Jumat, 29 Agustus 2014

The MERCY'S




THE MERCY’S
,

dari Band Lokal ke Internasional

 
The Mercy’s, merupakan salah satu band terhebat di sepanjang masa. Mereka terdiri dari lima anak muda yang berambut gondrong, yakni Erwin Harahap (melody/vokal), Rinto Harahap (bass/lead vokal), Reynold Panggabean (drum/lead vokal), Rizal Arsyad (rhytem/vokal), dan Iskandar alias Bun (keyboard/vokal). Mereka mengusung kisah esensial sejarah dan kenangan yang suka hura-hura, serta berkiblat dengan band-band pesta di Jakarta, seperti, Noor Bersaudara, Ceking, Cruss dan Medinas.

Berdiri awal 1969 di kota Medan, Sumatra Utara, band ini dibangun oleh sekelompok anak muda yang berasal dari satu daerah yang mempunyai satu visi yang sama, sehingga membuat dua bersaudara dari marga Harahap ini bertolak dari Jakarta menuju Medan membentuk band pesta.  Nama The Mercy’s sendiri secara spontan terbesit di ingatan mereka karena menyukai naik mobil merk Mercy. Jika diartikan dalam bahasa Prancis Mercy’s artinya kasihan atau bisa juga terima kasih. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollys, C.C.R maupun Monkeys. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan hit-nya Telaga Sunyi.

Tapi menariknya, belum setahun terbentuk, grup ini sudah mendapat tawaran show di negeri jiran. Sayangnya, Iskandar atau Bun, panggilan akrabnya, tidak dapat melengkapi formasi ini, karena lebih memilih melanjutkan sekolah di kedokteran (kini, menjadi akhli bedah syaraf) dan posisinya digantikan oleh Charles Hutagalung (keyboard/lead vocal). Mereka melewatkan hampir tiap malam mengisi acara di night club Chusan Hotel di Malaysia. Dan, patut diacungi jempol bahwa sosok Charles Hutagalung yang selalu ceria, tetapi tetap mampu melahirkan lagu sentimental, seperti Tiada Lagi. Lewat tembang ini pula The Mercy’s menjadi sebuah supergroup yang diminati jutaan penggemarnya.

Seusai kontraknya selama enam bulan, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy’s, kembali ke Medan melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Lalu datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal kontrak tersebut pun gagal.  Namun, hal itu tidak membuat mereka patah arang, karena The Mercy’s diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan dan lagu Tiada Lagi direkam untuk disiarkan secara on air pertama kalinya diperdengarkan dikota ini.

Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup Spokies sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo. Antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali.

Namun, karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Mereka malah memilih untuk minggat dari Medan ke Jakarta. Erwin bersama Reynold pun bergabung dengan formasi lainnya yang lebih dulu manggung di Jakarta. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica, dan Mini Discotique.

Di tempat terakhir inilah, The Mercy’s mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Tepatnya, mereka datang dari band lokal (Medan) menjadi band nasional, dan sejajar dengan The Rollies, Gipsy dan The Pros. Dalam perjalannya, trio Charles, Rinto serta Albert sudah menunjukkan kekuatan dan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Lagu-lagu ini pun kemudian dimasukkan dalam album perdananya, sehingga merupakan success story bagi The Mercy’s.

Mulai Rekaman,

Pada Agustus 1972, kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy’s. Siapa sangka, band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers. Bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.

Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai Band Kesayangan periode 1972-1973 dan meraih Golden Record dan Piringan Emas, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya, mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta Monas.

Pada 31 Desember, empat band besar Koes Plus, Panbers, Favorite’s, dan The Mercy’s, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.

Ditinggal Charles

Pamor The Mercy’s semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Rinto Harahap dan Charles Hutagalung. Aksi mekera selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy’s dalam mencipta dan menyanyi.
Dalam perjalanannya yang singkat, The Mercy’s berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya yang diadakan setiap tahunnya oleh Puspen ABRI dari album-albumnya. Sayangnya, setelah The Mercy’s menyelesaikan album ke-12 dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung hengkang dengan mendirikan grup band GE & GE disusul Albert Sumlang memisahkan diri untuk berkarier solo.

Rujuk
Namun, kebersamaan ini akhirnya kandas juga, karena para personel The Mercy’s disibukkan dengan kepentingan masing-masing, lihatlah Charles Hutagalung sibuk berSolo karier, Reynold Panggabean membentuk OM Tarantula, Rinto Harahap mendirikan perusahaan rekaman Lolypop,dan mengorbitkan puluhan penyanyi melankolik, sementara Erwin Harahap berprofesi sebagai pengusaha dan Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain dan membentuk group Brothers Sumlang.  Sekian tahun lamanya mereka akhirnya sempat rujuk menuntaskan Album 'Mimpi/Cipt.Rinto Harahap di Produksi Lolypop, tercatat  sebagai album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert  dirilis pada tahun 1978.  Dan, pada akhirnya 'dua'  personel The Mercy’s, Charles Hutagalung, tutup usia pada tanggal 7 Mei 2001 dan menyusul beberapa tahun kemudian Albert Sumlang wafat tanggal,8 Desember 2009.  The Mercy's hingga hari ini (Thn.2014) masih menyisakan 'dua' bersaudara Rinto & Erwin Harahap dan Reynold Panggabean,  sayangnya Rinto Harahap sampai sekarang masih dalam perawatan Dokter secara intensif atas penyakitnya yang berawal terserang stroke hingga merambat ke kanker tulang punggung yang dideritanya.  Kelompok Legendaris ini tak bisa diPungkiri bahwa kekuatan lagu-lagunya masih memberi nyata bahwa The Mercy's tidak pernah mati dalam hati para pencintanya dan masih sangat pantas dikatakan  karya-karyanya masih bisa disenandungkan dan diperdengarkan dalam banyak kesempatan kapan dan dimanapun.

Sementara itu, Rinto Harahap mengungkapkan, ”Sebenarnya The Mercy’s masih ada dan dari kami pun  belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dipungkiri The Mercy’s dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung. Kami ini hanya sebagai pelengkap saja.” Grup ini pun akhirnya telah menjadi salah satu legenda yang memperkaya khasanah musik pop Indonesia.

Mereka di ibaratkan mata air yang mengalir menembus dan menjangkau relung hati masyarakat musik Indonesia. Mereka juga mampu mengaliri dengan kesejukan lantunan lagu-lagunya tentang nostalgia, sehingga tetap bermakna bagi banyak orang.

Kamis, 28 Agustus 2014

RINTO HARAHAP






 Foto Jose Choa Linge.









RINTO HARAHAP

Perjalanan karir seorang Rinto Harahap dimulai dari Group The Mercy's pada thn 1969 dengan personil pertama di kota Medan al: Erwin Harahap,Reynold Panggabean, Rizal Arsyad, Rinto Harahap dan Iskandar (alias Bun), kemudian The Mercy's terjadi pergesaeran thn 1970 pemain, dengan keluarnya Rizal Arsyad dan Iskandar digantikan Charles Hutagalung dan Albert Sumlang. The Mercy's baru melangkah di bilik rekaman Nasional sejak kepulangannya keliling Malaysia s/d Vietnam dengan merekam album 'Tiada Lagi/cipt.Charles Hutagalung, Love/cipt.Rinto Harahap dan Kisah Seorang Pramuria/cipt.Hengky MS(bukan Albert Sumlang)', lewat album ini yang dirilis tahun 1972 menjadi Band popular kesayangan pada tahun priode 1972-1973 ajang Puspen Hankam. Sayangnya grup ini menjadi retak ditahun 1977-1978, Albert Sumlang terlebih dahulu dikeluarkan dr The Mercy's, Charles Hutagalung keluar membentuk GE&GE dan Reynold Panggabean membentuk OM TARANTULA bersama Camelia Malik dan Rinto Harahap bersama Erwin Harahap membentuk perusahaan Rekaman Lolypop.

Artis pertama yang diorbitkan adalah 'Eddy Silitonga' dengan albumnya yang meledak 'Biarlah Sendiri' namun Eddy Silitonga tdk bertahan lama karena merasa bahwa Lolypop ada karena keberadaan andilnya dan berhak atas janji Bonus yang tidak pernah diterimanya, kemudian Rinto Harahap mempersiapkan penyanyi pria lainnya seperti 'Victor Hutabarat dan Frans Dana' kembali tidak mengulang sukses albumnya seperti Eddy Silitonga.

Bukan Rinto Harahap namanya bila tidak melirik salah satu personil dari Nasution Sister yaitu 'Diana Nasution' yang ditinggal menikah oleh pasangan duetnya Rita Nasution, sayangnya 3 album sebelumnya'Jangan kau Sangsikan,Kau Bukan Milikku dan Biarkanlah' nama Diana Nasution belum terangkat, tapi setelah lagu vol.4 berjudul 'Benci Tapi Rindu adalah lagu yang melambungkan namanya.

Muncul kembali pemikiran Rinto Harahap memilih penyanyi Hetty Koes Endang walau sebelumnya nama 'Hetty koes Endang' sudah berjaya sbg penyanyi Festival namun sejak membawakan lagu Dingin/cipt.Rinto Harahap membuat suatu perestasi yang mengukuhkan namanya sebagai penyanyi popular dengan penjualan kaset yang sangat digemari saat itu. Penyanyi Iis Sugianto muncul dimasa membuka thn 1980 dengan persembahannya lagu 'Jangan Sakiti Hatinya/cipt.Rinto Harahap' menjadi catatan penjang prestasinya, apalagi lewat lagu ini Iis Sugianto didaulat sebagai duta seni berlaga di Festival ASEAN Pop Song di Manila thn 1981.

Rinto Harahap kembali mencetak penyanyi cantik 'Christine Panjaitan' lewat lagu 'Sudah Kubilang' yang sukses, walau sebelumnya sudah hasilkan lagu'Kuingin Selalu/cipt.Rinto Harahap'. memasuki era thn 80an muncul Rita Butar Butar-Seandainya Aku Punya Sayap, Betharia Sonatha-Kau Tercipta Untuk Ku, Nia Daniaty- Kaulah Segalanya, Nur'afni Octavia- Bila Kau Seorang Diri, Grace Simon-Aku tak Percaya Lagi, Emillia Contessa-Untuk Apa, maya Rumantir-Daun Daun Kering dan banyak penyanyi lagi dimasa pertengahan thn.1980-1990 al: Rano Karno-Melody Asmara, Adi Bing Slamet-Kau Dan Aku, Nani Marwansyah Sugianto-Matahari, Swezty Wirabuana-Sendiri Saja, Arie Koesmiran Dua- Bukan Mimpi, Broery Pesolima-Aku Jatuh Cinta, Dina Mariana-Seandainya Saja, Tetty manurung-Jangan Sampai Berpisah, Iyut Bing Slamet-Hitam Atau Putih, Jane Susan Masih Adakah Cinta, Bob Tutupoli-Lupakan Daku,Titiek Sandhora Muchsin Alatas-Semoga Abadi, Vivi & Nita-Hatiku Membeku, Wida Asmara-Bila Kau Ingin Mimpi,Shitta Devi-Berikan Dia Cinta, Swari Arizona-Nyanyian Dalam Hati, Maya Angela II- Apa Mungkin Hujan Turun Sendiri, dll.
Sepertinya dimasa keEmasan Rinto Harahap adalah sebuah anugerah yang diberikan talenta dalam merangkai bait2 kata 'Sayang, Cinta dan Penghianatan' adalah ciri khas setiap lagu2nya dan menjadi kebanggaan tersendiri bila seorang penyanyi Senior maupun junior bila berhasil mendapatkan lagu ciptaannya dan rela menunggu berbulan2 bahkan bertahun2 hanya sebuah lagu. Adalah sebuah proses alam bahwa ada yang datang dan pergi begitu juga masa kejayaan Rinto Harahap pelan2 tergeser dengan kehadiran pencipta muda yang lebih berkreasi, muncul nama Pance, Obbie Messakh,Wahyu OS, Deddy Dores berjaya dimasa pertengahan thn 1980an namun Rinto Harahap tetap menjadi inspirator mereka dalam menghasilkan karya lagu mendayu-dayu yang merintih dengan ciri khas masing2.

Pernah terjadi terjadi suatu peristiwa dihari bertepatan kelahiran RA Kartini, Sabtu,21 April 2012 di kota Bandung, sejarah yang mencatat kembali nama Rinto Harahap ke peta musik Indonesia lewat KOPSI (Koperasi Pekerja Seni Indonesia) dan KOPANTI Jawa Barat berhasil membuat pagelaran spektakuler " A Tribute To Rinto Harahap-Seandainya Aku Punya Sayap", hadirkan penyanyi Lintas Generasi dari mulai Agnes Monica,Marcell,Rio Febrian,Iis Sugianto,Diana Nasution,Rita Butar Butar, Eddy silitonga, dll berhasil membuat sang legenda terharu dengan antusias para tamu undangan yang datang dari berbagai daerah propinsi hanya ingin melihat karya-karya seorang bernama Rinto Harahap untuk dicatat pada Negaranya menjadi pahlawan Musik Indonesia dengan lebih dari 500 karya ciptanya yang sudah tersebar menjadi bagian perjalanan musik Tanah Air.
Berita Duka tiba2 menyentakan Masyarakat Indonesia bahwa Rinto Harahap benar2 telah pergi untuk selamanya, setelah sekian puluh tahun perjuangan panjangnya melawan sakit 'Stroke komplikasi Kanker Tulang Punggung' yang tiada terhitung harus menjalani perawatan medis baik ditangani rumah sakit Lokal maupun Internasional semuanya terHalau dan berTahan melewati masa kritisnya. Bahkan pernah tersiar kabar berita kematiannya yang diHembuskan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, Rinto Harahap selalu menerima Mujizat dari Tuhan selalu lolos dari kematian dan melewati masa-masa kritisnya berKali-kali yang jarang diBeri kesempatan dariNYA kecuali orang-orang pilihan seperti pada seorang Rinto Harahap...Wallahualam

Namun pada hari Senin,9 Februari 2015 takdir tak bisa diElaknya lagi dan pada jam.21,45 Waktu Indonesia Rinto Harahap telah benar-benar menutup mata berAkhir dengan mimpinya yang panjang sekali dengan menutup senyum khas Rinto seakan keMatiannya bukan lagi beban yang menyakitkan tapi sebuah perjalanan panjangnya dan mengakhiri untuk bertemu TuhanNya. Jutaan manusia tersentak dan berlutut meronceh Do'a tanpa aba-aba bahwa telah benar-benar sang Legenda Musik menutup perjalanan dengan tidur panjangnya di Rumah Sakit Mount Elizabeth- Singapore yang dengan selalu setia menunggu seBulan 2X kontrol bahwa sudah Usai ceritera anak manusia. Lihatlah pada esok hari kematiannya Selasa,10 Februari 2015 ratusan manusia dengan berUrai Air Mata menanti kehadirannya di Bandara Soekarno Hatta International- Jakarta dan tak peduli walau dalam bentuk Jazad baginya di dalam peti mati tetap adalah seorang Rinto Harahap yang di kenalnya masih terLelap dan tak ingin terUsik kePulangannya ke Tanah Air tercinta.

Pada keEsokan harinya, Rabu 11 Februari 2015 almarhum Rinto Harahap di makamlan di TPU Kampung Kandang, Jln.Moh Kahfi No.1- Jagakarsa, Jakarta Selatan diberangkatkan dari Rumah Duka Jln.Bango II No.22-Cinere, Pondok Labu- Jakarta Selatan pada jam 13:00WIB diIringi Do'a dan Isak Tangis dari berbagai profesi mengantar perjalanan akhirnya. Demikianlah akhir perjalanan anak manusia dan semua mahluk ciptaanNYA akan berakhir dengan kematian dan tak bisa menawar atau menggantikanNya dalam bentuk apapun.. Selamat jalan sahabat Seni, damailah engkau diSisiNYA...Amiiiin

PANBERS




Sang Legenda itu bernama PANBERS .....





Bermula di kota ‘Palembang’ tahun 60-an, lahir Band Bocah bernama ‘TUMBA BAND’ diambil dari bahasa ‘Batak’ yang artinya ‘Irama Menari’, di motori Benny Panjaitan bersaudara bersama teman-teman sekolah lainnya. Siapa sangka, setelah mereka menunggu “sepuluh tahun” kelak akan bersanding dengan band Kus Bersaudara dan Koes Plus yang sering mereka bawakan
lagu-lagunya seperti ‘Bis Sekolah, Telaga Sunyi, Pagi Yang Indah, Cintamu Telah Berlalu, Pelangi & Dara Manisku. Karena tugas sebagai Bankir, keluarga Panjaitan pindah ke kota Surabaya pada tahun 1966 dan tetap band bocah ini aktifitas bermusiknya berlanjut di kota pahlawan ‘Surabaya’ sampai pada tahun 1969 akhir.

Berdiri awal dekade 70-an, di kota Surabaya. PANBERS dibangun oleh anak-anak dari orang tua yang menyenangi musik Biola & Piano ‘Alm.Drs. JMM Panjaitan SH & Bosani (Sitompul) Panjaitan’, tempat dimana sang ayah menjabat sebagi Dirut Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam hal hobby bermusik anak-anaknya, sang ayah kurang mendukung dalam hal finansial dan menginginkan menjadi seorang Dokter atau Insinyur. “Ayah, agak diktator. Beliau, selalu memberikan dorongan….kalau mau hidup dengan musik, kalian bisa mencari uang sendiri dari musik, karena dia tahu bahwa musik itu menjanjikan”, kenang Benny tentang sosok Ayahnya. Group ini beranggotakan Hans (Gitaris), Benny ( Lead Vocal,Gitaris), Doan (Vocal,Keyboard) & Asido (Drum) diperkuat Dotty, Ratna (Penyanyi Latar). Pada awalnya, mereka sempat ‘ragu’ menggunakan nama tersebut yang seperti keBarat-baratan. Karena pengaruh dan desakan sanak famili, mereka mengadopsi dari group band yang menggunakan “S” dibelakang namanya, seumpama Koes Brothers, The Beatles, The Rolling Stones & The Bee Gees “Cantik juga nama itu?, maka lahirlah Panbers…artinya kakak-beradik keluarga Panjaitan” ungkap Benny Panjaitan. Panbers, mengisi hari-harinya dengan tampil di Pesta-pesta Sekolah & Pernikahan, Panggung-panggung THR & Kolam Renang Tegal Sari. Saking, fanatik dan mengagumi Kus Bersaudara maupun Koes Plus, Panjaitan bersaudara selalu menyempatkan menonton pertunjukan mereka apabila show di Surabaya dan berdiri paling depan agar lebih dekat dengan sang idola.

Masih di tahun yang sama, sejalan dengan kepindahan tugas sang ayah ke jakarta Panbers-pun terus mengasah kemampuan bermusiknya maupun mencipta lagu. Tepatnya hari selasa, bulan maret 1970 dikediaman keluarga Panjaitan di Hang Tuah, Jakarta Selatan. Panbers menciptakan lagu ‘Akhir Cinta’ sebagai lagu pertama yang diperdengarkan saat pertunjukan di panggung Taman Ria Monas & Panggung-panggung Hiburan di Jakarta. Segala ‘cerca & olok-olok’ dari sesama anak band, sebagai ‘band kampungan’ ditujukan kepadanya, karena dimasa itu kecendrungan band Lokal membawakan lagu-lagu Mancanegara. Panbers tetap berpendirian pada kecintaannya dengan lagu-lagu Indonesia, tidak di gubrisnya dan tetap melaju sebagai pemacu pembuktiannya kepada masyarakat sebagai group yang berkomitmen menghasilkan karya lagu yang bermakna sehingga terpatri kelak menjadi ‘Legenda’ selamanya.

Yang jelas, tidak beberapa lama setelah mereka tampil di TVRI yang diprakarsai “Band Darma Putra Kostrad” dalam acara ‘KAMERA RIA’. Panbers membawakan nomer-nomer manis dari ciptaannya ‘Akhir Cinta, Senja Telah Berlalu & Maafkan Daku’. Bayangkan kehebatan Panbers, dalam kurun belum satu tahun wara-wiri di Televisi maupun panggung-panggung pertunjukan. Bahkan, belum menghasilkan album rekaman tapi mereka sudah mengisi acara besar Kamera Ria yang menjadi tolak ukur seorang penyanyi maupun musisi mempromosikan albumnya. Sehingga, salah satu band wanita ‘The Singers’, datang langsung kekediaman Panbers meminta ijin membawakan lagu-lagunya dipanggung-panggung show. Album bertajuk Akhir Cinta, merupakan kiprah pertama vokalis bersuara tinggi melengking ‘Benny Panjaitan’ bersama Panbers dan sekaligus sebagai album terobosan bagi mereka. Bahkan, lagu Akhir Cinta inilah Panbers menjadi band pembuka The Bee Gees kelompok asal dari negeri Ratu Elizabeth saat konser di Indonesia tahun 1974. Album ini sendiri, penuh nuansa romantis tentang targedi percintaan dengan sentuhan pop manis terlihat sangat sederhana dan menyentuh. Seperti sepenggal lirik dari ‘Akhir Cinta’ yang ditulis Benny Panjaitan. Awal dari cinta/ Liku tanpa bahagia/ Sudah suratan/ Cintaku yang pertama/ Cinta tanpa kasih / Tanpa akhir bahagia/ Gagal dan punah/ Pada akhir cinta duka. Belum lama ini, tepatnya tahun 2007 lagu yang diciptakan dalam suasana perang vietnam pada tahun 1971, berjudul ‘Kami Cinta Perdamaian’ menjadi ‘ikon’ lagu favorit untuk membawakan obor perdamaian bersama kelompok relawan lainnya ke Italia dan Amerika.

Keberhasilan album ini, tak lepas dari dukungan sang produser “Dick Tamimi” dibawa bendera perusahaan ‘Dimita Moulding Industri’ dimana group-group band Koes Bersaudara, Dara Puspita & Man’s Group (kelak, dikenal Usman Bersaudara) bercokol terlebih dahulu, bahkan Koes Plus melaju pesat dengan album ke Empatnya ‘Bunga Ditepi Jalan’. Perkenalannya dengan kontributor utama di Koes Plus maupun selagi bersama Koes bersaudara ‘Tonny Koeswoyo’ terjalin persahabatan “Mas Tony, banyak memberi dorongan dan semangat dalam bermusik Panbers… Bahkan kami berdua menguasai recording Dimita saat itu?” tutur Benny disela wawancara. Tepatnya, Panbers dan Koes Plus adalah dua group yang datang dari dekade yang berbeda. Tidak hanya itu, tingkat popularitas dijamannya juga sama memberi konstribusi dan melahirkan ide-ide inspirasi lagu-lagu yang mampu menempatkan sampai ‘Tiga’ single dari album yang bertengger selama berminggu-minggu di puncak tangga lagu-lagu Indonesia ‘Pilihan Pendengar’ diseluruh Radio-radio swasta yang tersebar di Nusantara. Kesuksesan Panbers tidak terlepas dari dukungan dan kepercayaan dari sang penguasa Dimita yang tidak pernah menginterfensi, sehingga bebas berkarya dan berekspresi melahirkan album hits seperti ‘Akhir cinta (1971), Pilu (1972), Kisah Cinta Remaja (1973), Cinta Abadi (1974) & Hidup Terkekang (1975) dan bahkan sebagai catatan, dalam hanya tempo singkat Panbers menghasilkan Dua sampai Tiga album selama satu tahun. Album tersebut, sukses besar dalam menembus pasaran pop indonesia dan bahkan masing-masing memperoleh Golden Record maupun Silver record dari angket musik indonesia ‘Puspen Hankam’ secara berturut-turut. Yang menarik lagi dari Panbers, adalah sebagai band “penerebos” lagu dangdut populer dengan lagunya ‘Nasib Cintaku & Musafir’ mampu menerobos pangsa yang benar-benar Dangdut bersaing dengan lagu ‘Begadang-nya’ si Raja Dangdut Rhoma Irama. Akibat serbuan kaset mulai merajalela tahun 1974, membuat kondisi recording Dimita tersendat-sendat oleh maraknya produksi recording dari Remaco, Purnama, Musica & Irama Tara “hanya kami yang bertahan, karena kami anggap Dimita sangat berjasa sekali mengorbitkan Panbers…Pada akhirnya, sampai Dimita betul-betul ‘gulung tikar’ dan menyerah pada akhir tahun 1974” .

Awal 1975, oleh ‘Eugeune Timothy’ sang pentolan ‘Remaco’ berhasil menggaet Panbers dan memulai debut album kompilasi The Best of Panbers sebelum benar-benar menghasilkan album rekaman. Terbitlah, ‘Musafir, Selembar Harapan, Bebaskan, Tinggallah dll. Namun, Panbers hanya bertahan dua tahun saja karena perusahan ‘Irama Tara’ sudah menanti dengan album ‘Penggemar Setia, potret lama dll. Selanjutnya, Panbers bebas menentukan pilihan ke label dimana saja seperti Flower Sound, Purnama & Nirwana dsb. Tahun 1985, Panbers kembali kedalam pelukan Remaco dan menghasilkan hits fenomenal ‘Gereja Tua’ yang sebelumnya sempat terpending di studio selama dua bulan untuk menentukan judul yang sesungguhnya antara ‘Kenangan di Desa atau Gereja Tua’. Oleh produser, dari segi komersil di putuskan judul Gereja Tua dengan alasan di Indonesia terdapat peninggalan jajahan Belanda dan terdapat bangunan bersejarah berupa Gereja Tua. Masihkah kau ingat waktu di desa/ Bercanda bersama disamping gereja/ Kala itu kita masih remaja/ Yang polos hatinya bercerita/ Waktu kini t’lah lama berlalu/ Sudah sepuluh tahun tak bertemu/ Entah di mana kini kau berada/ tak tahu dimana rimbanya.. Benar saja, album Legendaris ini sukses besar dalam menembus pasaran musik pop indonesia sebagai salah satu karya agung yang berjaya dan bahkan di rekam berbagai versi ‘Daerah, Dangdut, Disco, Solo & Duet maupun di aransemen ulang masih diperdengarkan sampai sekarang “memasuki Era ke ‘Empat”. Benny berbagi pengalaman saat show di Sulawesi-Selatan (Pare-pare dan Makassar) ‘Antusias penonton yang nota bene mayoritas Muslim me-request khusus lagu Gereja Tua, dinyanyikan secara bersama-sama ditengah undangan hajatan pernikahan di Islamic Centre. Pada awalnya, ada keraguan dari Benny, namun sirna tanpa melihat ada nilai perbedaan di dalamnya. Maupun, saat Panbers show amal di pedalaman Buntok (Kalteng,). Sebelumnya, warga buntok tak pernah mendapat tontonan seperti ini, sehingga masyarakat dari berbagai generasi tumpah ruah dalam ruangan, berdiri secara spontan dari duduknya saat Benny melatunkan lagu Gereja Tua. Tentu saja, membuat Benny terharu dan menitikkan air mata dan bertanya?. Ternyata, menurut mereka lagu tersebut sangat sakral bagi penduduk Buntok.

Perjalanan karier Panbers, seakan tidak pernah tidur untuk berkarya. Walau, gempuran penyanyi perempuan menjamur dimasa itu, tidak menyurutkan langkah Panbers menghasilkan hits-nya yang monumental dan bisa menjadi lagu Legenda lagi, seperti, ‘Cukup Satu Kali (1995). Walaupun salah seorang personilnya ‘Hans Panjaitan’ telah berpulang kehadirat Tuhan pada tanggal 12 maret 1995, mereka tetap menghasilkan lagu fenomenal yang sempurna setahun setelahnya ‘Cinta dan Permata (1996)’. Sementara, ada beberapa band-band mencoba eksis kembali setelah ditinggal personilnya , mereka tidak mampu menghasilkan karya baru untuk mengangkat namanya kembali dan hanya mengandalkan lagu lama saja yang direkam ulang. Selama berkarier 38 tahun, panbers sudah menghasilkan penghargaan tertinggi di musik berupa, ‘dua belas’ Golden Record dan ‘satu’ Silver Record serta puluhan Tropy dan penghargaan lainnya. Kemudian, mereka mempunyai Pengalaman manggung di 350 kota besar-kecil sudah di jalaninya, dalam rangka ‘rel show’. Bahkan daerah terpencil di perbatasan Filipina-Manado maupun perbatasan Maluku Tenggara-Irian Jaya (Papua), Pedalaman Buntok (Kalteng), Tantena & Luwuk dan beberapa Negara seperti Amerika, Jerusalem, Singapura, Malaysia & Hongkong sudah dikunjunginya. Sepantasnyalah mereka tercatat di MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai band paling banyak mengadakan show diberbagai kota dan desa terpencil maupun sebagai musisi yang menelurkan lima belas rekaman album berbagai ragam bahasa daerah. Personil Panbers ‘Benny Panjaitan’ harus diakui kepiawaiannya menguasai 15 Bahasa Daerah bahkan sangat terobsesi ingin menyanyikan semua lagu dari berbagai bahasa di Propensi ini sebagai kepeduliannya. Untuk mensiasati industri musik khususnya penggemarnya supaya tidak jenuh dengan lagu itu-itu saja, Panbers maupun Benny Panjaitan merekam Album Solo-nya berbagai ragam bahasa Daerah yang dikuasainya, seperti: “Manado, Batak, Tapanuli, Gorontalo, Padang, Flores, Pelembang, Jawa” dll. Yang menarik dicatat, ‘Benny Panjaitan’ sangat prihatin yang dinamakan penilaian di Republik ini, contoh: salah satu “Majalah Musik” edisi Desember 2007, mengenai “150 Album Indonesia Terbaik”. Menurutnya, “tidak objektif karena berdasarkan kepentingan pribadi, paling tidak harus berbicara fakta dan kalau memang tidak tahu tentang pelaku sejarah musik Indonesia itu sendiri, tanyak langsung ke yang bersangkutan”. Dia menambahkan, “untuk menilai suatu karya harus mencintai dulu budayanya”, imbuhnya.

Pada Album ‘Indonesia My Lovely Country’ yang berbicara tentang keindahan alam panorama Indonesia seperti ini: Indonesia my lovely country/ Were we were born and live now/ My country of the thousand island / And million rivers everywhere/ Jawa and the ancint Borobudur/ Bali and the magnificent temple/ Sumateraand the Toba Lake/ Kalimantan and the forest. Indonesia sekarang ini sedang menggalakkan yang namanya “Visit To Indonesia” rencana yang indah, rencana yang bagus adalah suatu rencana yang harus ditunjang dengan publikasi, bagaimana mungkin seorang Turis Lokal maupun Mancanegara akan tertarik mengunjungi Indonesia kalau mereka saja tidak tahu di sana ada Danau Toba, Borobudur, Tanah Toraja, Bunaken, Pangandaran & Danau Kalimatu dll. “Seharusnya, diperdengarkan dahulu lagu-lagu yang berbicara jamrud khatulistiwa sehubungan dengan keindahan Indonesia di segala Hotel, Pesawat & Televisi. Bagaimana mungkin pemerintah suruh datang, sementara sebahagian masyarakat kita banyak tidak tahu, kok.. mengundang orang Asing?” seperti kutipan yang diungkapkan Benny Panjaitan kepada penulis. Para Musisi sudah melakukan dengan lagu-lagunya sudah sejak lama, apakah pemerintah mau menghargai itu dan memberikan suatu Rewared pada mereka?. Kondisi ini memang berbeda, apabila kejadiannya itu seorang Ilmuan atau Pekerja Sosial, pemerintah sangat ‘peduli’ memberikan Upakarti. Berbeda dengan para seniman yang menjadi legenda, berjasa mewariskan karyanya untuk dinikmati masyarakat justru tidak pernah mendapatkan Upakarti dari pemerintah. Contoh paling jelas, dapat dilihat dengan ‘maraknya Tivi-tivi Swasta’, namun tak satupun stasiun televisi tersebut memberikan ruang bagi musisi senior untuk berkompetisi. Benny-pun mengungkapkan kegundahan-nya pada penulis, “Apakah group-group seangkatan kami sudah tidak layak tampil?.. kita tidak boleh dibilang tua dimusik, tidak ada lagu tua dan lama. Lagu itu hanya ada dua kriteria, popular dan tidak popular.. bertahan dan tidak bertahan yang menjadi legenda atau menjadi agenda!.

Dilihat dari Umur, para personel Panbers sudah tidak muda lagi. Namun, semangat musikalitasnya sepertinya tidak pernah mati menghidupkan musik Indonesia dari era 70-an hingga sekarang. Mereka, menghadirkan jenis musik sederhana dengan basic musik pop yang diracik dari berbagai aliran, Etnik, Beat, Balada bahkan Melayu. Panbers, mampu menyihir begitu banyak penikmat musik indonesia, larut dengan lagu-lagunya yang penuh Nostalgia, lalu kemudian setia, tidak berpaling kelain hati. Dan inilah pertanda kian menguatkan popularitas Panbers tetap ‘solid’ dengan personil yang bertambah Benny (Lead Vocal, Gitar), Doan (Vocalis, Keyboard, Gitar), Asido (Drumer), Hans (Gitar), Maxi (Bass Gitar) & Henry (Biola, Rhytem Gitar). Mereka, telah melegenda dan seakan mengukuhkan kelebihan Benny Panjaitan sebagai seorang komposer dengan seabrek ‘gagasan’ dan ‘rasa’ yang hebat. Sudah dibuktikannya, dalam perjalanan album Solo maupun Duet-nya bersama Indah Permatasari, Deddy Dores, Atiek CB dan Band Tuna Netra yang di asuhnya. Tak cukup sampai disitu, Panbers unjuk gigi merilis album yang di beri titel MENUJU ERA KE –4 plus Album seri Kolektor yang betul-betul orisinalitas. Album ini, berisi empat cakram CD dari album lawasnya masih dalam bentuk PH (Piringan Hitam) dari volume Satu, Dua dan Tiga direkam secara ‘manual’ dalam bentuk Compact Disc. Album proyek keluarga ini, berisi sepuluh lagu-lagu baru, diantaranya Hati Yang Merindu, Rindu, Salahkah Aku & Sayangku. Kebanyakan lagu dalam album ini ditulis Benny Panjaitan & Doan Panjaitan, tak ketinggalan putra kedua Benny Panjaitan ‘Dino’ mempersembahkan lagu ciptaannya untuk sang ayah tercinta Damai itu Indah. abum tersebut sudah rilis awal tahun 2008 baru lalu, tema yang disuguhkan masih sarat akan nuansa melankoli dengan bait-bait cinta yang sangat melodius berkelas tentunya.

Tahun 2010 adalah masa2 yang diRundung duka bagi keluarga Besar Panjaitan akan musibah yang menimpa Benny Panjaitan yang tiba-tiba jatuh sakit terserang stroke sejak bulan Juni 2010 hingga saat sekarang ini (Tahun 2014) menunggu Mujizat dari Tuhan untuk kesembuhannya. Begitupula salah satu personil PANBERS ‘Doan Panjaitan sang Vokalis, Keyboard & Bass telah berpulang kehadapan Tuhan pada tanggal 30 Oktober 2010 di usianya menginjak 60Tahun akibat Gagal Ginjal. Kini personel Panjaitan bersaudara tinggal menyisakan Benny Panjaitan & Asido Panjaitan & sang Opung Bosani Panjaitan yang selalu memberikan suport kekuatan kepada anak2nya tiada henti menyemangati bahwa cobaan ini bukan hanya sendirian, masih ada orang lain menerima cobaan yang lebih berat dan dengan bersyukur akan lebih mudah menjalaninya dan bertahan untukNYA.  PANBERS boleh kehilangan sang Vokalis Benny Panjaitan, namun tak bisa disangkal bahwa nyawa Group ini berada ditangan nama besar Benny Panjaitan yang berharap kesembuhan, karena dia sadar PANBERS adalah jiwa dan Nafkahnya, tanpanya PANBERS ibarat Sayur tanpa Garam.. Untuk itu....Dia  mempunyai semangat bertahan hidup karena Musik dan Pencintanya,  berharap keAjaiban berPihak padanya dan  percaya kelak akan tiba Mujizat itu... Amin.


Selasa, 26 Agustus 2014

KOES PLUS

KOES PLUS

 Sang Pelopor Muusik Pop & Rock n Roll


Pada tahun 1960, adalah 'Lima' pria dari anak-anak pak Koeswoyo yang berasal dari Jawa Timur dan masih berdarah Biru keturunan 'Sunan Drajat VII', mereka adalah: Djon (Koesdjono) Koeswoyo, Tonny( Koestono) Koeswoyo, Yon (Koesjono) Koeswoyo, Yok(Koesroyo) Koeswoyo, Nomo (Koenomo) Koeswoyo, membentuk kelompok musik dinamakan KUS BROTHERS, mereka sudah menapakakan kaki di Ibu Kota Jakarta (ada tersiar kabar bhwa koes Bros atau koes Plus adalah band daerah yaitu Tuban-SALAH). Lima bersaudara ini melenggang membawakan lagu2 Luar dijamannya mendominasi Indonesia dengan penyanyi seperti: The Everly Brother, Elvis Presley, Kalin Twin dan kelompok inipun sering membawakan lagu2 hits mereka. Kehadirannya di berbagai pertunjukan menjadi kebanggan pada Koeswoyo bersaudara betapa tidak kehadirannya selalu diperhitungkan dan selalu dinantikan sehingga menjadi sejarah perjalanannya bersama saudara2nya. Hingga suatu hari sang pecetus Tonny, berpikir untuk mencipta lagu2 sendiri yang senyawa dengan pribadinya sbg bangsa Indonesia dan tidak ingin berlama2 mendompleng nama2 besar The Everly Brothers, Elvis presley, Kalin Twin maka setiap pertunjukan 'Kus Brothers' tampil dengan lagu2 yang diciptakan Tonny dengan tampilan baru namun masih dikemas musik ala The Everly Brothers & Kalin Twin berhasil menghimpun penonton dan memberi kepercayaan dirinya bahwa 'inilah kami yang sesungguhnya'. Kemudian tidak berselang lama datanglah sang Dewa penolong namanya pak Yos pemilik perusahaan rekaman Irama melirik kelompok Koeswoyo ini dan berkata dalam hati 'andalah yang kami cari', terbitlah album perdanya dengan hits2nya seperti; Telaga Sunyi, Bis Sekolah,Oh Kau Tahu, Pagi Yang Indah dll dengan hadirkan duet Yok & Yon yang harmonis dan kelak diakui sebagai duet Legendaris.

Thn.1963 adalah tampilan barunya menggunakan nama KOES BERSAUDARA, seiring dengan munculnya Band Inggeris dari kota Liverpool 'THE BEATLES' mengguncang 'Dunia' dan tidak bisa dipungkiri bhw Koes Bersaudara m...enjadi salah satunya sebagai inspiratornya dimusik menjadi gabungan dari The Everly Brothers + Kalin Twin+ The Beatles dan Lagu milik sendiri. Album2 Rekaman PH dari Koes Bersaudara juga diminati diNegara Tetangga ' Malaysia & Singapora, sayangnya dimasa itu rezim yang berkuasa adalah Ir Soekarno-Presiden RI segala yang berbau 'kapitalisme' di basmi. Dampaknya pun mengena di kelompok anak2 pak Koeswoyo ini, karena kasat-kusut 'suara sumbang' tercium bhw Koes Bersaudara disusupi antek2 Komunis (PKI) padahal 'sesungguhnya' Tonny Koeswoyo adalah yang paling keras melawan saat ditawari bergabung di LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) tapi ditampik. Pitnah memang lebih kejam dari Pembunuhan.. begitulah yang terjadi kepada anak2 yang tidak berdosa dimasanya dan dampaknya juga terjadi pada anak2 pak Koeswoyo tersebar berita yang ditiup LEKRA bhw Koes Bersaudara adalah antek dari Manikebu (Manifesto Kebudayaan) adalah sebutan bagi Seniman yang menolak LEKRA. pada hari Kamis,1 juli 1965, rumah keluarga Besar pak Koeswoyo di jln.Mendawai III para Tentara dari Komando Operasi tertinggi (KOTI) menjemput khusus 'Koes Bersaudara' untuk dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Glodok-Jakarta. Tak ada perlawanan hanya kebingungan dari pak Koeswoyo dan Ibu Atmini yang sangat meyakinkan bahwa anak2 mereka bukan orang Politik ataupun Serdadu, namun usaha sang Ayah pak Koeswoyo tak mampu berbuat banyak karena sdh ditebak dijamannya bila semakin berontak maka bisa nyawa melayang 'hanya kepasrahan kepada Tuhan dan Do'a2 yang dipanjatkan agar semua akan baik2 saja'. Ada kisah lucu saat penangkapan itu, Nomo Koeswoyo saat itu tidak berada dirumah dan sebagai saudara yang merasa senasib sepenaggungan dan mempunyai 'naluri' kebersamaan 'menyerahkan diri' karena pikirnya akan jauh lebih baik jika berada dalam penjara bersama saudara2nya dari pada harus berada sendirian diluar sana sementara saudara2nya terkungkung dalam sel'.

Tepat sehari meletusnya Gerakan 30 S PKI, anak2 pak Koeswoyo diBEBASKAN tepatnya tgl.29 September 1965 tanpa ada alasan tahu2 sudah ada perintah pembebasannya. Kelompok ini tidak meski harus berpangku tangan dan langsung mulai menyusun strategi untuk mendapatkan kemerdekaannya yang sudah terenggut selama hampir 3 bulan, kelompok inipun mulai eksis bermusik dari panggung kepanggung show dan semuanya sll dinanti para pencintanya. Sayangnya Recording Irama berImbas 'TUTUP' adanya pergolakan tersebut, beruntungnya saat dalam penjara Tonny sang jenius banyak hasilkan corat-coret lagu al: Voorman, Jadikan Aku DombaMU, Di dalam Bui, To The So Called The Guilities dan balada Kamar 15 kelak menjadi kekuatannya dalam satu album dan DIMITA Recording siap menampung mereka dan mulai menemukan jati dirinya. Sedihnya lagi Nomo Koeswoyo tiba2 memutuskan mengundurkan diri disaat kelompok ini sudah memantapkan untuk mengambil semua yang pernah tertinggal yaitu kesuksesan dan pembuktian, Nomo mempunyai alasan sama diungkapkan saat Djon Koeswoyo (liat Kus Bros & Tampilan baru sbg Koes Bersaudara) memilih mengundurkan diri dgn alasan "mereka menggeluti bidang lain yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan musik". 
Thn.1969 adalah munculnya pengganti Nomo Koeswoyo yaitu 'Kasmuri (Murry)' dan Koes Bersaudara berubah nama menjadi KOES PLUS, mereka langsung hasilkan album pertamanya ' Dheg-Dheg Plas' dengan lagu 'beat' Kelelelawar dan irama 'soft' pada lagu ' Cintamu Telah Berlalu'. Sayangnya album ini 'jeblok' dipasaran, masyarakat sepertinya hanya menginginkan sosok idolanya Koes Bersaudara dan tidak ingin dengan tampilan dan kemasan baru yaitu Koes Plus. Bukan Tonny Koeswoyo kalau tidak mensiasati keGalauan adik2nya dan Murry berkepanjangan maka Tonny sang jenius memberi keyakinanan kelompoknya bahwa dengan lewat Festival Jambore Musik di Istora Senayan- 1969, nama Koes Plus akan berjaya dan kembali menguasai kejayaan sama seperti Kus Brothers & Koes Bersaudara. Benar saja, tepuk tangan sahut menyahut saat Koes Plus mulai menyenandungkan lagu ciptaannya sendiri seperti lagu 'Derita & Manis dan Sayang', tampilannya yang memukau membuat Koes plus di keEsokan hari setelah usai jambore tiba2 dimana2 menjadi pemberitaan semua Media saling berlomba beritakan dan Radio2 di seluruh Nusantara kembali memutar album Koes Plus yang dulu dilecehkan dan menjadi di buru para pencintanya. Koes Plus-pun melenggang dengan langsung di kontrak 'lima' album sekaligus dan oleh Tonny membuat seri berjudul Nusantara, kenapa...karena ada tuduhan dari rezim ORLA 'Bung Karno' bahwa Koes Bersaudara diragukan Nasionalismenya karena gemar menyanyikan lagu2 Barat yang diistilakan Bung karno sebagai lagu 'ngak ngik ngok', Tonny sang jenius menunjukan bahwa justru rasa Nasionalismenya ada dalam 'dada' para personilnya sebagai pemujaan pada Tanah Air Indonesia Raya nyang mereka Agungkan. 
Kemudian Koes Plus hijrah ke Label REMACO milik pak Eugene Timoty, kembali Koes Plus menunjukan hasil yang bagus bersama album2 yang bervariasi al: Natal,Anak-anak, Melayu, Qasidah, Hard Beat, dll. Keberhasil an Koes Plus sudah menancapkan kuku2nya di peta musik indonesia, keberadaannya sermakin merajai pasar musik di era 70an dan group musik ini paling terbilang paling produktif hasilkan album bahkan menjadi 'penomena' dan belum ada tandingan masalah kepopulerannya. Namun keberadaannya di Remaco semakin terlena, ini disebabkan dengan tuntun penggemar dan permintaan pasar sehingga Koes Plus sudah semakin tidak memikirkan kualitas yang terpenting memenuhi keinginan pasar dan penggemar agar tidak kecewa. Sudah bisa ditebak Koes Plus Seperti pabrik lagu dan Tonny koeswoyo seperti mesin pencetak uang, banyak suara2 sumbang diluaran menyudutkan bahwa Koes Plus sdh 'melacurkan diri' demi memenuhi pasar dan seperti biasa para pengamat musik memberi julukan lagu2 Koes Plus sebagai lagu 'kacang goreng'. Julukan ini mereka artikan sebagai lagunya laris tanpa memperhatikan 'kualitas' yang penting hasilkan duit dan duit, kepedulian para pengamat ini sebenarnya hanya membandingkan saat mereka masih bernaung di Dimita Recording, Koes Plus sangat2 memperhatikan kualitas lewat album Nusantara sampai dengan Nusantara VIII. 
Memasuki thn.80an, pamor Koes Plus tidak menjulang lagi dimana2 sudah bermunculan penyanyi2 Solo dan Group band yang memberikan persembahan warna musiknya yang maju dan teknologi baru, berbeda dengan Koes Plus yang sederhana dan simple tetap mempertahankan musiknya tidak mengikuti teknologi yang berkembang 'trend' disaat itu. Namun lambat laun Koes Plus mengalami titik jenuh dan monoton sehingga mempengaruhi pada karya2 kelompok ini dan lambat laun penggemarnya merasakan kejenuhan dan berimbas album2 keluaran Koes Plus sudah tidak selaris dan seheboh kejayaannya dimasa thn 70an. Tahun 1977 kemudian Tonny Koeswoyo mengajak kembali Nomo Koeswoyo untuk bergabung, tujuannya hanya mensiasati kejenuhan pasar dengan kata lain membuat 'strategi' pasar maka terbentuklah 'Reuni Koeswoyo' dengan tetap memakai bendera 'KOES BERSAUDARA' yang memang belum resmi Bubar. Album perdana 'Kembali/cipt.Tonny koeswoyo, terlihat di Tivi empat saudara ini sangat 'asri' berpegangan tangan dengan riangnya bersenandung dan sudah bisa ditebak 'sontak' semua penggemar Koes Bersaudara menyambuat kehadirannya dengan suka cita. Sayangnya kebersamaan mereka hanya sebentar walau sudah hasilkan beberapa album Pop & Keroncong, tetap saja Kelompok Koeswoyo bersaudara belum bisa dikatakan berhasil pada album berikutnya. Kondisi kesehatan Tonny koeswoyo semakin menurun, namun jiwa seninya sepertinya tak pernah mati untuk memikirkan kelangsungan musik Koes Plus maka mereka bergabung kembali pada tahun 1978 dengan hasilkan album 'Bersama Lagi, berjumpa Lagi,Pilih Satu, dll dan sekaligus mengawali keberadaannya di Purnama Recording. Akhirnya pertengahan thn.80an Koes Plus benar2 sudah tidak berjaya lagi, penyanyi Solo Wanita dan pria menyeruak tak pernah henti datang dan datang dan tak mampu untuk dicegah mereka datang karena pasar sedang menyukai lagu2 melow. Dan bukan saja Koes Plus kena imbas tapi semua Group Band dimasa itu akan merasakan hal yang sama, tiba2 berita duka datang dari keluarga Koeswoyo mengabarkan berita kematian seorang 'pemusik besar' dari sebuah 'grup musik besar' 'Tonny Koeswoyo' telah dipanggil sang khalik ‘ Maret 1987. Seluruh Indonesia menjadikannya hari berkabung, tetesan air mata mengiringi perjalanannya yang tenang, Koestono Koeswoyo benar2 pergi meninggalkan jutaan penggemar dan ribuan lagu2nya untuk dikenangkan. Kepergian Tonny Koeswoyo, Koes Plus tetap jalan dan beberapa album mereka berTRIO (Yok+Yon&Murry) seperti: 'Amelinda/cipt.Trio(pop Dangdut) tetap disambut sebagai pelipur lara dari penggemarnya dan konon para pengagumnya membeli album koes Plus sudah bukan karena suguhan lagunya enak untuk dinikmati tapi semata2 karena kefanatisme saja terhadap Koes Plus tentang kerinduan dan kecintaannya terhadap grup ini. Tahun.1992, Koes Plus bangkit lagi dan beberapa pemusik melibatkan diri seperti Jelly Tobing & Abadi Soesman minus Murry yang saat itu sedang sakit Hernia yang sudah lama dideritanya. Sayangnya formasi ini tidak langgeng dan hanya beberapa kali tampil dpertunjukan, namun demikian Koes Plus tercatat sebagai awal kebangkitannya dan menerima penghargaan LEGEND BASF AWARD-1992. Dan mulailah Koes Plus di ibaratkan seperti Bola menjemput gawang dan menjadi tahun penuh suka cita menyambut datangnya Sang Legendaris.

Adalah thn.1993 nama Koes Plus kembali semarak lihatlah seorang pengagum beratnya bernama Ais Suhana berhasil hadirkan Koes Plus di News Cafe tepatnya tgl.7 Juni 1993 dengan formasi Yok,Yon,Murry(sudah ikut lagi) dan Abadi Soesman. Kerinduan para pencintanya tentu saja menyambutnya sangat antusias, keberhasilan pada penampilan pertamanya berlanjut disibukkan show2 lainnya yang meannti sperti: 21 Concert Hall Ratu Plaza & Puri Agung Sahid Jaya Hotel kemudian di gedung WTC-Surabaya. Koes Plus-pun hadirkan album 'Tak Usah Kau Sesali/cipt.Yon Koeswoyo-1994, tentunya tanpa kehadiran Abadi Soesman yang hanya mengantarkan Koes Plussampe diarena panggung digantikan putra Tonny koeswoyo yaitu 'Damon Tonny Koeswoyo'. Album ini kembali tidak begitu sukses, tapi perlu dicatat bahwa sebagai band 'senior' Koes Plus masih berkelas, kembali Damon Tonny Koeswoyo mengundurkan diri digantikan Najib/ Cockpit dan kembali pasang surut pemain dikubu Koes Plus juga terulang lagi dan masuk adik dari Tanty Josepha 'Bambang' sekaligus menyambut pertunjukan-pertunjukan melanglang kota dan kepanggung pertunjukan bersama Koes Plus. Oh iya... setidaknya pemusik 'Deddy Dores' pernah berkolaborasi bersama Koes Plus bertitle ' Koes Plus Dores' menampilkan hits 'Rindu Kamu/Cipt.Yon & Cinta Abadi/ Cipt.Deddy Dores, sayangnya album ini tidak sukses dipasaran dan sempat pula ada nama hans dan Jack Kasbie dikelompok ini. Kemudian personal Koes Plus muncul hanya berdua 'Yon & Murry' dibantu Andolin/Lead Gitar & Jack Kasbie/Bass hasilkan album 'Calista-2000- Gadis Genit/cipt.Murry, kehadirannya lewat persembahannya untuk mengulang sejarah namun album ini kembali mandeg dipasar.

Mengawali Tahun 2014, kembali Dunia Musik Indonesia Berduka dengan wafatnya 'Kasmury' atau lebih dikenal sebagai 'Murry-Koes Plus' adalah seorang Drummer Legendaris yang juga namanya mencatat diPeta musik Indonesia tidak hanya sebagai Musisi melainkan seorang komposer dari sejumlah lagu-lagunya yang Populer semisal: Mama di bawakan Eddy Silitonga, kemudian lagu Telaga Biru/ Cintaku & Sepeda Kumbang dinyanyikan  Yayuk Suseno dan Benang-benang Cinta oleh Nia Zulkarnaen, dll.  Murry telah benar-benar pergi menghadap sang PenciptaNYA saat diusianya 65Tahun, pada hari/tanggal : Sabtu, 1 Februari 2014, pukul 05:00WIB (pagi hari) dan dimakamkan di TPU Pondok Ranggon- Cipayung, Jakarta Timur, semoga Allah SWT memberikan tempat yang terIndah disisiNYA, Amin.


Kini KOES PLUS menyisakan Yon Koeswoyo dan nama Yok Koeswoyo (non aktif) walaupun demikian tetap menjadi Legenda bagi negeri ini dan tak ada yang bisa sangkal, lihatlah kehebatan Koes Plus dia mampu merambah berbagai jenis musiknya yang pemusik lainnya sukar menjangkaunya seperti 'Keroncong, Rock, Qasidah &Anak-anak. Sejumlah hitsnya sampai hari ini masih memenuhi ruang hati pencintanya, dengarkan lagu 'Why Do you Love Me, Pelangi, Kolam Susu, Bujangan, Kapan-kapan, Muda-Mudi, Layang-layang, Puk Ami-ami,Jemu, Kisah Sedih di Hari Minggu, Bis Sekolah, Hatiku Beku, dll. Dari ribuan lagu-laguNya Koes Plus, sudah pasti menggoreskan catatan khusus di sepanjang sejarah Musik Pop Indonesia menjadi LEGENDA sampai kapanpun.


Kamis, 21 Agustus 2014

AJENG TRIANI SARDI




AJENG TRIANI SARDI

Nama Ajeng Triani Sardi diPeta perFilman Indonesia di Masa Akhir tahun 1970’an sudah mencatat namanya, penerima Anugerah Piala Kartini  FFI 1979 di Palembang sebagai Pemeran Cilik lewat Film ‘Pengemis Dan Tukang Becak’ garapan Sutradara Wim Umboh pada tahun 1978 adalah prestasi jempol baginya.  Diakuinya bahwa sebelum bermain film Pengemis Dan Tukang becak, Ajeng sudah terlibat  diFilm Kembang-Kembang Plastik/Sutradara Wim Umboh tahun 1977 bersama pemeran Yatie Octavia, Roy Marten, Cok Simbara, Ully Artha, Nenny Triana dll.

Ajeng terlahir dari Biang Pohon yang menghasilkan rantai pengikat yang bercabang-cabang dan berBuah yang Ranum & Harum, dari mulai Nenek HABIBAH  aktris era tahun 1930’an dan melahirkan anak yang menuruni bakat akting kepada  HADIDJAH (93Tahun) termasuk Bintang Film ‘Tiga’ zaman , wafat di Jakarta 9 October 2013, lalu kembali  menuruni bakat seninya kepada Idris Sardi (75 tahun) berJulukan Sang Maesto Biola atau Si Biola Maut, wafat di Jakarta’28 April 2014 dan secara estafet kembali kepada anak-anaknya Santi Sardi, Lukman Sardi dan Ajeng Triani Sardi tentunya.

Usia 4 Tahun sudah berani tampil berAkting dan melakukan dialog tanpa perlu bantuan pengisi suara terlebih di film ‘Bunga Bangsa’ garapan sutradara Sophan Sophiaan dimana Ajeng banyak menggunakan bahasa ‘Belanda,  ‘selama belajar pengucapan dan menghafal dialog, mama ‘Marini’ sangat berperan membantuku karena beliau keturunan Belanda’ ucapnya. Begitupula adegan berbahaya yang dlakukan anak seusia seperti Ajeng di Film Pengemis Dan Tukang Becak, Ajeng masuk diKeranjang Sayuran gendong ‘Christine Hakim’ tanpa pemeran pengganti (Boneka), demikian pula adegan kecebur kali saat Ajeng dikisahkan jualan kue sebrangi jembatan menuju kekampung sebelah lagi-lagi tanpa pemeran pengganti.  Akting Ajeng sangat Natural seperti jerit tangisnya menjadi-jadi karena ketakutannya tidak bisa berenang dan berusaha sendirian untuk selamatkan diri dari dalam kali yang besar untuk ketepian, Ajeng sengaja dibiarkan dalam kali oleh sutradara Wim Umboh untuk dapatkan adegan seAlami yang sudah direncanakan matang pada diri Ajeng tanpa terluka dan hasilkan adegan sempurna dan meraih banyak Penghargaan FFI 1979.

Lahir di Jakarta 21 April 1974 sebagai putri bungsu  ‘tiga’ bersaudara dari orang tua ‘Idris Sardi dan Zerlita Zourida’,  secara otomatis darah seni ‘Akting’ turun temurun dari Nenek maupun Ibunya Idris Sardi yakni Habibah & Hadidjah. Baginya  dunia akting mengalir  apa adanya tanpa dia sadari usia ‘empat’ tahun sudah terlihat diFilm pertama adu acting bersama Tezzar (putra pasangan Yatie Octavia & Sjamsuddin) lewat Film ‘Kembang-Kembang Plastik’.  Sekalipun di film ini Ajeng belum banyak dialog, namun diakuinya adalah film yang paling berkesan baginya, dia terIngat di film ini menggunakan adegan ‘kecupan’ di kening dari Tezzar sehingga saking malunya sama adegan ‘kissing’ tersebut yang disaksikan para crew selama syuting Ajeng sampe menangis...... “Sejujurnya Film Kembang-kembang Plastik yang dimana aku berperan sebagai tante Yatie Octavia ‘kecil’ dan Tezzar menjadi kekasih masa lalunya dimana scenenya aku menjadi permaisuri dan si Tezzar jadi sang pangeran, sejujurnya aku sendiri belum pernah lihat filmnya hingga sekarang,  karena film ini dimasa itu untuk 17 Tahun keatas dan belum boleh nonton”.

Ajeng Triani Sardi berturut-turut membintangi Film-film Setelah Kembang-Kembang Plastik & Pengemis Dan Tukang Becak,seperti: ‘Anak-anak Tak berIbu/sutrd. Maman Firmansyah (1980), Gadis/Sutrd. Nya Abbas Akup (1980), Bunga Bangsa/Sutrd.Sophan Sophiaan (1982), Bila Saatnya Tiba/sutrd. Eduart P Sirait (1950) & ‘tiga kali bermain Operet Lebaran bersama PAPIKO-Titiek Puspa maupun Album Operet Semut Hitam, Semut Merah bersama Chicha Koeswoyo. Diakuinya bahwa ‘waktu itu belum mengerti bagaimana rasanya bermain film, semuanya dijalani dengan enjoy, dia ingat yang sering menemaninya diLokasi syuting  ‘Suster Iyem’ adalah suster kesayangan Ajeng dan dibantu Astrada untuk membacakan dialog kemudian dihafalnya.  Film Pengemis dan Tukang Becak adalah film dimana Ajeng dipertemukan sama Lukman Sardi, menurutnya setelah pulang sekolah Ajeng dan Lukman  langsung ke lokasi Syuting dan Chemistry antara Ajeng dan Lukman seperti layaknya kakak adik sehari-hari. Begitu juga saat mereka berTiga berSaudara dipertemukan lewat film Anak-anak Tak Beribu, Ajeng sangat berkesan ‘kita di hujan-hujanin jam ‘dua belas’ malam.... terus si mbaq Santi itu di rumah suka ajak main yang ternyata permainannya akan dipakai di shooting, jadi dia ngarahin aku dari pas main di rumah juga tanpa kasih tahu  itu nanti ada di skeneraio dan pas shooting aku bari ngeh, ooooooo... dia ngajak main seperti itu untuk adegaaaaaaaan. Ajeng kembali menceriterakan kenangan syuting berTiga dengan saudaranya, mengisahkan ‘palingan yang lucu, kalau di sekolah kita bertiga dijemput mobil film, Lukman dengan dunianya nggak tahu ngapain di mobil , sementara mbq Santi nguyah permen karet.. aku suka minta, gak dikasih...hihihihihihi.  Ada kisah lain yang Ajeng ingin bagi saat main berTiga saudaranya di film Anak-anak Tak Beribu, usianya sudah ‘enam’ Tahun di ceriterakan bahwa “aku endingnya sesuai scenario dibuat meninggal dan memakai baju panjang yang kata orang aku terlihat sangat cantik... padahal buat aku nggak betah dan  Pas adegan aku meninggal mbq Santi menangis... katanya mbq Santi sempat mau ketawa tiba-tiba aku nafas karena sudah ketiduran... hahahah dan shootingnya benar-benar di Pembuangan Sampah.


Perjalanan Rumah Tangga yang terbina yang dahulu Harmonis tiba-tiba menjadi bara membakar dan tak peduli terjadi pada siapa saja tanpa pandang bulu, begitu juga ‘Idris Sardi & Zerlita Zourida’ terhempas diterpa Gelombang dan anak-anak menjadi saksi tanpa harus berbuat apa-apa diDunia kecilnya.  Ajeng juga alami hal itu, ceriteranya begini: “ waktu papa pergi dan kita putuskan ikut, aku belum mengerti bahwa itu akan cerai.. tapi anak-anak semua pengen ikut papa nggak ada yang mau ditinggal dan aku masih terlalu kecil... bingung dengan situasi dan bingung kenapa jadi pembicaraan orang-orang  atau media, kita sekolah nggak nyaman di jauhin teman karena mereka terpengaruh oleh berita ibu-ibunya yang salah dan hanya dengar dari media... Kami ikut papa tanpa dipaksa, sampai pada pertanyaan hakim pengadilan waktu itu, kita semua memilih ikut papa... itulah kelebihan papa yang sampai sekarang sulit aku pahami juga, papa disiplin, keras (tapi tidak pernah memukul anak), tapi kok hatinya bisa dekat sekali sama kami anak-anaknya”.  Akhirnya Idris Sardi menikahi Penyanyi dan Aktris cantik ‘Marini’, Ajeng juga banyak temukan kenangan Indah selama menjadi Ibu Tiri, “Mama Marini dan saudara-saudara Tiri... Selalu ada waktu kumpul keluarga, Liburan sama-sama dan maaf ... Sebagai Ibu Tiri, mama Marini itu mungkin seribu satu dari sekian ibu tiri yang ada.. Beliau hangat, tidak pernah membentak,  sangat menghargai privacy anak dan disiplin,  beliau juga mengajarkan  aku akhirnya jadi gesit dan mandiri”.

Peran Idris Sardi terhadap diri Ajeng keMusik Sangat-sangat mendukung penuh  dan men support terjun di dunia barunya, tepatnya saat duduk dibangku SMA ajeng sudah berkutat di Musik Klasik. Adalah Idris Sardi  memasukan Ajeng diSekolah Musik YPM (Yayasan Pendidikan Musik) di Manggarai, bermula Ajeng les Piano khusus Klasik dan ternyatanya Ajeng suka dunia klasik dan cinta banget sehingga belajar sampai tingkat ‘Pra Konservatori’.  Dukungan Idris Sardi terhadap diri Ajeng maupun anak-anaknya ternyata lebih mengutamakan anak-anaknya ke bidang pendidikan sekolah dari pada dunia Film, tujuannya biar anaknya masing-masing punya bekal kelak dihari tuanya.  Karena Musik dan Sekolah, sehingga Ajengpun sempat hilang dari depan kamera seiring lesu darahnya Film Indonesia yang lebih banyak film esek-esek. Ajeng baru muncul dicinema elektronik yang terkenal dengan acara Sinetron  ‘Noktah Merah Perkawinan seri 1 & 2 bersama pemain Ayu Azhari, Teddy Syah’ dan sebelumnya Ajeng sudah muncul di Sandiwara Komedinya  ‘Harry de Pretes berjudul Dongen Langit’  bersama pemain Cut Tari, Mpok Nory, Ari Tulang &  Bukan Superman/Sutrd.Deddy Mizwar.   Kini, Ajeng sudah mengajar ‘Piano’ di ‘empat’ Sekolah Musik antara lain: 

(1). Jakarta Konservatori,
(2). Indonesia Piano Art,
(3).Purwacaraka,
(4).Otti  Jamalus Music House,

Adalah pembuktiannya bahwa apa yang sudah diPelajarinya dahulu kini sudah menurunkan dan mengajarkan kembali kepada orang lain.

Ajeng Triani Sardi, saat ini sudah tidak sendiri dan sudah temukan sang Pangeran yang seperti saat berperan diFilm Kembang-kembang Plastik, bedanya itu hanya  rekaan belaka yang kini adalah ‘nyata’ benar- benar menemukan sang Pangeran sesungguhnya ‘Guntur Indrajaya’ dan mengikat pernikahannya di Jakarta 1 Desember 2001 dan sudah melahirkan sang Penerusnya ‘Antonius Eliezar Indrajaya Noorman (Ezar)’ lahir di Jakarta’23 Agustus 2002.  Menurut Ajeng, masih ada yang mengganjal di dadanya yakni: menunggu kesempatan bermain bareng dengan Slamet Rahardjo..... ‘Dengan om Slamet.. Aku kagum dengan aktingnya, nggak bisa dipungkiri deh, siapapun  dapat kesempatan main dengan om Slamet pasti merasa WOW... Satu hal lagi, Om Slamet dari jaman dulu, bukan hanya tampan sebagai actor tapi punya charisma sampai sekarang... Suaranya wibawa banget!!!

Film-film era tahun 2000’an Ajeng Triani Sardi pun sudah ambil bagian, seperti: ‘9 Naga,  Love, Sanubari Jakarta’ dan bila disuruh memilih antara Musik & film, maka langsung disambernya bahwa ‘ musik baginya hanya sebagai performancenya dan  tetap sebagai Guru pengajar dan akan ditanggalkannya untuk lebih mengUtamakan di Film sebagai damba’annya kembali meneruskan perjalanan masa kecilnya untuk dia tuntaskan di hari tuanya. Seperti Lukman Sardi yang tiada matinya hingga saat ini wara-wiri di kancah cinematik karya anak-anak Indonesia dan wara-wiri juga meraih penghargaan atas prestasinya, padahal bila Ajeng ingat masa kecilnya, kalau Lukman Sardi harus shooting sampai malam hari, “dia ngambek, marah-marah karena ngantuk dan capek... eeeeeh sekarang dia yang keterusan!!”.

KeDukaan saat diTinggal pergi orang yang diCintai, adalah benar-benar merasa separuh jiwa kita hilang dan lama sekali menghitungnya kapan bisa mengubur kenangan-kenangan indah saat bersama dikebersamaan itu. Begitu pula saat sang Maesto Idris Sardi pergi, adalah Ajeng Triani Sardi terpukul  dan katanya: hiburan setelah kepergian papanya  adalah meminum Kopi bisa sampai ‘lima’ kali dalam sehari dan curahan hatinya pada JCL  sebagai berikut:  “rasanya sangat kehilangan sekali dan susah diungkapkan dengan kalimat karena batinku hanya dekat dengan papa dan papa yang selalu mensuport kemajuan musik ku dan segala hal yang lain.... Segala surprised-suprised kecilnya yang buat aku terharu sampai detik-detik dekat kepergiannya itu yang belum bisa aku hapus dan entah sampai kapan, mungkin aku menunggu Tuhan menjawab semua pertanyaanku... Kubiarkan sabar menunggu sampai ajalku jua mengakhiriNya dan kelak terJawab atas semua.... Amin”.