Sabtu, 20 Agustus 2016

Catatan Harian Seorang DEBBY CHYNTIA DEWI




Catatan Harian seorang Debbie Cynthia Dewi....
Senin, 15 Agustus 2016.
Penulis: Jose Choa Linge,

Debby Chyntia Dewi, kelahiran Jakarta 04 Agustus 1852.
Awalinya tahun 1972 saat sutradara Hasmanan mantan Pemain Orkes GUMARANG, terpikat dengan kecantikan Putri dari Aktor Gaek 'S BONO'.. Tidak tanggung2 langsung didaulat sebagai pemeran utama mendampingi Aktor Tampan seAsia yang sangat populer namanya di Indonesia 'Teng Kuang Yung', film kerjasama dengan negara Hongkong diberi judul TIADA JALAN LAIN.
Film yang membuat namanya meroket dan media menghembuskan namanya sebagai Aktris masa depan bukan karena kecantikannya saja, namun keberaniannya berAdegan K*SS*I*G bersama pemain Asing. Saat di komfirmasi langsung dengannya, ada sedikit merasa 'eneg' saat harus beradegan R*an*j*ng dengan lawan mainnya Tampan wajahnya namun di sekujur tubuhnya ada bercak P*NU..

Film ini sempat dicekal di Negerinya sendiri, alasannya karena sepanjang film tersebut hanya menebar adegan v*lg*r, Action dan kemewahan, tapi tidak demikian dinegeri Hongkong film ini sempat diputar dan digemari bahkan saksi mata Bobby Sandy sempat berujar ke Debby Chyntia Dewi.. saat saksikan film Hongkong eeeh gak nyangka pemainnya Debby... gelak tawanya.
Walaupun film ini dikatakan sebagai film yang bisa merusak moral generasi Anak2 Muda dimasa itu dan minta ditarik dari peredaran, tapi tidak menyurutkan langkah seorang Debby Chyntia Dewi untuk mati berkarya. Madia dimasa itu tak henti2nya membicarakan dalam tempo yang panjang seakan berita artis lain tertutup beritanya oleh seorang pendatang baru yang polos dan terbayangkan saat benar2 diL*m*t bibirnya oleh Teng Kuan Yung membuat memerah wajahnya karena malu caMpur marah dan tidak bisa berbuat apa2 karena ketidak tahuan adn lugunya bahwa ceriteranya ada adegan manuk2an.

Film keDuanya yang digarap oleh Nya Abbas Akup, membuka kembali jalan baginya...film Catatan Harian Seorang Gadis, kembali masih dalam porsi meyerempet 'sekwilda' namun digarap secara indah oleh Nya Abbas. Sayangnya film yang berkolaborasi dengan 'Aedy Moward, Wahab Abdi dan Rahayu Effendy', kurang booming karena film Tiada Jalan Lain masih belum pudar dibicarakan.
Ada kisah dibalik kekuatan cetitera tentang seorang Debby Chyntia Dewi yang langsung diceriterakan kepada penulis bahwa foto2 Sy..rnya dari iklan sepeda motor dimana hanya memakai bikini mengundang pria2 tak bisa menahan Iman. Bukan saja foto iklan sepeda motor yang berbikini, foto2 s*xy nya menjadi bulan2an para pria2 yang selalu berfantasi untuk memajang gambarnya di kamar mandi sambil menatap dan ber 'hallo2 Bandung' membuat kami semua didalam mobil tertawa terkekeh-kekeh.

Saat penulis menanyakan bagamana rasanya seorang Anak bermain di film dimana sang Ayah sebagai lawan mainnya, Debby Chyntia berceritera bahwa ibunya sangat menentang dan melarang untuk lakukan. Menurut sang ibu bagaimana rasanya sang anak harus beradu akting mesra sebagai gadis simpanan oleh sang pemeran ayah kandungnya,...? Bagi Debby Chyntia tak menjadi soal dan berusaha profesional toh tidak merasa di sepesialkan oleh sang ayah yang menyutradarai dan berperan sebagai om senang sehingga sang ibu tidak bisa berbuat apa2 dengan kekerasan hati si anak dimana sang ibu yang masa itu sudah berpisah (bercerai) dari sang ayah S Bono.
Lebih dari 50 judul film yang dibintanginya, dengan berbagai karakter sebagai: perempuan baik2, cewek jagoan, ibu tiri jahat dan banyak lagi peran2 yang membuatnya tertangtang untuk dilakoninya. Masih ingat di film Aula Cinta sebagai Ibu Guru yang dicintai muridnya...? atau film serie dari Cewek Jagoan sang penumpas durjana atau si ibu Tiri jahat yang cerewet dan judes dalam film Anak2 Tak BerIbu, semua dilakoninya tanpa ada beban dan baginya mencoba berakting sebaik mungkin adalah memberi persembahannya untuk Film Indonesia tanpa ada target meraih 'Citra' yang terpenting segenap jiwa raganya untuk Film Indonesia dan tidak ingin menjauh dari dunia akting katanya.

Dalam perjalanan mobil yang kami tumpangi, duduk pak Sandec Sahetapy dan Dharty Mlg II sang sopir teladan jalur berlawananpun di libasnya, hehehehehehehe...... penulis dan nara sumber 'Debby Chyntia Dewi' bercengkrama sesekali tanya jawab dan penulis hanya merekam di kepala tentang tuturan pengalaman para pencintanya di Negeri Tetangga dimana saat itu sedang ada lawatan ke Penang bersama Christine Hakim dan artis lainya. Beberapa penggemar meminta berfoto dan berucap 'You... ade tak main di Film Ilmu Teluh, boleh buat picture.... Debby Chyntia awalnya kaget tdk menyangka betapa kekuatan film ini dapat menghpnotis penonton Negeri tetangga dan terlebih dia merasa belum apa2 dengan sejawatnya Christine Hakim tapi penggemar malah menyerbunya untuk sekedar salaman atau berfoto.

Film Penangkal Ilmu Teluh/Sutrd, SA Karim, dimana peran Debby Chyntia Dewi sangat menonjol sebagai isteri muda pemakai susuk agar tetap cantik dan awet muda. Seorang Debby Chyntia Dewi sangat memuji kehebatan akting seniornya 'Sofia WD' sebagai dukun yang kekuatan aktingnya sungguh berada diatas rata2. Curhatnya diakhir perjalanan kami sebelum berpisah, rasanya ingin memiliki sebagian copy film2 yang pernah dibintanginya dan disebutnya selain Tiada Jalan Lain, Catatan Seirang Harian Seorang Gadis, Si Genit Poppy dan ada lagi film dimana yang diaperankan sebagai wanita desa Buta diperkosa, sayangnya penulis tidak bisa mengingat judul film dimana dia berpasangan dengan Aktor tampan Dokter Gigi, yang diingatnya hidung Fadli dibuat besar seperti monyet dan peran dia sebagai gadis buta dapat melihat fiakhir ceritera...

Sampai jumpa pada Catatan Harian seorang Bintang lainnya, yang tanpa diasadari masuk perangkap dalam scenario untuk berbagi kisah pada sahabat2 pencintanya....

In Memoriam CHARLIE SAHETAPY




In Memoriam 'CHARLIE SAHETAPY,
(23 November 1952 - 30 November 2004)..
Ayahku adalah seorang MUSUH ..Tapi dia adalah IDOLAKU,
Penulis:  Jose Choa Linge,

Aku Sandec Sahetapy, bila ingat saat-saat kepergian papa, betapa tidak adilnya diri ini menyimpan dendam pada Ayah yang telah memberikan Nafas 'cinta' yang tak pernah ujud nyata... dimana letak salahnya, sosoknya yang keras telah berikan 'cambuk' agar aku kuat dan harus berdiri diatas kaki sendiri, disaat susah yang bisa bantu adalah dirimu sendiri,..begitulah akhir kisah yang pernah dia ucapkan berkali-kali yang kini sudah kupahami dan kujaga.

Aaaakh.... Sandec Sahetapy .... Betapa bodohnya dirimu harus membenci Ayah yang begitu perhatian dengan cara-cara yang tidak kau pahaminya, seorang Ayah punya cara tersendiri untuk curahkan kasih sayang kepada anaknya tanpa harus menunjukan ujudnya. Disinalah kehidupan yang dia berikan dan dibentangkan didepan matamu agar terkuak bahwa hidup adalah perjalanan panjang dan harus membelahnya mencari dua pernyataan 'Salah dan Benar' dan bila sudah dapatkan maknanya maka hidupmu yang menentukan pilihan itu.

daaaan... Akhirnya tak pernah setitikpun kupaham makna2 dan isyarat kata-katanya yang kutangkap sorot matanya bagai burung Elang yang siap menerkam 'mangsa', oooh ...bukan... bukan... sorot mata itu seperti bening 'kristal' berkilau sehingga kutak mampu untuk menatapnya dan kupalingkan muka untuk hindarinya... dan terdengar kembali, Naaaaaaaak.....kelak nanti engkau fahaminya.
Pribadiku kuat dan bukti itu 'nyata' ..aku telah berdiri diatas kakiku sendiri tanpa ada sosok 'Ayah' yang memberi, aku telah berdiri diatas kakiku sendiri tanpa pertolongan 'Ayah' disisiku dan ..dan..dan aku telah berdiri diatas kakiku sendiri tanpa dirimu yang bernama'Ayah' yang selalu ada menemani, tapi aku berdiri diatas kakiku sendiri karena aku 'SANDEK' si Pemuda Pekerja itu papaaaaaa.

Aku Sandec sang pekerja keras.. tetap kokoh tanpa luluh dengan sosok Ayah atau papa yang sering kupanggilnya, dia terbaring lemah di Rumah Sakit sedang menanti skratul mautnya...Aku mencibir dan egoku sebagai si Sandec si Anak Menteng yang kerjanya begajul harus luruuuuh...oooh tidak, tentu tidak karena aku kuat di jalan dan kuharamkan Air Mataku tumpah. Tergambar kembali saat masih remajaku pernah kupinjam Mobilnya untuk sekedar bermalam mingguan sesama teman, mobil sudah tercuci bersih dan kunci kontak sedang ditangan.. Ayahku bilang,., 'bisa isi bensin nggak..kalau nabrak bagaimana..ada rebewes (SIM) gak ada ini-itu, kalau begini -begitu.... jangan pernah bangga punya harta orang tua'..

Aku Sandec... di koridor Rumah Sakit Cikini, papa sebentar- sebentar menarik nafas seakan hendak sampaikan kalimat perpisahan, dan tetap sedikitpun tak kuhirau, Oma yang merawatku sejak usiaku 9 bulan tanpa sosok bernama ayah menghampiri meminta untuk mendekat ke papapun akhirnya juga angkat bahu ..karena oma tahu bahwa diamku tanda tak setuju.. Akhirnya kalimatku terucap juga "Itu Jagoan ...mati juga".

Teman-teman papa para Insan Seni, banyak sampaikan ucapkan belasungkawa .. om El Manik menghampiri 'Deeek....Ello gak Mau liat bapakmu', jangankan mau lihat rasanya muak lihat bila kembali kemasa belakang, tapi ada dorongan hati 'nuraniku' berbisik... Deeek, kamu harus lihat terakhir kali papamu, sebelum penyesalan datang terakhir.. Entah, tiba-tiba... kaki ini gontai melangkah dimana papa Charlie Sahetapy seorang aktor yang diakui di Film Indonesia dengan catatan prestasi Nominasi FFI dan Piala Vidia digenggaman sudah terbujur kaku dimandikan daaaaaaaan... Tuhaaaaan, teriakku... selama ini ada yang salah padaku, mataku tertuju pada tubuhnya ada Tatto Burung dan tergambar nyata tulisan berlafal SANDEK... Aku bergidik dan memrintahkan om El Manik dan yang lain untuk keluar dari ruangan ini biar aku Sandec ingin bersama Papa Charlie... Tangiskupun memecah dan meraung bagai singa yang kehilangan Induknya, permintaan Maaf kugaungkan 'kenapa papa tidak bilang kalo sayang sama aku.. kenapa papa sembunyikan semua rasa sayang papa pada saya dengan seperti ini, maaafkan aku papaaaaaaaa telah sia2kanmu'..

Kini Papa sudah tidur dengan mimpinya yang panjang dan kutahu papa tak pernah terbangun lagi, namun kutahu papa sudah tersenyum melihatku sudah temukan jalan keBenaran itu.. Papa sudah kuantarkan ke peristirahannya di TPU sawangan diantara makam-makam para Muslim yang sudah wafat terdapat Nisan Salib satu2nya tempat papa tertidur, aku bangga dan bersuka cita berdiri diantara saudara MUSLIMku kami tetap berSaudara tanpa ada perbedaan.

CHARLIE SAHETAPY, adalah seorang Aktor Film dan Teater.. Semasa hidupnya sudah berAkting di sejumlah film,antara lain: Terminal Cinta, Perawan Desa, Pulau Cinta,Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa, Selamat Tinggal Masa Remaja, Serangan Fajar, Penghianatan G 30 S PKI, Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi, Matahari- matahari, Ketika Cinta Harus Memilih', dll

Prestasi:
(1). Nominasi Pemeran Pembantu Pria FFI- 1980 - dalam 'Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa,
(2). Pemeran Pembantu Pria FSI -1995 dalam 'Nyai Dasima.

Minggu, 26 Juni 2016

KENDEDES








TITIEK NUR julukan si SETAN GENDANG dari Group KENDEDES...
Penulis: Jose Choa Linge,

Sikecil ‘Titik Nurniaty’ atau kelak hari kita kenal sebagai TITIK NUR sudah unjuk kebolehan bernyanyi diiringi band dimasa usianya masih BaLiTa, terbayangkan usia 5 tahun sudah melatunkan lagu Mencari/Cipt.Jasir Sjam yang dipopulerkan dimasa itu oleh ‘Titiek Sandhora’... Tanpa sungkan atau merasa takut  Titik Nur kecil  naik panggung dan sudah beraksi layaknya bagai artis besar dan meluncurlah lagu ‘Sayang..dimana kau berada,  lama sudah kumencari...  Kini hatiku gelisah padamu, Apa salahku dan kau tinggalkan....

Ayahnya ‘Emok Sahari’ yang khatam betul suara anaknya terdengar sayup2 dari speaker menembus dicelah pintu rumahnya membuatnya gelisah dan mengajak isterinya ‘Siti Hafsah’ untuk melihat panggung seni hajatan tidak jauh dari rumahnya,  siapa sebenarnya suara anak kecil yang bernyanyi  itu kata katinya untuk melawan rasa penasarannya... rasa-rasanya seperti suara Titik Nur dan ingin memastikan, rasa seorang bapak lebih pekah dari rasa seorang ibu yang mencoba menahan ‘mana mungkin Titik Nur pah dia kan masih kecil dan pemalu” dan ternyata si kecil Titik Nur tak menyadari kedua orang tuanya sudah bergabung  dibarisan penonton, dengan cueknya Titik Nur tetap menghabiskan bait demi bait lagu Mencari  ‘Sayang oh sayang kau kembali,  Jangan  kau biarkan ku sendiri, Cintaku ini tetap suci abadi, kini kasihmu  menanti... Aku harapkan mengerti diriku, Kini nasibku menanti..  Bergemuruhlah sorak sarai dan tepuk tangan penonton serasa berada di arena pertunjukan konser, kedua orang tuanya menyadari bahwa bakat anaknya dimulai dari ‘tempat ini’ walau di kemudian hari orang tua memberikan reaksi penolakan yang ingin Titik Nur hanya berurusan dengan sekolah saja.

Pamekasan- Madura di Jawa Timur, 18 Agustus 1958 adalah dimana ‘Titik Nurniaty atau Titik Nur’ terlahir di dunia dan hanya merasakan sedikit saja memory keIndahan kota kelahirannya dimasa kecilnya bermain dan berkejaran di pantai yang indah bersama teman2nya. Titik Nur harus hijrah dan berpindah tugas dari satu kota ke kota lainnya  mengikuti Ayahnya  yang seorang ABRI berdinas di kota Gorontalo – Sulawesi Tengah.  Siapa nyana si cabe rawit Titik Nur, kembali berprestasi 3X berturut-turut menjuarai ajang Festival Lomba Nyanyi pada tahun 1967 – 1968 dan 1969,  bahkan diusianya yang masih anak-anak 8 Tahun mencoba ikut Festival Kejuaraan Lomba Keroncong tingkat Dewasa dan lagi-lagi Titik Nur kecil meraih juara ke III.

Tahun 1970... Keluarga besar Titik Nur berpindah tugas di kota Manado-Sulawesi Utara, dari selama keberadaan Titik Nur di kota ini tak membuatnya mati langka  atau melempem masa berkeseniannya. Bahkan keradaannya dikota ini  masa selama  4 tahun di kota Manado,  untuk menyebut nama Titik Nur saja sudah dikenal seperti layaknya menyebut  seorang Super Star. Tidak berlebihan memang, sejak pertemuannya dengan ‘B Efendy’ seorang anggota ABRI berpangkat Kolonel yang kemudian membimbingnya  dan mengarahkan untuk  bergabung di Group yang dipimpinnya seperti: ‘The Logist dan The Ins’.  Selama menimbah ilmu di dua Grop ini, Titik Nur kemudian sudah mengenal penyanyi ‘Ermy Kullit & Anggoman CS kemudian hari menjadi ‘Anggoman Bersaudara’ sesama anggota sebagai biduan dari group ini dan seringkali show di kota Manado dan sekitarnya.

Tahun 1974... Atas saran Bapak B Efendy dan tentunya atas restu kedua orang Tuanya ‘Emok Sahari & Siti Hafsah’, berangkatlah ke Ibu Kota Jakarta tempat dimana semua asa-asa yang tertunda akan di dapatkan disini dengan catatan bila sudah menemukan nasib baik tentu. Titik Nur ditampung oleh keluarga ‘B Efendy’ yang sudah menganggapnya sebagai anak sendiri, pagi hari Titik Nur menyempatkan sekolah di SMP Neg.46- Pasar Minggu  dan SMKK (setingkat SMA) – Slipi,  bila jelang malam hari Titiek Nur sudah berkeliling ‘Night Club’ mengisi acara sebagai penyanyi SOLO.  Satu persatu Night Club disebutnya antara lain: ‘Copa  Cabana, Tropicana, Blue Ocean, Blue Moon, Star Dust, LCC, COCO, Sky Room, dll, dari satu club malam ke club malam berikutnya sering dipertemukan sahabat-sahabat seni dimasa perjuangan seperti; ‘Eus Darliah, Annie Rae, dll. Bahkan Titiek Nur mencatat prestasi merekam suaranya lewat lagu ciptaan. ‘Gatot Sunyoto’ bersama Raja Jazz di jamannya  ‘Jack Lesmana’ bersama nama-nama besar lainnya ‘Yopie Item, Grace Simon, Rien Jamain’ dari perusahaan Celebrity.

Titiek Nur... Kemudian melebarkan sayapnya dengan meluncurkan album Pop Solo yang diidam-idamkannya bersama  ‘Agustus Group/pimp.B Efendy’, menerbitkan lagu ‘Curi-Curi/Cipt.D’lloyd dan beberapa album Pop lainnya.  Titiek Nur kemudian masih berpetualang sampai di kota Lampung dan tentunya menerima tawaran di Night Club di ‘Marcopolo’ sebagai karyawan bila pagi hari dan jelang malam hari sudah disulapnya menjadi seorang biduan dan menghabiskan masa kontrak selama 1 tahun, kemudian pulang ke Ibu Kota ‘Jakarta’ yang sudah menunggunya untuk kembali merebut  apa yang sudah ditinggalkannya.

Tahun 1975.... Kepulangannya ke Jakarta, TitieK  Nur sempatkan menonton Festival Group Band Wanita se Indonesia tahun 1975 di Senayan, dimana Group Band Wanita dari Surabaya ‘Fretty Sister’ keluar sebagai Pemenang pertama dan berturut-turut  juara ke II dan Favourite  ‘Aria Yunior & Antique Clique’.  Dari hasil menonton pagelaran group band wanita yang baru saja dia saksikan bersama sederatan bangku dengan ‘Camelia Malik & Idris Sardi’,
difikirannya sudah berkecamuk ‘sejuta’ ide yang tiba-tiba tak bisa memicingkan mata hingga fajar menguak dan di kepalanya ada sesuatu bisikan yang harus dia lakukan untuk perkembangan musik indonesia. Dimasa itu... siapa
yang tak mengenal dengan Group Musik Rock DangDut OM SONETA/Pimp.Oma (H.Rhoma) Irama,  tak banyak langkah  yang harus dia fikirkan dan  harus dia wujudkan keinginannya membentuk Group Musik DangDut Rock Wanita. Diutarakannya niatnya kepada sahabatnya ‘Reza Anggoman’ yang sudah di kenalnya saat semasa dan seperjuangan di kota Manado, Titiek Nur membuka percakapan ‘Riiiz...kita bentuk grup yok’, ‘grup apa...? disambung oleh Reza Anggoman, grup Melayu (DangDut) seperti Oma (Rhoma) Irama itu... Gila loh!!, siapa yang megang gendang.. kembali Reza Anggoman agak terkejut dan pesimis... Gua daaah, kata Titiek Nur sorongkan diri dan memberi keyakinan kepada Reza Anggoman untuk mari bahu membahu ujudkan keinginan kerasnya ini. KeEsokan hari mereka sudah terlihat berdua mensambangi ‘Ucok Suryodipuro  dari OM. BANGLADESH untuk mencari ‘Gendang’, keinginan kerasnya dari Titiek Nur inilah lambat laun terlihat berkat kekuatan hatinya dan tekad yang yang selalu dijunjungnya agar apa yang sudah diinginkan dapat tercapai.  Yang selalu dia ingat saat awali bersahabat dengan gendang, kemana-mana selalu dibawanya dan disetiap jedah di ‘tabuh’nya  untuk hasilkan ‘ketipak-ketipung’ yang bersuara ‘DUT’.  Problem yang dihadapi dari Titiek Nur adalah memiliki kekurangan di tangan ‘Kidal’, dimana menurutnya untuk hasilkan tabuhan ‘Dut’ itu harus menggunakan tangan ‘Kanan’ dan tidak begitu lama harus beradaptasi dengan segala bentuk kekurangan dirinya dan segala gendang sampai dihitungnya 6 biji yang  harus sekali dimainkan sehingga masing-masing memiliki suara lain terdengar ‘ketipung’ dan di variasikan dengan gendang bersuara ‘Ketipang’ sampai kepada suara-suara Gendang ‘Sunda’ hingga memunculkan ornamen2 indah dari perjuangannya hasil mengintip pemain gendang  di show ‘Jakarta Fair’, kenang titik Nur kepada penulis.

Tahun 1976... Lahirlah KENDEDES dengan semua anggotanya dari kaum ‘HAWA’, mereka antara lain: Titiek Nur/Pimp, Gendang, Vokal+ Reza Anggoman/Keyboard,Vokal+  Evy Martha/Bass, Vokal + Diah Setiawati/Bass, Vokal + Ken Zuraeda/Mandolin,Vokal + Tuty Wijaya/Rhytm,Vokal + Neneng Susanti/Tamborin, Fenty Nur (usianya 4 Tahun)/Marakas, Keyboard, kemudian ada masa pergantian pemain  dan masuk Herlina Effendy/Vokal, Budiah Putih/Tamborin + Luh Patrat/Mandolin, Senny Angelina/Melody, Chaerani/Suling, Ayuk Maria/Drum, dll.  Hebatnya dari Group musik DangDut Wanita ini adalah boleh dikatakan menerapkan semboyang ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang diartikan ‘Berbeda-beda tetapi tetap satu’, kenapa... karena para anggotanya berasal dari berbagai Daerah di Jagad Nusantara ini atau ‘beraneka ragam’ suku, dari mulai  ‘Madura, Manado, Aceh, Makassar, Padang, Timor, Sunda, Sangir Talaud, Nias, Medan’, dll.  Group inipun awali serangkaian show keliling kota ‘Surabaya, Semarang, Makassar, Medan’ dan hampir semua ‘Taman-taman Ria’ di kota-kota besar lainnya pernah disinggahinya,  masa itu lagu-lagu hits dari Bang Haji Rhoma Irama,  Elvy Sukaesih  Rita Sugiarto seperti: Begadang, Joged, Musik, Santai, dll yang dipersembahkannya dan yang sering menerima tepukan tangan sangat gemuruh adalah atraksi ‘Ketipak-Ketipung’ dari jemari sang pemimpinnya Titiek Nur sedang menabuh gendang yang sambil berdiri ataupun setengah berlari bahkan berjoget  tetap menghentakan suara Dang dan Dut’ bertalu-talu dari tabuhan gendangnya yang 6 biji itu.

Tahun 1977... OM Kendedes melempar album Rekaman sebagai pembuka di dunia recording,  Judul ‘CLEOPATRA/Cipt.Awab B, mendapat sambutan selamat datang dan menjadi  pendobrak group DangDut Wanita dimasanya dan lagi-lagi panggilan show di luar kota menjadi  agenda rutinitas dari OM Kendedes dan tentunya penggemarnya semakin menggila.  Seringnya berjumpa dikesempatan show sepanggung dengan penyanyi ‘Herlina Effendy’ yang saat itu belum Populer,  sejak namanya tercatat sebagai personel dari OM Kendedes  lambat laun dikenal dan memilih hengkang dari OM Kendedes karena persyaratan anggota dari group ini harus bisa memainkan  peralatan Musik dan bukan hanya mengandalkan di vokal saja.  Herlina Effendy sedikit keberatan dan merasa malas untuk belajar seperti anggota lainnya,  pilihannya ingin lebih bebas seperti sedia kala dan walaupun demikian Herlina Effendy sempat membawa nama OM Kendedes semakin Populer dengan rekaman ke 2 nya ‘Wajah Menggoda/Cipt.Ilin Sumantri dan album ke 3 ‘KeCe (Keren tapi Cekak)/Cipt. Titiek Nur dan album Syirik/Cipt.Titiek Nur.

Titiek Nur sebagai pemimpin, menerapkan  gaya ABRI disiplin militer kepada anggotanya untuk berlatih musik, tujuannya pasti untuk bekal di diri para anggotanya yang memang sudah menjadi kesepakatan bersama dan tanpa pandang bulu apakah ‘Anak’ (Fenti Nur) dan anggota lainnya. Latihan di mulai dari jam 6 pagi sudah harus berkumpul di kediaman Jati Asih, Tanah Abang atau di lapangan studio Flower sound, Titiek Nur selalu menggenggam ‘penggarisan’ dan sasarannya bila mendengar salah satu anggotanya tidak becus memainkan alat musik maka akan kena sabetan penggaris ditangannya atau bila ada anggotanya setengah-setengah memetik Gitar, Rhytm dan Bass dan alami proses luka ‘melepuh’ di tangannya atau bahasa jepangnya ‘melinting’ maka siap-siap saja Titiek Nur akan memencetnya sampai mengeluarkan ‘nanah dan  berdarah’.  Pengajarannya yang keras kepada anggotanya, Titiek Nur mendapat gelar sebagai Guru ‘Galak’ dari para anggotanya dan walaupun demikian Titiek Nur selalu meminta maaf setelah usai mengajar.

Diantara anggotanya yang nota bene dewasa, tersempil sosok anak kecil berusia 4 tahun bernama FENTY dan belakang hari disematkan NUR dibelakang nama Fenty menjadi ‘FENTY NUR’. Si bocah kecil berambut panjang ini sering ngerecokin para anggota OM Kendedes berlatih, ibunya Titiek Nur akhirnya mengarahkan untuk Fenty memegang Marakas atau Tamborin dan kemudian diarahkan untuk menguasai Keyboard. Si kecil Fenty sering sekali dilibatan show keliling di luar kota, bahkan tingkahnya menggemaskan saat Fenty menyanyi tiba-tiba dengan cueknya ‘pipis di celana’ saat ribuan mata menontonnya sedang berlenggak lenggok bernyanyi  lagu ‘Aduh-aduh Mana Tahan’. Tentu saja suguhan spontanitas dari Fenty ini membuat senyam-senyum yang menyaksikan Fenti kecil barusan sudah membasahi bumi persada.  Fenty kecilpun saat sudah naik peringkat  sudah piawai memainkan alat musik keyboard, terpaksa tubuh kecilnya sering di ganjal peti kayu untuk mencapai tust piano di setiap kehadirannya saat masih kecilnya.

Fenty Nur lahir di Jakarta, 9 September 1975 dari kedua orang tuanya Alm. ‘B Efendy / Manager & Titiek Nur/Pimpinan, sejak usia BaLiTa 4tahun sudah menjadi anggota yang paling muda di Kendedes.  Sepak terjan dan kepiawaiannya memainkan alat musik keyboard dan bernyanyi  mempermudah langkahnya  bersolo karir lewat abum anak-anak, seperti: Ratapan Anak Tiri, Merana, Kuda Gendong, Penjual Koran dan masuk ke album dewasa ‘Jeritan Isteri Pertama, Bagagai Makan diDaun,  Jantannya Pacarku, Sinar, Pertemuan, Bukan Menggoda  dan beberapa album Duet bersama ‘Irfan Mansyur dan Ray Hanafi’ begitu pula 23 album volume bersama Kendedes.

Berbicara soal suka duka menghadapi massa penonton yang beringas di Indonesia, alhamdulillah tidak pernah alami hal-hal yang menyimpan trauma kepada anggota OM Kendedes, walaupun ada perkelahian malah bukan dari kalangan penonton tapi justru dari aparat negara Polisi vs Tentara yang menewaskan 6 orang saat show di kendari- Sulawesi Tenggara.  Ada peristiwa yang diluar dugaan kami, ini semuanya sesuatu yang mustahil terjadi bila bukan campur tangan dengan sang kuasa... betapa mengerikan sekali bila ingat peristiwa dimana rombongan Bus yang membawa kami ke tujuan show di GOR  di Padang Sidempuan- Sumatera Utara pada tahun 1982, Bus Turis yang kami tumpangi ‘Terjungkal dan Terbalik’.  Penonton yang menunggu rombongan Kendedes  sempat membuat keributan dan bersikap anarkis  berteriak-teriak ‘PEMBOHONG..PEMBOHONG’  ada dengan cara melempari kaca dan pengrusakan sehingga membuat panitia kalang kabut, beruntungnya rombongan Kendedes tidak satupun mengalami luka parah dan hanya  beberapa yang lecet atau kena pecahan ‘beling’ dr kaca jendela bus. Rombongan langsung kelokasi GOR dan meredam kemarahan penonton yang sudah anarkis karena ketidak tahuan bahwa Kendedes terlambat karena alami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawa para personilnya karena ketidak hati-hatian sang sopir dalam berkendara. Kendedes dalam keadaan berdarah-darah hanya menggunakan kostum yang melekat dibadan dan sudah compang camping berlumur darah langsung beraksi seakan-akan tidak pernah terjadi, penonton yang anarkis semua terdiam dan penuh empati menyesali yang barusan terjadi. 

Adalah ‘DIAH SETIAWATI’  kelahiran 9 September 1959 salah satu pemain Bass dan Vokal dan sudah bergabung di Kendedes sejak tahun 1979 ini menuturkan peristiwa demi peristiwa ‘suka-duka’ selama show di dalam wilayah Indonesia maupun melawat di Negeri Tetangga Malaysia, Singapura, Brunai bahkan sampai ke Negeri Jepang sudah disinggahinya.   Diah Setiawati menceriterakan berawal bergabungnya di kelompok Kendedes berawal sebagai salah satu penggemar  yang sering menyaksikan kelompok Kendedes show disuatu tempat dan sosoknya ‘Diah Setiawati’ yang juga seorang penyanyi dan bergabung di Group Ken Arok hanya FreeLance,  selalu ada ditengah-tengah penonton menyambut uluran tangan dari Titiek Nur saat menawarkan untuk bergabung dan gayungpun bersambut sehingga tak berasa hingga hari ini (Selasa,12 April 2016) sudah terbilang usia 37 tahun lamanya.

Dia Setiawati kembali megisahkan peristiwa HOROR yang pernah sama alami anggota Kendedes saat menerima tawaran show di SEMPORNA  kota yang letaknya di Tawau pesisir Timur Sabah, konon menurut ceritera ‘tempat pembuangan orang-orang Filipina’ ungkap Diah Setiawati. Yang dia tidak bisa lupakan bahwa sebelum tampil semua anggota yang terdiri kaum hawa ini dibaluri minyak oleh tetua kampung  untuk menangkal segala bentuk ilmu Hitam atau kiriman MAGIC, segala colekan atau pegang-pengang tidak mempan menembus benteng penangkal ‘ilmu putih’ yang sudah di tanamkan di setiap anggota Kendedes lewat baluran Minyak, penonton yang kebanyakan pria mencoba cara lain dengan menjepretkan karet ke para anggota Kendedes yang sedang menghibur diatas panggung, keanehan terjadi  karet-karet tersebut bila menyentuh panggung atau tanah berubah ujud menjadi  binatang ‘Kaki Seribu’.  Akhirnya keadaan tidak terkendali karena para penggemar sudah melampau batas menyerbu ruang istirahat,  panitia sudah kehilangan akal dan mengambil jalan menghentikan acara dan menyelamatkan para anggota Kendedes kembali keHotel. Dan pengejaran mereka tidak sampai disitu saja, mereka tidak hanya puas menggoyang-goyang Bus ingin membalikkan bus dimana semua anggota Kendedes semua menjerit ketakutan padahal 3 truk kemanan tak mampu menangani keBringasan penduduk Semporna dan Kendedes baru selamat setelah dilarikan masuk keruang rahasia yang langsung menuju keluar dan kembali selamat tiba di Indonesia.

Nama kelompok ini semakin memberi makna kehadirannya di Ranah musik DangDut Indonesia, betapa tidak  selain album-albumnya digemari seperti: ‘ Gepeng (Gelandangan Pengemis),  Dag-Dig-Dug, Trompet Setan, Jakarta, Gagal Tiga Kali,  Generasi Tinggal Landas, RESESI, Titah Kehidupan, Perahu Retak, Penyesalan, Penyesalan II, Gara-gara Salome, Dimana Saja Aku Mau, Impian Perawan, Karena Putus Cinta/Cipt. Leo Waldy yang kemudian kembali hits dengan judul lain ‘Sebotol Minuman’, dll, Kendedes juga mencatat pemunculannya di peta Film Indonesia, judulnya: ‘Aduh-aduh Mana Tahan/Sutrd.Susilo SWD produksi tahun 1980 di mainkan  selain Kendedes juga diperkuat oleh penyanyi  DangDut & Aktris/ Aktor Senior TOP dimasanya : Diana Yusuf, Itje Trisnawati, Netty Herawati, Latief M, Darussalam, dll.  Kendedes hingga kini sudah hasilkan sekitar 30 volume  album  selama masa karirnya di tahun pertengahan 1970’an hingga tahun 1990’an, kehadirannya di Televisi satu-satunya hanya TVRI dalam program acara Aneka Ria Safari, Kamera Ria, Album Minggu Ini, dll juga memberi peluang untuk mendongkrak album-albumnya.  Lagu ‘ Problem Malam Minggu’ yang disuarakan sendiri oleh Titiek Nur memberi kesan tersendiri baginya dimana sejak lagu itu beredar di masyarakat,  maka namanyapun berubah menjadi ‘Titik Nur Oe Oe’ dan kemana-mana para penggemarnya memaikan nama embel-embel ‘Oe oe’ di belakang namanya.

B. Effendy  suami dari Titiek Nur sangat berperan penting dalam kubu Kendedes, dia bertanggung jawab mengurus atau menandatangani perjanjian kontrak dengan penyelenggara show On Air maupun Of Air. Titiek Nur juga memberi kepercayaan penuh dalam membagi setiap pendapatan honor anggota maupun crew Kendedes secara merata,  tanpa membedakan apakah dia seorang penyanyi, bermusik  atau hanya pemegang kabel setruman semua berhak sama rata mendapatkan honorarium karena memegang pedoman bahwa sama merasakan  capek. B Effendy yang seorang anggota ABRI terakhir berpangkat Kolonel akhirnya menanggalkan pekerjaan yang selama ini ditekuninya sambil menjalankan hoby bermusiknya, sejak sepak terjang Kendedes semakin padat akhirnya B Effendy serius tangani anak-anak Kendedes sebagai manager dan merangkap keseluruhannya yang dapat dihandle pekerjaan seorang pria.

Kebanggaan dari  para anggota Kendedes yang masih membekas adalah, bila mengadakan show di daerah sering diarak keliling kota berpawai mengitari sepanjang jalan perotokol atau jalan-jalan besar yang dilalui sebelum jeda pertunjukan.   Terbayangkan... group  ini dikawal dengan iring-iringan Motor Gede Brigader Motor (BM) atau di sebut ‘Voorjder’ melibatkan 4 sampai 6 sepeda motor berserine ‘nguing – nguing’ dan tak ketinggalan para anggota   group ini berada dibelakang iring-iringan MOGE  berkendaraan  mobil  ‘Jeep terbuka’ keliling  kota sambil melambai-lambai tangan ‘menebar senyum’ menyapa masyarakat yang sedang berjejer disepanjang jalan yang dilalui group ini hingga sampai di pertunjukan show.  Kesemuanya ini adalah kenangan indah bersama orang-orang tercinta yakni B Effendy yang telah di panggil oleh sang Khalik di Jakarta pada,  tanggal, 25 Mei 2006 menjadi  kenangan masa-masa dan suka-duka dalam kebersamaan bahu membahu memajukan group kaum Hawa ini kejenjang popularitas.

Tahun 2007.... adalah terakhir Kendedes  manggung  di tempat terbuka ‘Open Stage’ saat merayakan Ulang Tahun Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Titiek Nur mengatakan bahwa sampai hari ini Kendedes masih ADA dan masih EKSIS dan tidak pernah ada kalimat yang terUcap untuk membubakarkannya.  Para anggotanya masih sering berkumpul dan masih mengisi kegiatan di tempat-tempat hiburan atau di Luar Kota menghibur pencintanya, memang tak dipungkiri bahwa rutinitas agenda show tidak sepadat diera tahun tahun 1970 s/d 1980 an, panggung show dan dunia recording tak pernah sepi menghampiri mereka. Setidaknya mereka membuktikan bahwa  KENDEDES tak pernah mati dan sampai kapanpun, kami tak pernah berhenti bermusik karena kami sadari bahwa separuh jiwa kami ada  di musik DangDut walau tak dipungkiri bila di rumah kami-kami bertugas menimang ‘cucu’ dan bila diatas panggung berganti kami menimang ‘alat musik’ masing-masing, heheheheheh... ungkap Titiek Nur mengakhiri jumpa dengan penulis JCL.

SEKIAN.

BERLIAN HUTAURUK



BERLIAN HUTAURUK
Penulis: Jose Choa Linge,

Masa kecil adalah masa2 keindahan bagi semua anak2, demikian pula ‘Berlian Hutauruk’ yang bernama lengkap ‘Tio Berlian Hutauruk’ dan mengenang bahwa hari sekolah minggu yang selalu dinanti2nya bersama keluarga besarnya. Ayahnya ‘WS Hutauruk sangat menguasai permainan segala musik dari Biola, Piano, Gitar, Harmoni, dll sementara ibunya Helena Simanungkalit’ adalah salah satu primadona  paduan suara di gereja, ternyata Berlian bersama ketiga saudara perempuannya ‘Tarida, Rugun dan Bornok’ mewarisi secara otomatis ilmu seni dari orang tuanya dan sekolah minggu itulah mereka sebagai tempat mempertunjukan kebolehan bernyanyi dari ke empat bersaudara ini. Sebenarnya  Putra-Putri dari keluarga Hutauruk berjumlah  cukup besar  dan Berlian adalah putri ke 7 dari ‘delapan’ bersaudara,  sayangnya hanya berempat yang benar2 menyukai seni suara dan bermain musik hingga kemudian hari kita mengenal nama HUTAURUK SISTER.

Berlian Hutauruk lahir di Jakarta, 11 October 1957, masa kecilnya selain sekolah minggu dan Gereja adalah tempat dia bernyanyi, di sekolah sekulerpun dia menyukai bidang nyanyi-menyanyi dan ikut paduan suara maupun Vocal Group sehingga sering mengisi pentas Televisi bersama Ibu Kasur, ibu Fat, Ibu Meinar di stasiun TVRI satu2nya dimasa itu. Masa kecilnya adalah sungguh sangat manis dia kenangkan, terbayang panggilan dan julukan ‘Kate (Pendek, Cebol)’ dari saudara2nya selalu yang dia rindukan saat sekarang sudah tak terdengar lagi, dahulu bila saudara2 atau tetangga menyebutnya si kate maka Berlian kecil selalu merajuk tangisnyapun bergema dan berlari meminta perlindungan ibunya yang sangat mengasihinya. Bukan Berlian namanya bila tak mempunyai hasrat untuk miliki keinginan tinggi dan menghapus julukan Kate, maka dipilihnya olah raga renang yang katanya membuat bisa tinggi juga untuk kebugaran dan faedahnya  dapat melatih pernafasan yang kelak hari di pakainya dalam bernyanyi dan karena  kegigihannya berOlah Raga Renang si Kate itu kini jauh  lebih tinggi dari ke Tujuh saudara2nya semua.

Kegigihannya dalam berlatih renang Berlian juga tercatat sebagai Perenang Nasional Putri dari Club ‘Kusuma Harapan’ dan sempat menjadi rival perenang putri ‘Zoraya Perucha’ yang sempat terjun di dunia Film, tercatat di hampir semua gaya pernah dimenangkannya, seperti: Gaya Dada, Gaya Kupu-kupu, Gaya Bebas aktif dilakoninya sedari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).  Menginjak usianya jelang Remaja, Berlian sudah mengincar dunia masa kecilnya yakni dunia yang hingga hari ini sudah ditekuninya tanpa membatasi soal usia ialah menjadi seorang Penyanyi. Berlian selalu hormat dan mengingat akan jasa kepada guru2 sekolah minggu juga sang guru vocal ‘Annete Frambach dan Djanad’ pemenang BRT jenis Seriosa yang sudah membentuknya sehingga bisa seperti sekarang ini.

Dikisahkannya bahwa kakaknya ‘Bornok Hutauruk’ lah yang menjerumuskannya mengikuti ajang lomba2 Festival, saat itu usianya sudah meginjak duduk di bangku kelas ‘dua’ Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah merambah secara profesional dan tidak tanggung2 sudah menjadi Runner Up Festival Pop Singer tingkat Jakarta dan kemudian maju ke tingkat Nasional tahun 1975 walau hanya sebagai juara ke IV jauh dibawa Melky Goeslow sebagai Juara I baginya cukuplah memuaskan. Kemudian Berlian Hutauruk sudah aktif sebagai Backing Vokal di Indonesia Merdeka dimana tempatnya para Musisi besar kumpul disini, hingga suatu hari ‘Eros Djarot’ sutradara Film Tjut Njak Dien mendapat proyek membuat Soundtrack film Badai Pasti Berlalu yang dimainkan secara ‘Trio’ antara ‘Christine Hakim, Slamet Rahardjo & Roy Marten’. Sebenarnya sang kreator film BPB ‘Teguh Karya’ sangat berkeinginan film ini di isi illustrasi musik yang bukan musik cengeng tapi apik berkelas, elegan dan miliki rasa. Akhirnya sudah terlihat team terpilih di jagonya musik ‘Nasution Bersaudara (Debby &  Keenan), Yocky Suryoprayogo, Chrisye, Broery Pesolima dan tentunya sisuara tinggi melengking (Sopran) ‘Berlian Hutauruk’. Benar saja Film ‘Badai Pasti Berlalu’ menuai sukses dan meraih beberapa Piala Citra pada ajang FFI – 1978 terutama di penggarapan Musiknya.

Film ini selama 1 tahun menjadi gunjingan atas kesuksesannya dan tentunya Eros Djarot dan Team bangga karenanya, hingga suatu hari datanglah utusan Recording  PT.Irama Mas menawarkan akan membeli seecara putus. Hingga akhirnya Eros Djarot kembali mengatur barisan teamnya untuk menggarap album Sound Track film BPB yang dia anggap sebagai hitung2 sebagai kenang2an saja. Terpilih team ‘Yocky Soeryoprayogo, Fariz RM dan tentu sebagai Penyanyinya Chrisye & Berlian Hutauruk’, terbitlah lagu2 seperti: ‘Pelangi, Merpati Putih, Matahari, Serasa (Cipt.Eros & Chrsye), Khayalku, Angin Malam, Semusim (Cipt.Keenan & Debby Nasution), Merepih Alam (Copt.Chrisye & Eros), Baju Pengantin (Cipt.Eros, Cheisye & Yocky S) dan tentu tak ketinggalan pada lagu  ‘Badai Pasti Berlalu’.  Alhasil dan tak disangka maupun dinyana, album OST BPB laku dipasaran dan secara bergerilya hampir semua Chart satasiun radio2 di seluruh penjuru Nusantara memutar sabang hari lagu2 dari album BPB ini.  Kesuksesan album OST BPB menjadi pendobrak timbulnya  album2 OST Film dikemudian hari, sampai hari ini illustrasi musik di Film2 Nasional sebagai ajang wajib bagi perusahaan rekaman menjadi sebuah proyek album.

Kepopuleran nama Berlian Hutauruk tentu saja menjadi perbincangan Publik, Media dan kritikus musik dan bahkan para industri rekaman berlomba2 mendekatinya dan yang menarik hatinya untuk masuk kebilik rekaman  adalah di Musica Studio, meluncurlah album ‘Balada Nyanyian Cinta/Cipt.Idris Sardi’ kemudian kembali album keDuanya ‘Halo- Halo/Cipt.A Riyanto dan berturut2 album dengan recording berlainan seperti pada album Runtuhnya Keangkuhan/Cipt.Tarida Hutauruk (Sky), Dirimu Satu II/Cipt.Tarida Hutauruk (AR), Billy/Cipt.Titik Hamzah (RCA), Tangan Tak Sampai (Berlian Hutauruk 91/AR) dan akhiri album Pop Rohani  & Pop Daerah Batak.

Seiring dengan kesuksesan album Badai Pasti Berlalu yang selalu dikait2kan nama Berlian Hutauruk seakan karena seorang Berlian yang memberi nyawa adanya album ini namun dengan kerendahan hatinya menyangkal bahwa ini adalah kerja team dan ada nama2 besar lainnya ‘Eros Djarot, Yocky Soeryoprayogo, Chrisye & Fariz RM dan Nasution Bersaudara yang  banyak memberi harapan2 padanya sehingga menemukan roh sesungguhnya. Demikian juga di ajang Festival lagu Populer, baik bersama saudari2nya ‘Hutauruk Sister’ maupun secara Solois sebagai ‘Berlian Hutauruk’ hadir melenggang diajang Festival dari tahun ketahun, segai Berikut:

(1). Festival Lagu  Penyanyi Populer Tingkat Nasional-1977 = Sadarilah Sayang/Cipt.Iskandar & Ireng Maulana – Hutauruk Sister,
(2). Festival Lagu Populer Tingkat Nasional = Jelita/Cipt. Titik Hamzah – Berlian Hutauruk,
(3). Festival Lagu Pop Tingkat Nasional -1980 = Kau, Dia, Aku/Cipt. Tarida Hutauruk  - Berlian Hutauruk,
(4). Pop Song Festival Nasional -1983 = Bejana/Cipt.Hatiyanro S & Dani – Hutauruk Sister,
(5).Lagu Populer Indonesia -1988 = Ungkapan Cinta/Cipt.Tarida Hutauruk – Berlian Hutauruk.

Berlian Hutauruk mengisahkan masa saat masih di bangku SMA PSKD 1 di Ponegoto-  Jakarta Pusat, dia termasuk salah satu murid yang suka bolos dan mengakui yang sering menculiknya di sekolah adalah Eros Djarot & Debby Nasution untuk masuk ke studio rekaman selesaikan album Badai pasri Berlalu. Berlian juga berceritera ada seorang gurunya bernama ‘Piet’ terkenal sangat angker dan galak tapi bagi murid2 yang berprestasi di Musik seperti melunak dan memberi kelonggaran beraktivitas selama muridnya dapat mempertanggung jawabkan prestasi  dan nama baik sekolahnya.

Bagi seorang Berlian Hutauruk sangat mensyukuri  dan menyikapi sangat positif pada lagu ‘Badai Pasti Berlalu’ yang kini kembali mencuat dan beberapa kali mengadakan konser diberbagai kota ‘Jakarta, Bandung, Surabaya & Malang’,  tentang masa lalu dan sekarang tergabung  di kehidupannya dan baginya tidak bisa dirubah2 lagu itu begitu dahsyat masih bertengger dikuping para pencinta musik masa lalu dan kembali ke masa sekarang dengan generasi baru anak2 muda sama menyukainya walau terhitung lagu ini sudah usang dan masuk hitungan ‘Tiga Puluh Sembilan Tahun (1977-2016)’ silam masih terkonsep gaya kekinian. Terkadang dia mengingat betapa dahulu pernah dia punya  kepopuleran dan nama besar, karena itulah sering kita mendengar di media memberitakan serangkaiian perjalanananya kini ‘Berlian Hutauruk’ menggelar show di negeri Jiran, Singapura, Brunai  tiba2 sudah menclok di Amerika belum lagi di seluruh Nusantara yang hampir semua sudah disinggahinya. Berlian juga menceriterakan beberapa lagu yang sudah menjadi lagu wajib untuk dinyanyikan selain lagu dari album ‘Badai Pasti Berlalu’ terselip lagu dari daerah Batak yang sangat menyentuh kisah Perjuangan seorang Ibu untuk anaknya, judulnya  ‘Tangiang ni Da Inang’, kemudian lagu Dirimu Satu, Dengar Tuhan, dll.


Saat kini,  Berlian Huturuk sudah melihat masa depannya menjadi bagian dari anak Tuhan dan menyingkirkan keartisannya mau membagi ilmu yang diembannya sebagai sarjana teologi niatnya berbagi  ‘kasih’ kesesama yang membutuhkannya sebagai seorang aktivitas Gereja.  Dia aktif menjadi Dosen disekolah Tinggi Teologi dan  rajin memberikan pelayanan di beberapa tempat di jakarta dan bahkan sampai keliling daerah2 pedalaman Nusantara.  Dia juga selalu berpesan kepada  muridnya ‘Jangan hanya mengejar ilmu semata di akademis, di luar akademis  harus mengetahui banyak tentang hidup karena diluar sana hidup itu berwarna, ada ‘Putih, Hitam, Abu-abu dan bukan semata warna Orange atau Merah.

Berlian kembali menceriterakan sesibuk apapun baginya selalu sempatkan sekali seminggu berolah raga Tenis lapangan atau Gym dan dimasa jaman keemasan ‘Yayuk Basuki, Susanna’  adalah rutinitas aktif2nya berolah raga, mejadi sparing partner mereka berdua. Kini gaya hidupnya sudah tidak seperti dahulu lagi segalanya dengan bertambah usianya apalagi yang harus dicapai, semua sudah pernah merasakan dan memilikinya terpenting sekarang saatnya adalah mendekatkan diri pada Tuhan dan memuji nama Tuhan disetip kesempatan apapun Tuhan ada dalam dirinya. Berlian Hutauruk memuji ketulusan Penulis JCL yang selalu memposting di netizen  berita sakit para sahabat2 seni maupun berita kepulangan sahabat2 seni keharibaan Tuhan, rasanya ingin sekali dilibatkan disetiap kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Do’a bagi sahabat seni yang se-Iman dengannya yang mungkin dari Do’a2 yang disampaikannya sebagai perantara manusia dan Tuhan sehingga sahabat seni yang sakit diberi mujizat kesembuhan... Amin

Sekian,
Jakarta, 17 Juni 2016