Rabu, 01 Agustus 2012

EDDY SILITONGA

EDDY SILITONGA Julukan si Suara Malaikat dari Pematang Siantar..... Charles Edison Silitonga yang dikenal dengan nama Eddy Silitonga, lahir di Pematang Siantar tanggal 17 November 1949. Anak ke empat dari ... sebelas bersaudara, putra pasangan dari Gustaf Silitonga dan Theresia Siahaan.

Pada saat wawancara ini berlangsung, kami berada dalam salah satu café di Cilandak Town Square pada tanggal 16 januari lalu. Eddy Silitonga bersama putra - putri kembarnya, Marco - Mario (12 tahun) dan Nafra - Nadra (9 tahun), kini Eddy telah berusia 58 tahun. Diusianya yang setengah abad lebih ini, Eddy Silitonga tidak pernah lelah bernyanyi demi kepuasan penggemarnya. Walau tidak seproduktif dimasa-masa mudanya dulu, namun masih dapat kita jumpai bernyanyi di café-café dan hotel-hotel berbintang.

Sejak usia sembilan tahun, “icon” demikian panggilan kecilnya sudah unjuk kebolehan bernyanyinya pada jaman pemberontakan PRRI pada tahun 1958. Justru bukan dipanggung-panggung show seperti sekarang ini, melainkan Base Camp atau pos-pos pengawalan Tentara pusat diluar kota Medan dan sekitarnya, selama beberapa bulan lamanya. Hari sabtu dan minggu adalah jadwal dimana icon dijemput oleh Tentara Batalyon Infantry 133 untuk menghibur. Tinggal sang mamaklah yang meratap kepergiannya karena kekawatiran yang berlebihan akan keselamatan sang buah hati. Alasannya, masa itu Pematang Siantar khususnya kota Medan dalam suasana genting dan diberlakukan jam malam. Sepulangnya icon dari menghibur para Tentara, sering mendapat saweran upah uang antara Lima Ratus Rupiah sampai Seribu Rupiah dan diberikan ke Ibunya tapi ditepisnya “Tak perlulah aku duitmu itu?”, “kenapa mak? kan ada duitnya!..aku juga nyanyi, enak mak!!”.

Lagi, satu cerita yang sangat menyentuh. Menurutnya, kisah ini belum pernah dibeberkan ke Massmedia manapun kecuali kepada saya dan buat anda pembaca ‘Oldies Goodies’. Eddy kecil, sangat mendambakan memiliki Radio dimasa itu. Namun, karena keadaan ekonomi kedua Orang Tuanya tidak memungkinkan apalagi tinggal berdesak-desakan dirumah petak sembilan. Jangankan untuk beli radio, buat beli beras saja sulitnya minta ampun karena keadaan negeri ini pada masa itu sangat sulit. Pernah satu kejadian, Eddy kecil sedang bermain-main diparit belakang rumahnya dan mendengar suara radio yang dia fikir bersumber dari rumahnya. Eddy kecil, berteriak kegirangan sambil berlompat-lompatan ‘Mamak beli Radio…mamak beli radio…mamak beli radio’. Eddy kecil kecewa, karena ternyata tetangga sebelah beli radio baru lagi. Rupanya dengan mendengar lagu-lagu dari penyanyi yang disiarkan RRI, Eddy kecil dapat bermotivasi belajar dan mengasah tehnik bernyanyinya. Hal inilah, yang membuat saya terhenyak dan sulit digambarkan dengan kata-kata. Kini, Eddy Silitonga dapat melaju menjadi terkenal berawal inspirasinya dari sebuah radio. Ironisnya, radio baru didapatkan setelah Eddy Silitonga menginjak remaja, berhasil menjadi juara pertama dari ajang Bintang Radio Sumatera Utara jenis Seriosa Tenor dan berhak mendapatkan Radio Transistor Satu Band saat masih duduk dibangku SMA kelas dua di Pematang Siantar.

Masih, cerita yang mengharu biru dari Eddy Silitonga. Eddy remaja, membawa pulang hadiah radio yang di idam-idamkan semasa kanak-kanak dengan hati yang berbunga-bunga. Namun apa hendak dikata sang mamak sudah menanti dengan sapu lidi ditangan. Bahkan, bukan itu saja radio hadiah lomba tersebut dicampakkannya, “Tak butuhlah radio kau itu…yang kuingin kau itu, sekolah…sekolah dan sekolah!”. Ibunya berbuat demikian karena mempunyai alasan menginginkan anak-anaknya mengutamakan sekolah, apalagi Eddy Silitonga termasuk anak yang diperhitungkan dari SD sampai dengan SMA kelas satu. Sejak mengenal dunia nyanyi, Eddy sering bolos dan bahkan nilainya jeblok, sampai-sampai guru sekolahnya melaporkan ke Ibunya, ‘Mak!!, jelek kali rapornya anak itu?’, kontan saja sang mamak pingsan mendengarnya. Walaupun demikian, seiring dengan berjalannya waktu. Selain bapak, sang mamaklah sebagai motivator Eddy Silitonga melaju bak meteor. Demikian pula, Eddy tanpa cacat berhasil bernyanyi dan menghayati Adegan Video Klip lagu Mama ciptaan Murry. Dapat disaksikan penayangan video klipnya, begitu memikat para pemirsa TVRI dimasa itu. Seorang model Klip ibu separoh baya yang memerankan seorang ibu kompak berakting bagai ibu dan anak sungguhan. Terungkap pengakuan mulut dari Eddy Silitonga, bahwa model yang memerankan sosok sang Ibu tersebut tak lain dari sang mamak tercinta Theresia Siahaan.

Semasa di Medan, Eddy Silitonga membentuk band bernama Madya Sapta. Madya Sapta adalah band perkebunan PTP-III di Rantau Prapat, selain sebagai vokalis juga sebagai pemetik dawai gitar. Kemudian, Hijrah ke Jakarta setelah kepulangannya sekolah di Mapua Institue of Technology di Manila-Filpina, untuk suatu karier yang terkuak menanti harapan dan mimpi-mimpinya menjadi ’Superstar’. Dengan mengandalkan Suara Malaekat nya, demikian julukan yang diberikan Titiek Puspa kepadanya. Eddy Silitonga-pun membentuk Trio, kemudian dikontrak bernyanyi di restoran ‘Bambooden’ milik orang tua Tamara Bleszynski. Namun, tidak bertahan lama. Lalu Eddy Silitonga membentuk band Keluarga yang dinamai Eddy’s Group yang kelak mendampinginya melaju menghasilkan hits-hits, baik album Pop Indonesia, Melayu, Keroncong maupun album Daerah. Kemudian menerbitkan rekaman album solo perdana yang berjudul Cinta Ciptaan Titiek Puspa, di produksi Radio Amigos dengan penata musik Johanes Purba diawal tahun 1975. Album tersebut kurang menuai sukses. Barulah pada album Biarlah Sendiri yang diciptakan khusus Rinto Harahap kepadanya di produksi Lolypop, meledak dan menjadi Best Seller akhir tahun 1975 sampai tahun1976.

Namun, Sebelum kesuksesannya pada album rekaman. Eddy Silitonga, menjajal kemampuan vokalnya dengan keikut sertaannya lomba pada Festival Pop Singer yang dimenangkan Melky Goeslow dengan lagu ‘Pergi Untuk Kembali’ di pertengahan tahun 1975. “Eddy..kalaupun kau tidak juara nak!!, jangan kecil hati. Yang penting kau Favorit malam ini dan seterusnya kau akan favorit”, demikian pak Hoegen Imam Santoso mantan Kapolri sebagai panitia menghampiri dan membesarkan hatinya, karena penonton maupun sesama peserta ber-prediksi bahwa Eddy-lah keluar sebagai pemenang. Masih dalam ajang lomba, Eddy Silitonga mengikuti Festival Lagu Populer Nasional tahun 1976 yang dimenangkan Grace Simon. Sebuah lagu yang digubah putra sang Proklamator Guruh Soekarno Putra, berjudul ‘Renjana’ keluar sebagai lagu terbaik. Konon diperuntukkan padanya, “Entah kenapa, saya tiba-tiba tidak bisa masuk pada nada awal lagu tersebut” katanya, mengenang keanehan tersebut. Meski belum pernah memenangkan satupun kejuaraan pada Festival di Jakarta, Eddy Silitonga tetap bangga karena bisa disejajarkan bahkan populeritasnya melebihi dengan penyanyi terdahulunya seperti Broery Pesolima dan Bob Tutupoli. Baginya, prestasi tidak harus di wujudkan dengan memajang berbagai piala dirumahnya. Namun lebih dari pada itu, prestasi itu harus ditunjukkan dengan dedikasi terhadap eksistensi dan kecintaan pada musik Indonesia hingga akhir hayatnya

Kesuksesan demi kesuksesan diraihnya, tengok saja album-albumnya dari Biarlah Sendiri sampai ke album Tabahkan Hatimu, Doa, Jatuh Cinta, Rindu Setengah Mati. Hitam atas Putih, Alusi- au, Romo Ono Maling dan lain-lain. Tentunya tak terlepas dari pencipta-pencipta yang bertangan dingin seperti Rinto Harahap, Titiek Puspa, Murry, Bartje Van Houten, Johanes Purba, Is Haryanto dan pencipta khusus lagu daerah Batak Nahun Situmorang. Mereka sepertinya tahu persis, bagaimana seorang Eddy Silitonga dapat menaklukkan tingkat kesulitan pada nada-nada tinggi dalam sebuah lagu. Bahkan, dalam satu album bisa empat sampai lima buah lagu yang menduduki anak tangga Radio-radio diseluruh Indonesia. Eddy Silitonga-pun dengan sangat baik meng-interfrestasikan lagu-lagu daerah diluar daerah tanah kelahirannya, seperti: Padang, Manado, Gorontalo, Palembang dan Jawa. Eddy Silitonga menjadi “ FENOMENAL” dan menjadi Ikon sebagai Trade Mark model Rambut untuk bahan ujian bagi kursus-kursus keterampilan di salon-salon, demikian juga dengan Jenggot di dagunya, sehingga hampir semua lapisan masyarakat dari Anak-anak, Pria & Wanita dewasa pada masa itu ‘Demam’ Eddy Silitonga. Bahkan mereka rela menggores dagunya dengan benda tajam atau sejenisnya sampai luka, untuk mendapatkan jenggot buatan ala Eddy Silitonga. Ada lagi cerita tragis dibalik kenekatan para penggemarnya di daerah, menorehkan getah mengandung bisa sehingga mengalami infeksi dan mengakibatkan kematian.

Setelah kesuksesan debut pertamanya di film ‘Kembalilah Mama’ yang diperaninya bersama penyanyi Nuke Affandy, Eddy Silitonga dapat saja bermain film dengan sesuka hatinya. Bahkan, pasutri aktor film dan produser Ratno Timor dan Tien Samantha-pun pernah ditolaknya secara halus, saat mereka menawarkan bekerja sama dalam sebuah film. Dengan kerendahan hatinya, Eddy menolak dengan alasan ‘Tidak punya bakat dan tidak punya tampang sebagai bintang film’. Eddy, bermain di film tersebut hanya sebagai sarana mempromosikan lagu-lagunya dan bukan sebagai Aji Mumpung karena sedang ngetop-ngetopnya. Tahun demi tahun berganti, tentu saja film Kembalilah Mama yang dibuat tahun 70-an termasuk sudah ‘Jadul’ dilihat kacamata sekarang ini. Demikian juga, Eddy-pun sepertinya alergi kalau membicarakannya. Sekalipun saya meyakinkan bahwa film tersebut telah saya tonton semasa duduk kelas dua SMP dan menurutku aktingnya difilm tersebut cukup meyakinkan sebagai pemula, apalagi latar belakangnya bukan jebolan sekolah Teather maupun film. Bahkan film inipun cukup sukses penayangannya di Kota Daeng-Makassar, kota kelahiranku. Ada kejadian lucu yang saya paparkan, bagaimana seorang Eddy Silitonga yang Paranoid dengan film-nya sendiri. Suatu hari, film tahun 70-an ditayangkan ulang pada stasion TVRI, TPI dan TV Swasta. Salah satu stasion TV menayangkan film tersebut. Tentu saja, Eddy Silitonga kebakaran jenggot. Eddy ber-Doa, ‘Tuhan, janganlah diputar kembali film Kembalilah Mama. Oh Tuhan, Kasihanilah aku Tuhan. Tolonglah aku, Kalaupun diputar yah Tuhan..biarlah saya tidak melihatnya. Biarlah saya tidak di negeri ini, biarlah saya di luar negeri’. Ternyata Tuhan mendengar Doa umatnya dan mengabulkan permintaan Eddy Silitonga. Konon, pada saat tayang ulang di TVRI. Eddy sedang berada di Den Haag-Belanda, ketika sang istri tercinta memberi kabar lewat telepon “Tercapai juga Doa Abang, diputar itu film tadi malam bang”. Demikian Eddy Silitonga mengisahkan kejadian tersebut.

Eddy Silitonga yang telah menghasilkan ‘6 Golden Record dan sebagai Penyanyi Kesayangan Pilihan Pemirsa melalui Angket Siaran Radio ABRI sebanyak 4 kali’. Tak dapat dipungkiri adalah penyanyi Favorit keluarga mantan Presiden Orde Baru ‘Soeharto’. Beliau sering menanti dan memantau perkembangannya kapan dan saat dimana pemunculannya di Televisi. Pernah satu kejadian yang juga Eddy tidak bisa melupakannya dan merasa di telanjangi, ‘Pernah beliau menonton saya di TVRI diiriringi Gending Jawa membawakan lagu dolanan ‘Lir Ilir, Mentog-mentog, Yeng Ing Tawang Ono Lintang. Beliau masih ingat, padahal jarak penayangan lagu-lagu tersebut selang satu sampai dua tahun lamanya’. Juga saat, Beliau merayakan ulang tahun perkawinan yang dihadiri kerabat dan para undangan, artis penyanyi hanya Eddy Silitonga saja yang di undang ke Cendana menghibur beliau. ‘Yang minta, Bapak sama Ibu kok bang Eddy!’, mbak Tutut menjawab kebingungan Eddy Silitonga. Beliau ngomong begini “Eddy, Ibu sama Bapak terus nungguin Eddy nyanyi di TV, kok nggak pernah lagi?. Apa Eddy masih di Jakarta tinggalnya?, jangan bosen-bosen nyanyi disini yah?” dan “Diantara semua-semua penyanyi di Indonesia yang ngetop , tidak ada yang bawain lagu-lagu daerah , cuman Eddy yang menyanyikannya”. Beliau juga berpesan kepada saya bahwa: “Budaya kita itu beragam macam, budaya kita itu tinggi Edd!. Jadi, ini tanggung jawab siapa?, ya seniman?. Tanggung jawab Eddy dan kawan-kawan, ayo ajak temen-temen nyanyikan lagu-lagu daerah. Lagu-lagu kita itu Budaya kita, jadi harus digali terus, dilestarikan, harus kita perkenalkan ke Mancanegara”.

Suatu kesempatan, Eddy bersama rombongan sebagai Duta kesenian Indonesia di Hongkong. Eddy Silitonga waktu itu bernyanyi di iringi gitar tunggal oleh Victor Hutabarat menyanyikan lagu Mandarin ‘Ni Ce Mo Suo’, penonton semua berdiri bertepuk tangan. Tentu saja pak Sampoerno sebagai ketua seksi kesenian heran dan menanyakan ke salah satu panitia dan di jawab ‘Kok!.. ada cina item, nyanyi begitu sempurnah dan lafal yang bagus?’. Demikian juga, saat Eddy Silitonga bernyanyi di Istana Negara saat kunjungan Presiden RRC ‘Yang Shang Khun’ sedang dijamu makan malam oleh mantan presiden ‘Soeharto’. Eddy-pun, kembali menyanyikan lagu Teresa Teng tersebut. Dengan penjiwaan penuh Eddy Silitonga menghipnotis presiden RRC dan para undangan lainnya, presiden RRC langsung menghentikan makan malam serentak di ikuti yang lainnya dan menghampiri Eddy mengajak bercakap mandarin. Untung saja sang penerjemah istana tanggap dan menjelaskan “Kata beliau presiden, suara bapak begitu bagus. Kata beliau presiden, pengucapan bapak sempurnah serkali. Kata beliau presiden, penjiwaan bapak bagus sekali. Kata beliau presiden, apakah bapak bisa ngomong mandarin?”. Dijawab Eddy apa adanya ‘Sepotong-pun tidak!, selain dari pada sie sie’.

Eddy Silitonga, adalah salah satu penyanyi yang sangat prihatin dengan adanya pembajakan Kaset/ CD/ VCD dan program Soft Ware melalui You Tube semakin merajalela. Sekalipun kampanye anti Pembajakan yang di suarakan ASIRI semakin gencar atau perjuangan para pendekar HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) yang di komandoi Rinto Harahap, Alamarhum A.Riyanto, Titiek Puspa dan Chandra Darusman memperjuangkan meminimalisir pelanggaran hak cipta di negeri ini. Namun masih banyak artis penyanyi merasa ruang geraknya untuk ber-aktifitas ter-penjara dan merasa mati-rasa merekam kembali suara mereka. Satu-dua dari sekian banyak penyanyi berani memodali sendiri dan mengambil resiko merugi. Terpenting baginya penggemar tidak kecewa dan tahu masih ada dan tetap eksis dibidang yang selama ini membesarkan namanya. Sebagai penutup wawancara ini, Eddy menghimbau kesadaran Masyarakat Hendaknya untuk tidak membeli Kaset/ CD/ VCD bajakan. Belilah yang Asli, selain mendapatkan mutu suara yang bagus juga membantu mengurangi peringkat Indonesia sebagai “Negeri Pembajak” sedikit mengecil dari Negara-negara ASIA lainnya.

TITIEK PUSPA






TITIEK PUSPA
Sang LEGENDA…Yang tak Lekang di Panas, tak Luput di Hujan…

“ Musik adalah Titiek Puspa…Titiek Puspa adalah musik, yang tak mungkin terpisahkan semenjak kecil hingga dewasa, hingga kini dan nanti”. Demikian kutipan ungkapan perasaan Anita Rachman si peraih Superior Award dalam Mermaid International Children’s Song Festival di Hirosima Tahun 1989.

Tidaklah berlebihan bila dibarisan “ Legenda” ini, kita jumpai peraih dua penghargaan bergengsi sebagai pendekar HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) dari dua lembaga besar : Departemen Kehakiman dan HAM (RI) dan WIPO (World Intelektual Propertyright Organization). Dia adalah ‘Titiek Puspa’, yang tetap bertahan dan bersinar sebagai hasil perjuangan atas komitmen dan keteguhan sikapnya berkarya dimasa lalunya pada “Musik Indonesia”. ‘ Tidak lekang di panas, tak luput di hujan……ia tetap segar menghijau, kemarin, hari ini dan di hari esok’.

Eyang dengan beberapa cucu dari 12 bersaudara ini, tumbuh dan besar di kota Semarang. Menumpang lahir di Kalimantan, demikian akunya suatu malam lewat telepon kepada penulis. Tepatnya lahir pada tanggal, 1 Nopember 1937. Titiek Puspa semasa balita, sering sakit-sakitan sehingga oleh kedua orang tuanya diberi nama bergonta-ganti nama asli dari mulai Sudarwati, Kadarwati dan Sunarti. Kemudian atas prakarsa Yayuk sahabat semasa SMP mengusulkan mengganti nama yang lebih ngepop ‘ Titi Puspo’ namun Titiek Puspa lebih sreg dengan pilihannya yaitu Titiek Puspa yang akhirnya nama ini dipakai pada saat melaju ke bintang radio dan melekat hingga sekarang. Titiek Puspa pun mempunyai nama pemberian dari sang Proklamator Bung Karno dan menjadi artis penyanyi kesayangan istana bersama sahabat-sahabatnya seperti Bing Slamet, Jack Lesmana, Nien Lesmana, Bubby Chan, Benny Mustafa. Karena seringnya menghibur para tamu istana, bahkan perna selama sepekan berlabuh dengan kapal Tampomas bersama rombongan tamu istana dalam rangka tour kenegaraan. Oleh Bung Karno diberi nama group Lensoe’s. Demikian Titiek Puspa dengan mata berkaca-kaca, mengenang masa-masa indah bersama sang Proklamator dan para sahabat-sahabatnya yang telah lebih dulu menghadap sang halik, Seperti yang diceritakannya kembali kepada penulis.

Setelah meraih juara sebagai Bintang Radio pada tahun 1954. Titiek Puspa memulai debut bernyanyinya pada tahun yang sama dengan lagu Dian Nan Tak Kundjung Padam di produksi PH Lokananta, di susul pada tahun 1956 dengan lagu Djakarta di Waktu Malam diedarkan PH IRAMA. Pada tahun 1963, sebuah lagu ciptaan-nya yang berbau heroik tentang kepahlawan dihasilkan yaitu Pantang Mundur. Kemudian disusul berturut-turut dengan lagu Tinggalkan & Si Hitam pada tahun 1964. Baru pada lagu Si Hitam langsung merebut hati pendengar, baik melalui siaran-siaran Radio, Televisi ataupun Garamophone dirumah-rumah penggemarnya. Lagu ini, berkisah tentang simbol dari manusia jujur dan baik hati, walau sebetulnya Si Hitam sebutan bagi orang-orang yang tidak cantik atau gagah dan menjadi olok-olok orang sekitarnya. Tapi bagi dia, selama orang-orang di sekelilingnya senang… kenapa tidak!!.

Titiek Puspa yang dikenal sebagai penyanyi, pencipta lagu, bintang iklan dan juga sebagai artis film senior. Tak kurang dari 17 judul film yang diperaninya. Yang sangat berkesan darinya, adalah film “Di Balik Tjahaja Gemerlapan”. Dibintanginya bersama Almarhum Rachmat Kartolo pada tahun 1965 dan film “Inem Pelayan Sexy” bersama Doris Callabout & Almarhum Jalal, pada tahun 1976. Dia juga piawai menulis skenario film. Dapat ditemui pada film Bawang Merah & Bawang Putih dan film Gadis yang dibintangi Dewi Yull dan Ray Sahetapy. Aktif di bidang organisasi Papiko (Persatuan Artis Penyanyi Ibu Kota) sebagai ketua, menjadi anggota Dewan Siaran Nasional, Anggota aktif BP 7 dan menjadi juri pada even-even perlombaan Festival maupun ajang pencari bakat distasion TV. Bukan itu saja, diapun sukses sebagai pengusaha ‘Puspa’ Catering dibilangan Perdatam - Pancoran.

Titiek Puspa yang mengagumi penyanyi jazz Ella Fitzgerald. Adalah salah satu gambaran penyanyi yang sangat memanjakan penggemarnya dari segi penampilan maupun berkarya sehingga beliau sangat menjaga mengkonsumsi makanan yang berkolesterol tinggi dan selalu berpikiran positif terhadap seseorang, sehingga diusianya yang sudah kepala tujuh dia tetap awet muda dan masih eksis dalam blantika musik pop Indonesia. Seperti yang penulis saksikan, sebagaimana sang Legenda ini memperlakukan penggemarnya layaknya handai taulan yang lama tak jumpa pada seorang ibu yang bernama Hj. Djumriah. Ibu tersebut sangat ingin bertemu atau berkomunikasi lewat telepon, disempatkanlah bertelepon ria dengan penggemarnya yang jauh diseberang lautan di kota Palu - Sulawesi Tengah. Seyogyanyalah para penyanyi pemula seharusnya mencontoh sebagaimana

pendahulunya memperlakukan penggemar dengan semestinya, karena tanpa penggemar seorang artis bukanlah siapa-siapa!!!.

Tidak semua perjalanan karier seorang Titiek Puspa berjalan mulus, sandungan kerikil bahkan badai taufan pun pernah menerpa dan dilalui dengan ikhtiar, berdoa agar dilapangkan dan diberi kekuatan. Maka terciptalah lagu Berkawan pada tahun 1966. Lagu ini, mempunyai lirik yang berbobot, mudah dicerna dan membawa misi damai antar sesama manusia. Lagu Berkawan tercipta merupakan titik tolak dari kehidupan dan ketidak jujuran manusia terhadap sesama. Menurut sebagian orang pada masa itu lagu Berkawan adalah senjata pribadi bagi publik yang anti kepada Titiek Puspa. Semua ini karena kata-kata, bahwa artis adalah penghibur yang mendapat imbalan honorarium dengan melalui kontrak. Dunia hiburan atau show bisnis dianggap masyarakat tertentu sebagai golongon minor pada masa itu. Bahkan sebagian orang-orang yang tidak bertanggung jawab, menebar fitnah dan isyue secara tidak terhormat untuk mencelakai si penyanyi. “ artis penyanyi dapat menghibur karena dapat menyanyi. Kalau tidak!, lebih baik mengundurkan diri” demikian pembelaan Titiek Puspa disuatu kesempatan wawancara di kediamannya.

Dalam membuat lagu dia tidak pernah memikirkan apakah lagu yang dibuat Top atau Flop bahkan Hits!, yang dipikirkan hanya siapa yang akan menyanyi. Terutama pada lirik atau lagu-lagu dibuat pusing dalam membuatnya, karena perkara apalagi yang akan disampaikan dalam sesuatu lagu. “ Kadang-kadang saya suka iri kalau melihat orang memainkan instrumen apa saja, soalnya saya tidak bisa memainkan barang sebiji instrumenpun”. Akunya dengan polos. Walaupun tidak mendalami harmoni musik, Accord musik Titiek Puspa dapat menghasilkan karya-karya yang berbicara di Internasional dan meng-harumkan nama bangsa Indonesia berkompetisi. Seperti lagu Cinta yang populer dinyanyikan Bimbo, mewakili Indonesia dalam Festival Pop Song se Dunia di Budokan pada tahun 1974 di wakili penyanyi Broery Marantika. Demikian pula pada lagu Horas Kasih (Viva Love) berhasil membawa Euis Darliah memperoleh Bronze Price di The World Song Festival in America 1984 – Los Angeles.

Kalau diperhatikan dengan seksama, lagu-lagu ciptaannya menggambarkan dalam segala warna alam rasa dan fikirannya. Tetapi dibalik itu yang mungkin belum banyak diketahui umum ialah, daya kreasinya dalam mencipta. Dari suasana Riang Gembira, ke Irama Sentimentil cenderung Melankolis bahkan juga kesuasana serius penuh ke Patriot-an & ke Pahlawanan, sampai ke lagu berirama Dangdut ( Pop Melayu) pun dihasilkan.

1. RIANG GEMBIRA : Lagu Marilah Kemari, adalah sebagai lagu ‘Beat’ Pertama di Indonesia. Musik Beat Lahir setelah musik Rock’n Roll. Menurut si empunya, sengaja lagu ini diciptakan untuk bermain-main dan memancing reaksi berinteraktif antara penyanyi dengan penonton. Namun kembali si empunya lagu mengisahkan, bahwa terkadang sering mengalah dengan sesama teman-teman penyanyi untuk membawakan lagu Marilah Kemari di setiap kesempatan show. Selanjutnya disusul kemudian Koes Bersaudara menghentak dengan lagu Bis Sekolah, Telaga Sunyi pada tahun 1960-an. Tak ketinggalan Band wanita Dara Puspita pada lagu Surabaya-nya. Ataupun dapat disimak lagu Jatuh Cinta sangat pas dibawakan penyanyi Eddy Silitonga pada tahun 1976, maupun Beat Disco pada persembahan almarhum Delly Rollies bersama band New Rolliesnya pada lagu Dansa Yo Dansa diera tahun 1980-an.

2. IRAMA SENTIMENTIL, MELANKOLIS : Tahun 1964, lagu Mama dibuat sebagai rasa sayang dan hormat yang begitu rupa dari anak kepada ibu yang sangat dicintainya dipanggil menghadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan pada Tahun 1971, Titiek Puspa berkali-kali diminta menyanyikan lagu tersebut oleh penonton yang hampir kebanyakan berkebangsaan Amerika saat show di New York. Patut pula disimak pada lagu ciptaan Titiek Puspa di era tahun 70-an berjudul Selamat Tidur Sayang dinyanyikan kembali Iwan fals dengan penuh perasaan menyentuh relung hati dan syahdu menggerayangi kuping. Lagu ini dapat dijumpai pada album Iwan Fals In Love yang diedarkan Musica Studio sejak tahun 2006.

3. PATRIOT & PERJUANGAN : Dapat dijumpai pada lagu Pantang Mundur, Jumpa ABRI dan Namamu Selalu, semua ini tercipta karena sebagai rasa hormat dan terima kasih kepada perajurit-perajurit yang menyelamatkan Pancasila. Terlebih baginya “ Buat siapa saja yang berkarya, amalkan ilmu itu dan sumbangkan apa yang kita punya buat masyarakat di sekeliling kita yang membutuhkan”. Demikian saran Titiek Puspa tanpa sedikitpun merasa menggurui.

4. DANGDUT (POP MELAYU): Menurut pengamatan, Titiek Puspa adalah komposer lagu-lagu pop pertama menciptakan lagu pop dangdut berjudul Hidup Untuk Cinta pada tahun 1967. Lagu ini sangat memasyarakat diantara penyanyi pop Indonesia untuk berebut menyanyikannya di atas panggung, bahkan lagu inipun tidak hanya dikenal di Indonesia tapi terkenal sampai ke negeri Jiran - Malaysia.

Ratusan karya Titiek Puspa lainnya berhasil menduduki anak tangga lagu-lagu pop Indonesia di radio-radio yang tersebar di wilayah negeri ini, baik dinyanyikan sendiri oleh pengarangnya maupun dibawakan penyanyi lain. Bahkan mengorbitkan puluhan penyanyi dari era tahun 1960-an seperti, Lilies Suryani dengan lagu Gang Kelinci-nya yang me-Legenda, Dewi Puspa yang penyanyi dan dikenal sebagai bintang film, meroket dengan lagu Nikmatilah Sisa Hidup Ini, tak ketinggalan, melambungkan nama Marini bersama The Steps pada lagu Titik-titik Hujan, sampai ke-era tahun 1980-an menorehkan nama Euis Darliah dikancah percaturan musik indonesia bersama lagunya yang fenomenal Apanya Dong. Era lagu Anak-anakpun Titiek Puspa mengahasilkan karya-karya yang mudah dicernah dan dapat dipertanggung jawabkan terhadap fisikologis anak-anak. Seperti dijumpai pada lagu Papa Mama Sayang Bobby, Hujan Lagi yang mengorbitkan Bobby Sandhora Muchsin, sebagai penyanyi anak-anak pria membayangi Adi Bing Slamet. Pun Santi Sardi selain Artis cilik berbakat juga dikenal sebagai penyanyi pada lagu Menabung, Mama No.1 di Dunia.. Tak ketinggalan penyanyi cilik papan atas diera itu, Chicha Koeswoyo berhasil berkolaborasi dengan Titiek Puspa dan sang suami tercinta Almarhum Mus Mualim pada Operet Semut Hitam & Semut Merah.

Penulispun tak ada salahnya mengajak bernostalgia, mendengar wawancara secara terpisah komentar penyanyi si Jatuh Cinta Eddy Silitonga, Diah Pitaloka (istri Donny Fattah, Basiss Good Bles) dan Andy raphon yang terkenal dengan lagu Kau Tiada Duanya pada tahun 1986. Mereka menyimpan kenangan manis tentang sosok orang tua atau paling tepat sebagai ibu dari para artis dekade tahun 1960 sampai dengan 1980-an. ‘Beliau begitu dekat kepada semua lapisan masyarakat, tanpa memandang apakah dia sebagai artis, Karyawan, Tukang Kebun, Pembantu sekalipun tanpa membeda-bedakan derajatnya’ demikian komentar Diah Pitaloka. Satu yang tidak pernah terlupakan Eddy Silitonga tentang sosok Titiek Puspa, ‘tepatnya pada tahun 1969 dan 1970 dimasa perpeloncoan (Mapran) dan sepulangnya dari Manila. Dimana Ireng Maulana dan almarhum Mus Mualim semasih hidup menjadi saksi sebuah inspirasi dari Titiek Pusp, memberikan Julukan si Suara Malaikat kepada saya’. Lain lagi komentar Andy Raphon tentang sosok yang dikaguminya semasih kecil ‘Ibu saya pernah berpesan, apabila sesampai di Jakarta dan menjadi penyanyi tolong carikan Titiek Puspa dan sampaikan salam dari ibu nak!’ atau kenangan yang tidak dapat saya lupakan seumur hidup, pada saat menjadi juara Bintang Radio seJakarta tahun 1982 dan diberi bimbingan bekal tekhnik untuk tampil seIndonesia Festival Bintang Radio & Televisi (FBRT). ‘Tante mau kamu nyanyi sebagai Andy Raphon, tante mau kamu nyanyi bukan sebagai Ebiet G Ade’ . Karena pada saat itu saya menyanyi dengan gaya Ebiet pada lagu Titip Rindu Buat Ayah. Akhirnya ilmu yang saya peroleh darinya saya terapkan pada saat lomba dan berhasil menjadi juara Pertama pada festival tersebut.

Semua lagu-lagu ciptaannya yang dinyanyikan penyanyi lain maupun dinyanyikan oleh Titiek Puspa, adalah gambaran Titiek Puspa yang sebenarnya. Titiek Puspa sebagai seniwati, sebagai Ibu, Eyang dari cucu-cucunya yang menginjak remaja dan sebagai putri yang dilahirkan di Bumi Indonesia. “The Songs Speak For Themselves” (Lagu-lagunya dapat berbicara sendiri). Dapat dijumpai pada lagu, Kupu-kupu Malam, Bimbi, Bing, Adinda maupun Mencari Bimbi dan lain sebagainya. Yang lebih penting lagi ialah karena tak ada orang yang dapat membawakan nyanyian dengan jiwa dan ekspresi yang sebenarnya kecuali pengarangnya sendiri “TITIEK PUSPA”.