala debut albumnya bersama Madesya yang memuat lagu ‘Burung Dalam Sangkar’ laku keras dalam sekejap…. fantastis memang, sebuah pencapaian yang sungguh sensasional. Bersama Madesya, menuai manisnya menjadi orang popular dan sangat diakui oleh khalayak pencinta musik lokal yang sepertinya terhipnotis untuk menoleh pada album-album Madesya. Pendek kata grup Madesya setiap mengikat kontrak dengan salah satu perusahaan dapat diselesaikannya dalam waktu singkat dan Madesya tetap mencatat fenomena sebagai pelopor lagu Sunda pop dengan lagu Neng geulis, Bajing Loncat & Es Lilin. Sukses di dunia musik akhirnya merambah ke film, filmnya yang berjudul ‘Ayah Tiriku Ibu Tirimu’ tidak terlalu sukses di pasaran namun sudah membuktikan kemampuannya sebagai pelaku seni serba komplit.
Ketika tulisan ini diturunkan, May Sumarna sudah berusia 66 tahun dan kini menyendiri dirumahnya di Ciomas-Bogor, “sebetulnya saya menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, jauh dari gambaran yang ada di benak khalayak, sebagai seorang seniman besar berlimpah kemewahan… terkadang saya juga merenung dengan gelisah, hanya butiran tasbih yang selalu kuronce menghitung sisa hari tuaku dengan ke-Imananku sebagai seorang Muslim… Hidup dan matiku sudah saya serahkan semuanya sama yang di Atas agar kuraih bahagia didunia dan kelak tiba diakhirat nanti….. Saya tidak bisa berkelit dari apa yang dinamakan benang merah yang ada dalam bermusik saya dan kehidupan dalam menjalani hidup saya sekarang ini setelah menjadi Haji Mabrur (Salah satu Rukun Islam)… Kalau dirunut, bener juga omongan orang tua saya ada benernya… jangan jadi pelaku seni, karena sangat riskan dan banyak menyeret kita kehal-hal yang kurang bener”. Hal paling penting yang penulis kisahkan dari May Sumarna, dalam kesendiriannya bahwa dia tidak benar-benar mengakhiri bermusiknya, dia ingin bermain di belakang layar. Dia bercerita, banyak yang ingin disampaikannya seperti : imajinasi-nya mencari seseorang figur anak muda yang tampannya seperti dirinya dimasa lalu, dia ingin menyampaikan kekuatan masa lalunya dengan menghidupkan kembali tokoh seekor burung yang diciptakannya dalam lagu-lagunya. Ini menandakan May Sumarna dengan kicauan burungnya akan bisa bertahan sangat lama dan akan tetap melegenda… semoga Allah SWT memberkahinya, Amin
Terimakasih atas artikel tulisan nya sangat indah dan bagus saya terharu, semoga bp may sumarna diberi kesehatan..selalu sehat..saya termasuk yg meng idola kan nya. Suaranya yg indah bening..
BalasHapusLagu "Andaikan aku tau" teringat saya waktu itu di Purwokerto distelkan lagu itu oleh pacar saya di jalan Adyaksa, pacar saya menangis tersedu sedu.
BalasHapusSaya penggemar lagu-lagu jadul terutama lagu-lagu tahun 70 an, Kisah burung dalam Sangkar merupakan lagu yang banyak dihafalm oleh anak anak SD se usia saya pada masa itu
BalasHapusMay Sumarna.. jadi ibget masa kecik, terutama lagu burung dlm sangkar dan burung kenari...
BalasHapusSalm buat sang legenda semoga cpet sembuh dan d bri k tabahan waslm tatang sifik marzuk yg sllu mengingat mu n karya 2 nya
BalasHapusMay Sumarna semua lagunya asik bikin tenang dan nyaman jika mendengarnya
BalasHapusThat's my beloved dad
BalasHapus💓
Apa kabar sekarang Donna Sumarna
BalasHapusAndaikan aku tau adalah lagu faforid ku sewaktu aq duduk di bangku SPG ,tiap hari aq setel tip recorder dengan kaset madesya ,dan akupun juga senang ndengerin intrumen nya lagu" madesya terutama instrumen andaikan aku tau
BalasHapusSemoga almarhum sang maestro. Bahgia di alam sana. Mendapat tempat terindah di sisi-Nya.. Aamiin.. Al-fatihah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLagu burung dalam sangkar BUKANLAH ciptaan May Sumarna, tapi bung Lim
BalasHapus